9. Asmara Terlarang

"Mas hari ini aku lembur, mungkin pulang agak malam ya," ucapku meminta izin kepada Mas Bimo

"Iya," jawab Mas Bimo tanpa banyak bertanya

Ia memang sudah paham jika akhir bulan seperti ini ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tapi pekerjaan ku belum juga selesai. Mataku yang sudah mulai lelah karena seharian menatap layar komputer. Aku memilih beristirahat sejenak untuk sholat isya.

Setelah sholat aku kembali duduk di depan komputer yang masih menyala. Meskipun pekerjaan ku belum selesai namun entah kenapa rasanya malas untuk melanjutkannya.

Bayangan wajah Mbah Wage terus menerus membuat ku tak bisa berkonsentrasi bekerja. Entah kenapa rasanya aku ingin sekali bertemu dengannya. Rasa rindu yang membuncah membuatku memutuskan untuk pulang dan mengabaikan pekerjaan ku yang masih menumpuk.

"Biarlah besok saja di kerjain nya toh masih ada tenggat waktu sehari,"

Segera ku ambil pouch make up untuk memperbaiki riasan ku yang mulai pudar.

Setelah menebalkan lipstik dan memulas wajahku dengan bedak tipis akupun memesan ojek online.

Seperti biasa tujuanku yang pertama tentunya ke rumah Aki Wage. Rasanya gak bisa kalau sehari saja aku gak ketemu dia. Asal bisa melihat wajahnya saja itu sudah jadi mood booster buat aku agar bisa semangat menjalani hari-hari ku yang terasa berat.

Pukul delapan malam aku tiba di depan padepokan. Ku lihat padepokan masih rame dipenuhi orang-orang yang hendak berobat. Memang padepokan Aki tidak pernah sepi.

Ratusan pasien datang dari desa sekitar bahkan tak sedikit yang datang dari luar kota hanya untuk berobat kepadanya.

Aku hanya melihat wajah Aki dari kejauhan karena tak mau mengganggu pekerjaannya. Setelah melihat wajah Si Aki rasanya balok-balok es kerinduan dalam hatiku seketika mencair membuat ku merasa sejuk.

Setelah rasa rinduku sudah terobati, Akupun buru-buru pulang karena takut Mas Bimo curiga.

"Neng Siti, kenapa gak masuk," seketika aku membalikkan badan saat mendengar suara yang selalu membuat dadaku berdebar-debar

"Punten Aki, maaf jika kedatangan Neng mengganggu," ucapku berusaha menyembunyikan rasa bahagia ku karena Aki mau menyapaku

"Kenapa harus minta maaf, sok atuh masuk Neng. Pintu rumah Aki selalu terbuka buat Neng,"

"Tapi Aki lagi banyak tamu, takut ngeganggu nanti,"

"Teu Neng, justru Aki teh seneng kalau Neng mampir kemari, itu artinya Neng masih percaya sama Aki," jawab Aki Wage kemudian menggandeng lenganku dan mengajak ku masuk

"Gimana keadaan Neng sekarang?" tanya Si Aki lagi

"Masih sama seperti dulu Aki, apalagi sekarang di tambah Mas Bimo suka uring-uringan gak jelas,"

"Uring-uringan kumaha atuh Neng?"

"Mas Bimo suka cemburuan gak jelas Aki, suka marah-marah gitu. Masalah kecil suka di besar-besarkan. Apalagi kalau sudah menyangkut sama Aki, udah deh kita pasti berselisih paham dan pasti langsung cek-cok,"

Entah kenapa hari itu aku malah curhat kepada Mbah Wage tentang keadaan rumah tanggaku dan juga Mas Bimo.

Aku gak tahu kenapa saking nyamannya ngobrol sama dia hingga semua rahasia rumah tangga yang seharusnya tidak aku beritahu kepadanya justru keluar begitu saja tanpa aku sadari.

"Sebentar ya Neng, Aki mau lihat dulu apa yang terjadi sama si Asep,"

Mbah Wage kemudian memejamkan matanya, ia sepertinya sedang melihat apa yang terjadi dengan Mas Bimo menggunakan mata batinnya.

Tidak lama ia pun membuka matanya.

"Si Asep tuh ketempelan penghuni Gua Lalay. Makhluk itu marah sama si Asep karena tak mau melanjutkan ritual waktu itu," ucap Mbah Wage membuat ku ketakutan

Tentu saja aku takut terjadi sesuatu dengan Mas Bimo.

"Terus apa yang harus aku lakukan Aki?"

"Kamu siapin aja uang lima juta buat mahar, nanti biar Aki yang akan melakukan ritual pengusiran Siluman ular yang menempel di tubuh Si Asep,"

"Tapi aku gak bawa uang cash Aki?"

"Yaudah transfer aja ke rekening Aki,"

Mbah Wage kemudian menuliskan nomor rekeningnya kepada ku.

"Kirim saja ke sini, nanti jangan lupa kamu kirim bukti transfernya ke nomor Aki,"

"Baik," tanpa berpikir panjang aku langsung mentransfer sejumlah uang yang diminta Aki Wage.

Tak lupa aku mengirim bukti transfer kepadanya.

"Sudah Aki,"

"Hatur nuhun Neng,"

"Sami-sami Aki, harusnya Neng yang berterima kasih karena sudah membantu menolong Mas Bimo,"

Sementara itu dari kejauhan ku lihat seorang wanita tampak memperhatikan kami.

Kasian wanita itu,

Ku lihat wanita itu berjalan mendekat kearah kami saat Aki memberikan tujuh butir bunga melati kepadaku.

"Neng,"

"Iya Aki,"

"Jangan lupa taruh bunga melati ini dibawah bantal Neng," ucap Mbah Wage

"Kenapa di taruh di bantal Aku, bukankah yang ketempelan itu Mas Bimo ya, harusnya kan di taruh di bawah bantal Mas Bimo,"

"Benar, tapi bunga melati ini sebagai tolak bala, biar Neng gak di ganggu siluman ular penunggu gua itu," jawab Aki Wage

Aku pun mengangguk paham dan mengambil bunga melati itu.

"Baik Aki, sekali lagi terimakasih," jawabku

Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi aku masih betah berlama-lama di sini. Aku masih betah mengobrol dengan Aki sambil menatap wajahnya yang terlihat rupawan malam itu.

"Udah malam Neng, sebaiknya kamu pulang takut Si Asep nyariin. Udah curhatnya dilanjutin besok aja," ucap wanita paruh baya menghampiri kami

"Iya Nyai," jawabku tanpa berani membantah ucapan wanita itu

Entah kenapa aura wanita itu begitu berkharisma hingga membuat ku merasa segan dengannya meskipun baru pertama kali bertemu.

"Biarkan saja atuh Ambu, Lagian Si Asep juga belum pulang kerja. Daripada sendirian di rumah mending di sini kan dia jadi ada teman ngobrol," sahut Aki Wage menimpali ucapan wanita itu

"Tetap saja Eneng pasti lelah kan setelah pulang kerja, pasti butuh istirahat. Jadi sekarang Eneng sebaiknya pulang terus istirahat,"

"Baik Nyai,"

"Eh Eneng gak mau kenalan sama Nyai?" ucap wanita itu tiba-tiba membuat ku tercengang

"Ah Iya Nyai, kenalin aku Siti Sarah anak angkatnya Aki," ku sambut uluran tangan wanita itu dan ku cium punggung tangannya sebagai bukti hormat ku kepada sosok yang lebih tua.

"Iya Nyai sudah sering dengar dari Aki tentang Neng Siti. Tapi maaf baru kali ini Nyai bisa menyapa Neng," jawab wanita itu kemudian mengusap lembut kepalaku

"Ini istri Aki Neng, namanya Nyai Imas," ujar Aki Wage membuat netraku seketika membulat sempurna

Istri Aki???

Selama hampir dua tahun aku mengenal Aki Wage, baru kali ini aku bertemu dengan sosok istrinya.

Entah kenapa ada rasa kecewa saat bertemu sosok wanita itu. Namun tatapan mata tajam Nyai Imas seketika membuat hatiku trenyuh. Tiba-tiba aku merasa bersalah kepada sosok wanita itu.

Terpopuler

Comments

Bunda Silvia

Bunda Silvia

oon amat siti ya kayaknya dia di guna2 sama aki wage supaya tergila2 sama si dukun dudul amat

2024-01-26

0

Yurnita Yurnita

Yurnita Yurnita

katanya si eneng indigo.ko gak tau kalau di pelet

2023-12-02

0

ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ

ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ

tolongin tuch nyai

2023-10-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!