6. Sosok Penghuni Gua

"Ritual kali ini kalian sendiri yang harus menyiapkan sendiri semua keperluan untuk ritualnya," ucap Mbah Wage

"Baik Aki, apa saja yang harus kami siapkan?" tanya Mas Bimo

"Bunga melati buat siger, bunga mawar tujuh jenis harus mawar utuh satu tangkai bukan kelopaknya saja. Sama tujuh kelopak bunga melati butiran yang masih segar bukan sudah di rangkai ya Sep," jawab Mbah Wage

"Baik Aki. Jadi bunga mawarnya harus beda-beda gitu Aki?"

"Iya atuh Sep, ada mawar merah, mawar bodas, mawar hitam, mawar kuning, pokoknya asal tujuh aja jumlahnya,"

"Baik Aki,"

Kami pun segera membeli semua keperluan ritual di sebuah toko bunga. Karena aku pikir itu untuk membersihkan diriku dari gangguan makhluk gaib jadi aku tidak terlalu mempermasalahkan tentang syarat-syarat tersebut.

Setibanya di pelabuhan ratu tak ada sesuatu yang janggal terjadi seperti saat di Pangandaran.

Pukul dua belas malam Mbah Wage langsung mengajak kami menuju ke pantai.

Sama seperti ritual sebelumnya aku langsung menggunakan samping lengkap dengan siger bunga melati.

Sementara aku berdiri di samping Mas Bimo sambil memegangi 7 tangkai bunga mawar, Si Aki langsung melakukan ritual untuk membuka pintu gaib yang ada di tengah laut.

Saat Mbah Wage sedang mengepak-ngepakkan tangannya diatas Air laut tiba-tiba aku merasakan kehadiran si Abah ( kakek Siti yang sudah meninggal ).

"Geus atuh Nyai ulah kie kiean wae ( sudah dong nyai jangan gini-gini an terus)," ucap Abah

"Sadar Nyai Sadar, ieu teh salah ( sadar Nyai Sadar, ini itu salah )," imbuhnya

*Deg!

Tiba-tiba aku yang tadinya hanya dia termenung tiba-tiba sadar dan bisa melihat dengan jelas sosok si Abah berdiri di tepi tak jauh dariku.

Wajahnya tampak kecewa saat melihat ku berdiri di tepi pantai mengabaikan larangannya dulu.

"Abah??" seketika Netraku bergerak cepat mencari keberadaan si Abah.

Namun meskipun aku merasakan kehadirannya tapi aku tidak bisa melihat wujudnya. Apa karena abah marah denganku, seketika ada rasa penyesalan saat mengingat ucapan Si Abah barusan.

Entah kenapa hatiku rasanya sedih dan aku pengin buru-buru mengakhiri ritual ini dan pergi. Karena sekarang aku mulai sadar jika yang aku lakukan ini salah seperti kata si Abah.

Harusnya aku meminta pertolongan kepada Allah di saat seperti ini bukan malah mendatangi tempat-tempat mistis seperti ini.

"Astaghfirullah hal adzim, hampura atuh abah, Nyai khilaf,"

Mas Bimo langsung menoleh kearah ku saat mendengar aku beberapa kali beristighfar.

"Ada apa Neng?" tanya Mas Bimo

"Ada si Abah Mas di sini, dia bilang apa yang kita lakuin itu salah, tapi entah kenapa Neng gak bisa lihat dia. Neng hanya bisa merasakan kehadirannya saja sama mendengarkan ucapannya. Makanya, Neng nyesel takut si Abah marah ke Eneng karena datang ke laut dan minta maaf sama Abah,"

"Dimana Neng, orang gak ada siapa-siapa di sini kecuali kita bertiga," sahut Mas Bimo tak percaya

"Masa Mas lupa kalau aku Indigo, Abah ada di sini Mas hanya saja Mas gak bisa lihat dia," jawabku

Kami segera berhenti berbicara saat Mbah Wage berjalan menghampiri kami.

"Pintunya sudah ke buka Neng, sekarang giliran kita melakukan ritual selanjutnya di gua Lalay yang berada tak jauh dari pantai," ucap Mbah Wage

Ia kemudian mengajak kami menuju kesebuah gua yang tak jauh dari pantai. Namanya Gua Lalay konon katanya banyak orang yang sengaja datang ke tempat ini malam-malam untuk melakukan ritual guna mendapatkan sesuatu.

Ternyata di sekitar Gua Lalay masih ada 6 gua lain yang letaknya berdekatan, total semuanya ada 7 gua sama seperti jumlah mawar yang saya bawa.

Sepertinya Si Aki sudah tahu benar tentang Gua ini hingga mempersiapkan semuanya dengan matang.

Seorang juru kunci menyambut kedatangan kami dan kemudian berbicara empat mata dengan Mbah Wage.

Entah apa yang mereka bicarakan aku tak ambil pusing. Saat itu aku hanya berpikir jika apa yang dilakukan Mbah Wage semata-mata karena ingin mengobati ku, bukan yang lain-lain.

Tak lama sang juru kunci pun pergi dan mengizinkan kami melakukan ritual.

Mbah Wage mengajak kami masuk ke Gua dan berhenti di sebuah mata air yang kata Si Aki dipercaya bisa menjauhkan dari bahaya santet, teluh, sihir dan bisa mendatangkan rezeki yang berlimpah.

Ia kemudian melepaskan sebuah cincin yang dipakainya yang akan di jadikan sebagai mahar.

"Neng lihat ini ya, Aki rela memberikan cincin sebagai mahar untuk menebus Neng agar terbebas dari roh jahat yang selama ini membuat Neng susah punya anak. Asal Neng tahu ya kalau cincin ini tuh batangnya terbuat dari emas 12 gram dan ditengahnya ini bukan batu sembarang, ini tuh mustika sakti pemberian leluhur Aki. Tapi Aku rela ngorbanin harta berharga buat Neng, anak Aki agar Neng bisa hidup normal dan bisa punya keturunan kaya pasangan suami istri lainnya," ucap Mbah Wage berbicara panjang lebar.

"Iya," jawabku mengangguk

"Sep, lihat nih Aki ikhlas ngorbanin cincin buat nebus si Eneng. Coba hitung aja berapa harga emas 12 gram sekarang. Tapi Aki mah teu itung-itungan buat anak mah. Jadi Aki harap Asep bisa menuntun Neng dengan benar kedepannya dan jangan sia-siakan pengorbanan Aki,"

"Iya Aki,"

Mas Bimo hanya manggut-manggut saat mendengar celoteh Aki Wage.

Lelaki itu kemudian membuka cincinnya dan melemparnya ke tengah laut.

Entah kenapa setelah Aki melemparkan cincinnya ke tengah laut tiba-tiba tubuhku terasa lemas. Keringat dingin mulai membasahi keningku padahal angin laut berhembus begitu kencang hingga hampir menyeret tubuhku ke tengah laut.

"Sekarang Neng jalan ke tengah laut, peluk aja bunganya biar gak kebawa angin!" seru Mbah Wage

Aku pun mengikuti semua instruksinya meskipun aku sudah mulai ketakutan saat melihat ombak laut yang mulai bergulung-gulung seperti hendak menyambar tubuhku.

Saat aku sudah berada di tengah laut, Mas Bimo menyusul membawa gayung dari batok kelapa untuk memandikan ku.

Pukul satu malam Mas Bimo memandikan aku dengan air laut.

Selesai dimandikan rasanya tubuhku sudah tidak karuan, ada rasa panas, sesak, hingga punggung ku terasa berat.

Karena tak kuat lagi aku pun sampau jatuh pingsan.

"Neng, bangun Neng, Neng!"

Ku dengar suara Mas Bimo berusaha membangunkan aku. Wajahnya terlihat begitu panik saat mendapati ku tak kunjung sadar

Saat aku hendak membuka mata tiba-tiba ku rasakan angin berhembus kencang hingga membuat ku kembali tak sadarkan diri.

*Der, der, der!!

Tiba-tiba tanah berguncang hebat seperti ada gempa. Mas Bimo begitu terkejut saat Melia sosok Ular besar keluar dari Gua Lalay.

Seumur hidup ini adalah kali pertama Mas Bimo melihat sosok makhluk gaib dengan mata kepala sendiri sehingga membuatnya pucat pasi karena ketakutan.

"Apa perempuan ini yang akan kau tumbal kan untukku?"

Terpopuler

Comments

Musarofah

Musarofah

Oalah neng eneng oneng betul dah tau salah lanjut teruss

2023-12-11

0

ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ

ᴄᷤʜͦɪͮᴄͥʜͣɪᷡᴋͣ

lah dalah lakok malah jadi tumbal

2023-10-17

0

❤️⃟Wᵃf✰͜͡ᴠ᭄ᴇʟᷜᴍͣuͥɴᷤ✪⃟𝔄⍣⃝కꫝ🎸

❤️⃟Wᵃf✰͜͡ᴠ᭄ᴇʟᷜᴍͣuͥɴᷤ✪⃟𝔄⍣⃝కꫝ🎸

Kamu sih Neng bebal banget, udah di peringatin si Abah tapi g di gubris juga. Lhaaaa bilangnya nyari obat malah mau di tumbalin, Apa coba maksutnya

2023-10-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!