Sebuah pintu gerbang yang sangat besar mulai terlihat di tengah-tengah laut. Melihat bentuknya saja aku sudah ketakutan. Terlebih saat melihat ratusan pengawal yang menjaganya.
Rasanya benar-benar menakutkan. Karena aku benar-benar takut maka aku buru-buru sadar lagi.
"Apa yang kamu lihat Neng?" tanya Mbah Wage
"Ada pintu besar," jawabku mencoba mendeskripsikan apa yang ku lihat kepada Mbah Wage.
"Kenapa kamu gak masuk neng?" tanya Mbah Wage lagi
"Nggak ah takut!"
"Takut kenapa, kan ada Pak Haji?"
"Gak berani Aki, Neng beneran takut!"
Setelah itu aku buru-buru kembali ke mobil, entah kenapa rasanya perasaan ku tidak enak sehingga aku buru-buru mau pulang.
"Si Eneng kenapa buru-buru minta pulang sih, kan tadinya Aki pengin melakukan ritual di sana. Kata leluhur air laut itu paling bagus buat buang sial, biar semua penyakit eneng di larung ke laut," ucap Mbah Wage kembali mencoba membujukku untuk mau melakukan ritual di lait
"Tapi da gimana Aki, Neng teh takut, takut pisan pas lihat pintu gerbang tadi, apalagi para penjaganya. Beneran Neng mah nyerah,"
Melihat wajahku yang memucat ketakutan, Mbah Wage pun tak lagi memaksa ku untuk melakukan ritual di laut. Kami pun akhirnya kembali ke penginapan.
Karena Gagal melakukan ritual di laut, sore harinya Mbah Wage mengajak kami ke Gua Cirengganis yang ada di daerah Pangandaran.
Awalnya aku menolak saat Mbah Wage mengajakku ke Gua Cirengganis, namun Ia meyakinkan aku jika hanya dengan melakukan ritual di Gua Cirengganis, maka aku baru bisa memiliki anak.
Aku pun akhirnya menurut saja. Kami tiba di Pangandaran sekitar pukul sembilan malam. Kami beristirahat sebentar di sebuah penginapan dan pukul sebelas malam Mbah Wage mengajak kami mendatangi sebuah Gua yang dipercaya sebagai tempat tapa Bratanya Prabu Siliwangi.
Setibanya di Gua Cirengganis, Mbah Wage menyuruhku untuk ganti pakaian.
"Yaudah sekarang Neng ganti pakaian ya, pakai kain samping ( kain panjang yang dipakai perempuan sunda tempo dulu dan sekarang biasanya dipakai untuk pengantin)," Mbah Wage memberikan sebuah samping yang masih terbungkus plastik kepadaku kemudian pergi.
Ditemani Mas Bimo aku langsung mencari tempat untuk berganti pakaian.
Setelah selesai Mbah Wage menghampiri kami dan memberikan sebuah ronce bunga melati segar kepadaku.
" Nih Aki bawain melati buat di pakai di kepala Neng. Jadi jangan lupa melatinya di pakai ya di kepala," ucap Mbah Wage
Mas Bimo mengambil ronce melati itu dan memasangnya di kepalaku.
Entah kenapa rasanya aku merasa seperti akan dijadikan pengantin. Apalagi ronce melati itu hampir mirip seperti siger yang biasa digunakan oleh pengantin Sunda.
"Kok saya di pakein melati, ini mah Eneng kaya mau jadi pengantin?"
"Emang iya Neng, kamu kan memang harus dilepaskan dari para leluhur yang bikin kamu susah punya anak Neng. Terus nanti Aki mau nikahin ulang kamu sama Si Asep, mudah-mudahan setelah ritual ini Eneng bisa cepet di karuniai momongan ya?" jawab Mbah Wage
"Aamiin,"
"Oh gitu Aki, yaudah kalau gitu ayo di mulai ritualnya," jawab ku sudah tidak sabar
Mbah Wage kemudian mulai menaruh sesaji dan semua keperluan ritual di samping mata air Rengganis.
Ia mulai membaca mantera dan membuka pintu gaib yang ada di tempat itu. Mbah Wage kemudian mengambil turun ke mata air Rengganis dan menepuk-nepuk air dengan tangannya sambil membaca mantera.
Setelah itu ia menyuruhku untuk maju dan duduk di sebuah batu yang ada di sana.
"Sok sekarang Asep mandiin si Enengnya. 7 gayung saja jangan banyak-banyak. Mulai dari kanan ke kiri kemudian ke seluruh badan ya," ucap Mbah Wage memberikan penjelasan kepada Mas Bimo.
Ia kemudian memberikan sebuah gayung yang terbuat dari batok kelapa yang sudah dililit bunga melati kepada Mas Bimo.
Mbah Wage kemudian kembali ke tempat ritualnya sedangkan Mas Bimo mulai memandikan ku.
Selesai mandi aku langsung kedinginan. Bagaimana tidak aku di mandiin pukul dua belas malam sudah pasti menggigil.
Melihat aku kedinginan Mas Bimo kemudian menghampiri Mbah Wage.
"Aki ini ritualnya udahan belum kasian si Eneng kedinginan?" tanyanya
"Sudah Sep,"
"Kalau gitu aku boleh ganti baju kan Aki?" tanyaku dengan mulut yang menggigil
"Iya Neng, sok ganti pakaian terus kita pulang," jawab Mbah Wage
Mas Bimo langsung menemani aku ganti pakaian sementara Mbah Wage langsung menuju ke mobil.
Pukul satu malam kami tiba di penginapan. Setibanya di sana entah kenapa Mbah Wage dan Mas Bimo langsung kepanasan.
"Hadeh, kenapa panas sekali, memangnya AC nya rusak ya!" celetuk Mbah Wage sambil mengibas-ibaskan potongan kardus ke tubuhnya.
"AC nya sudah dingin kok Pak,"
"Tapi kenapa masih terasa panas,"
"Kalau itu saya kurang tahu pak," jawab receptionis
Karena merasa kepanasan Mbah Wage bahkan meminta dibawakan kipas angin di kamarnya. Sedangkan Mas Bimo bahkan sampai gak mau tidur di kamar karena dia gak kuat kepanasan.
Aku tidak tahu kenapa semua lelaki yang ada di penginapan itu tiba-tiba merasa kepanasan padahal AC di penginapan sudah begitu dingin. Hanya aku yang tidak merasa kepanasan dan justru buru-buru mau tidur.
"Mas, Neng udah ngantuk, boleh gak Neng tidur duluan?"
"Ya sudah kalau Neng ngantuk tidur saja duluan, nanti Mas nyusul kalau sudah agak ademan," jawab Mas Bimo
Karena sudah ngantuk berat akupun langsung terlelap. Baru saja aku terlelap sebentar tiba-tiba aku langsung terbangun saat merasakan ranjang tempat tidur ku bergetar.
*Der, der, der!
Aku bisa merasakan kalau ada sesosok makhluk tinggi besar yang tengah berjalan masuk ke penginapan ini. Saat aku hendak membuka mata entah kenapa rasanya mataku tak bisa terbuka. Rasanya ingin bangun tapi entah kenapa mataku terasa sangat lengket sehingga tak mau terbuka.
Saat adzan subuh berkumandang aku baru bisa membuka mataku, itupun karena Mas Bimo berkali-kali mengguncang tubuhku.
Sepertinya ia tidak tidur semalaman dan sengaja masuk ke kamar untuk mengajakku sholat subuh berjamaah.
"Bangun neng udah subuh," ucap Mas Bimo mengusap lembut wajah ku
"Jam berapa sekarang Mas?"
"Setengah lima, wudhu sana terus sholat, abis itu kita mau balik kan ke Jakarta,"
"Iya Mas,"
Saat aku hendak melangkah dari tempat tidur tiba-tiba aku merasakan tubuhku terasa berat seperti ada sesuatu yang menindih punggung ku.
Aku bahkan sampai berjalan membungkuk karena saking beratnya.
"Neng kenapa kamu kok jalannya bungkuk gitu kaya nenek-nenek?" tanya Mas Bimo
"Gak tahu Mas, rasanya berat banget punggung ku, kaya gendong beras lima puluh kilo,"
Karena saking beratnya hingga membuatku tumbang ke lantai. Mas Bimo yang panik segera berlari memanggil Mbah Wage.
"Aki, tolong istri saya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ
lah ini digandoli yg tadi mlm itu
2023-10-17
0
❤️⃟Wᵃf✰͜͡ᴠ᭄ᴇʟᷜᴍͣuͥɴᷤ✪⃟𝔄⍣⃝కꫝ🎸
Apa mungkin ritual itu bikan hanya nutup mata batinnya tp juga nikahin dia sm bangsa lelembut y
2023-10-17
0
𝐙⃝🦜ֆɦǟզʊɛɛռǟ🍒⃞⃟🦅👻ᴸᴷ
nah kan benar itu pasti penganti cowok yg dinikahin sm eneng
2023-10-02
0