11. Tolong Sadarkan Eneng

"Tolong, tolong!" aku menjerit sejadi-jadinya membuat semua tetangga berdatangan ke rumah kami.

"Ada apa Ti?" tanya seorang tetangga menghampiri ku

"Mas Bimo Bu Dhe," ucapku menangis sesenggukan sambil menunjuk kearah Mas Bimo

"Astaghfirullah, suamimu kena santet!" seru salah seorang tetanggaku

"Cepat panggil ustadz Danu!" sahut yang lainnya

Tidak lama seorang tetangga ku datang bersama Ustadz Danu. Dia adalah salah seorang ustadz di komplek tempat tinggal ku yang dipercaya bisa membantu mengobati orang-orang yang terkena santet, sihir, dan guna-guna.

Ustadz Danu segera memerintahkan kepada para pria untuk memindahkan Mas Bimo ke ruang tengah.

Kini ia fokus untuk mengeluarkan seluruh isi santet yang ada di kirim kepada Mas Bimo.

"Santetnya ada di perut saja Ustadz,"

Seketika Ustadz Danu langsung menoleh kearah ku, "Sepertinya kau sudah tahu jika suamimu sedang di Santet oleh seseorang?"

Aku langsung mengangguk.

"Iya, tapi aku tidak bisa melihat siapa pelakunya karena wajahnya tersamarkan oleh bayangan hitam. Begitupun lelembut yang bertugas mengirimkan santet kepada suamiku,"

Ustadz Danu tersenyum saat mendengar jawabanku.

"Alhamdulillah semuanya sudah beres, terimakasih Teh Situ sudah membantuku menggeluarkan santet dalam tubuh Bimo,"

"Sama-sama, Harusnya aku yang berterima kasih Ustadz,"

Tak lama Mas Bimo pun siuman, Ustadz Danu membantunya duduk.

"Apa yang kamu rasakan Mas?" tanya Ustadz Danu

"Gak ada ustadz, hanya lemes saja," jawab Mas Bimo

"Teh bisa tolong ambilkan air minum,"

"Baik Ustadz,"

Buru-buru aku pergi ke belakang untuk mengambil Air minum dan memberikannya kepada Ustadz Danu.

Lelaki itu membacakan sesuatu diatas minuman itu kemudian memberikannya kepada Mas Bimo.

"Minum dulu airnya Mas, jangan lupa baca bismillah,"

Mas Bimo meraih gelas pemberian Ustadz dan langsung meneguk habis isinya.

"Alhamdulillah,"

"Sebenarnya apa yang terjadi padaku Ustadz?" tanya Mas Bimo

"Sepertinya ada seseorang yang tidak suka dengan perbuatan mu Mas, makanya dia mengirim santet kepada mu," terang Ustadz Danu

"Tapi selama ini aku tidak punya musuh Ustadz, lalu siapa?"

"Yang jelas dia adalah orang terdekat kalian," jawab Ustadz Danu

"Salah satu orang terdekat yang sedang berselisih paham dengan ku hanya...." tiba-tiba Mas Danu menghentikan ucapannya sambil memandangi ku

"Tapi tidak mungkin dia," ucap Mas Bimo

Cukup lama Mas Bimo berbincang dengan Ustadz Danu, ia bahkan memutuskan untuk meliburkan diri karena masih kurang enak badan. Sedangkan aku tetap pergi bekerja karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan di kantor.

Entah kenapa hari ini aku begitu khawatir dengan Mas Bimo hingga beberapa kali aku harus menghubunginya guna menanyakan keadaannya.

Pukul Tujuh malam aku sudah menyelesaikan semua pekerjaan ku. Sebenarnya aku ingin buru-buru pulang untuk memastikan kondisi Mas Bimo, tapi entah kenapa tiba-tiba bayangan Mbah Wage tiba-tiba melintas di depanku.

Rasa rindu bertemu dengannya kembali membuncah di dada, membuat ku buru-buru ingin menemuinya dan melupakan Mas Bimo.

Seperti biasa aku selalu bilang kepada Mas Bimo lembur sampai jam sembilan malam agar ia tak mencari ku. Deru kendaraan roda dua membawaku menuju ke padepokan Mbah Wage.

Kali ini aku tak berani masuk ke dalam, apalagi saat melihat Nyai Imas ada di sana.

Entah kenapa dua hari ini Nyai Imas berada di padepokan padahal biasanya ia tak pernah ada di sana.

Dari jauh ku layangkan pandangan mencari sosok pria yang selalu memakai pakaian serba hitam dengan kopiah warna putih.

Hari ini padepokan terlihat sepi tapi Aki Wage tak terlihat di sana.

"Apa dia sedang ada ritual, atau ada panggilan ke luar kota," rasanya hatiku begitu sedih saat tak bisa bertemu dengannya

Baru saja saja aku hendak pergi meninggalkan tempat itu, tiba-tiba ku lihat Mbah Wage keluar dari dalam padepokan.

"Neng, Neng Siti!"

Suara khas Mbah Wage membuat ku langsung membalikkan badan kearahnya.

"Iya Aki," aku langsung tersenyum membalas panggilannya

"Darimana kok gak mampir?"

"Baru pulang kerja Aki, kebetulan lewat sini, mau mampir tapi takut Aku lagi sibuk,"

"Gak kok, seperti yang Neng lihat hari ini padepokan sepi. Silakan kalau mau mampir,"

Aku tak bisa menolak saat lelaki itu mengajakku masuk ke padepokannya.

Sementara itu Nyai Imas menyunggingkan senyumnya meskipun terlihat terpaksa saat aku melewatinya.

Wanita itu bahkan mengambilkan segelas teh hangat untukku.

"Silakan diminum Neng,"

"Hatur nuhun Nyai,"

Ku lihat Nyai Imas langsung kembali ke belakang. Wanita itu bahkan membiarkan kami berbincang berdua.

"Kenapa wajah Neng teh kaya gelisah gitu, emang ada masalah apa?" tanya Aki Wage

Aku kemudian menceritakan tentang kejadian yang menimpa Mas Bimo kepadanya. Seperti biasa ia kemudian melihat apa yang menimpa Mas Bimo menggunakan mata batinnya.

"Sepertinya ada teman si Asep yang iri sama kesuksesannya. Makanya dia mengirimkan santet. Ia berharap jika Asep Bimo mati dia bisa berjaya menggantikan posisinya," terang Si Aki

"Ya ampun kok ada ya orang yang seperti itu,"

"Ya jelas banyak atuh Neng, namanya juga manusia jadi kalau punya sifat iri dengki mah udah biasa,"

"Terus apa yang harus aku lakukan Aki?"

"Kamu mah tenang aja Neng, biar Aki yang akan membereskannya. Neng cukup sediakan uang mahar saja buat Aki melakukan ritual pembersihan santet!"

"Berapa kira-kira maharnya Aki?"

"Cuma tiga juta saja Neng,"

"Tapi Neng gak punya uang sebanyak itu Aki, Uang gajiku hanya tinggal satu juta doang, gimana dong,"

"Yaudah bayar pakai cincin yang Eneng pakai juga boleh,"

*Deg!

Bagaimana bisa aku memberikan cincin kawin kepada Aki Wage.

"Tapi ini kan cincin kawin Aki, Neng gak berani pakai ini buat bayar,"

Entah kenapa rasanya aku gak bisa melepaskan cincin itu.

"Yaudah kalau gitu sisanya Neng bayar kapan-kapan kalau sudah punya uang," ucap Nyai Imas tiba-tiba datang menghampiri kami

"Tapi Nyai mahar ini wajib di bayar kalau si Asep mau sembuh," desak Ki Wage

"Sudahlah Aki, masa sama anak sendiri gak mau sih kasih kelonggaran. Kasihan kan si Eneng,"

Ku lihat Mbah Wage seperti tak suka saat melihat Nyai Imas memberiku kelonggaran.

Entah kenapa melihat wajah kesal Aki membuat ku tak tega. Aku tak bisa melihat lelaki itu sedih ataupun kecewa. Rasanya aku selalu ingin membuatnya bahagia bagaimanapun caranya.

Akhirnya aku putuskan untuk memberikan cincin kawin ku kepadanya.

"Ya ampun Neng jangan terlalu dipaksakan kalau kamu gak punya uang," ucap Nyai Imas

"Gak papa Nyai, demi Mas Bimo semuanya akan aku lakukan. Yaudah kalau begitu aku pamit pulang dulu ya,"

Mbah Wage langsung mengantarku pulang dengan senyum sumringah. Sementara Nyai Imas tampak menghampiri seorang karyawannya yang akan mengantar ku pulang.

"A, tolong sadarkan si Eneng, bilang ke dia jangan pernah datang ke sini lagi, kasian dia!"

Terpopuler

Comments

estycatwoman

estycatwoman

Hari gini ada loh orng sebego itu mau2nya dinanfaatin dukun cabul brkedok bpk angkt wkwkwk 😀,dilnalar ja bisa nmaya ritual pke sajen2 klenik trmsuk syirik itu mah
Rukyah sesuai syariat itu gk ribet ckup pke mukena & doa2 khuss ,gak prnh nntn tv yak ato orng pedalaman smpe kudet gtu 😌

2023-12-09

0

❤️⃟Wᵃf✰͜͡ᴠ᭄ᴇʟᷜᴍͣuͥɴᷤ✪⃟𝔄⍣⃝కꫝ🎸

❤️⃟Wᵃf✰͜͡ᴠ᭄ᴇʟᷜᴍͣuͥɴᷤ✪⃟𝔄⍣⃝కꫝ🎸

Ternyata Nyai Imas baik y. lakinya z yg kemaruk

2023-10-17

0

❤️⃟Wᵃf✰͜͡ᴠ᭄ᴇʟᷜᴍͣuͥɴᷤ✪⃟𝔄⍣⃝కꫝ🎸

❤️⃟Wᵃf✰͜͡ᴠ᭄ᴇʟᷜᴍͣuͥɴᷤ✪⃟𝔄⍣⃝కꫝ🎸

Yaaaaaach tekor lagi dah Siti

2023-10-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!