Dewi Laya Bajramaya bersedekap sembari menatap para cethi yang memuja ketampanan Nanang yang kini sedang membersihkan kerisnya di kursi bersandaran tinggi. Bergaya seperti seorang Patih kerajaan, Nanang menyeringai sewaktu ia membalas tatapan Dewi Laya Bajramaya.
“Saya tau kau sengaja mengundangku, Dewi.” Nanang menghela napas.
Harum kemenyan setanggi berseliweran di sana, harumnya membawa Nanang pada keadaan rumah kakek-neneknya sebelum mengalami banyak perubahan.
“Pandu tidak segampang dugaanmu. Wataknya memang menyenangkan, tapi dia seperti kedua orang tuanya. Keras kepala.”
Dewi Laya Bajramaya mengalihkan perhatiannya pada pemuda itu. Pemuda yang terus-menerus mengaku sebagai anak bawang dan mendapatkan dukungan keras dari Laras.
Walau mendengus dan bereaksi jengkel, Dewi Laya Bajramaya masih menampakkan keanggunannya dengan duduk manis sambil memangku kedua tangannya di pangkuan.
Ada kekuatan lain yang di bawa Nanang, kekuatan yang samar dan membuatnya enggan mendekat lagi setelah menyiapkan kamar terbaik untuknya.
“Memangnya Pandu akan terus kau anggap anak bawang? Anak itu perlu mendewasakan diri sebagai konsekuensi dari statusnya sekarang!”
Nanang memasukkan kerisnya ke dalam warangka dengan mantap lalu menegakkan tubuh. Meski sejak tadi dia mengeluhkan punggungnya pegal-pegal.
“Mendewasakannya adalah urusan ibunya dan keinginan Pandu sendiri, bukan dengan caramu dan Pawiro! Di mana dia sekarang?” tanya Nanang dengan suara tegas.
“Tapa!” sahut Laras. Bocah itu senang banget Nanang datang, wong akhirnya dia bisa bobok di kamar, dilayani, di kasih makan enak-enak. Tidak seperti kemarin. Tidur tempat seadanya di tambah mendapat kecaman dari prajurit sang Dewi.
Laras menguncupkan bibirnya. “Ki Pawiro tidak sayang lagi sama Pandu, dia tidak mau jadi pamong lagi. Bosan.”
“Cah cilik diam saja!” pungkas Genta.
Laras jelas mencak-mencak. Pokoknya tidak terima di anggap anak kecil. Dan ketika hantu kecil itu sedang marah, gerakannya membuat Nanang dan Pandu otomatis tersenyum geli.
“Sudah kamu diam saja, Ras. Hari ini hari penting. Wes duduk manis.” saran Pandu sambil menepuk-nepuk samping tempat duduknya.
Dewi Laya Bajramaya otomatis mengulurkan selendangnya, selendang itu menarik Laras agar duduk di sampingnya saja.
Laras mendengus, dia bersedekap sembari memunggungi Dewi Laya Bajramaya yang sama-sama mendengus jengkel dan tidak tertarik beramah-tamah dengan hantu kecil kurang ajar itu.
“Aku tidak akan pernah melepas Pandu dengan mudah!” tandas Dewi Laya Bajramaya saat itu juga.
Nanang berhenti mengurut punggungnya meski sudah melakukan istirahat semalaman. “Hanya itu saja?”
“Pandu tidak akan melepasku!”
“Aku gak mau sama kamu.” sergah Pandu. “Gak ada gunanya kita bersama!”
“Ada, Pandu. Kamu jangan putus asa!” bujuk Dewi Laya Bajramaya
“Gimana aku tidak putus asa, kamu lho ngaku-ngaku jadi bojoku, itu sinting, edan!”
Cekatan Nanang memberikan saran pada keponakannya. “Tidak begitu caranya merayu wanita, cah bagus.”
“Aku begitu memang tidak ahli kok, om.”aku Pandu tanpa keberatan. “Aku cuma mau pulang, tugas kampusku lho belum aku kerjakan. Mana aku masih semester awal, itu saja malas-malasan. Mana udah janji sama Yanda buat jadi sarjana. Om... tukar nasib aja yo? Lumayan lho itu. Lagian om lebih pengalaman.”
Nanang jelas-jelas langsung menggeleng. Punya anak lima lagi, masih kecil-kecil. Mereka adalah harta paling berharga, dia akan menjaganya sampai maut menjemput. Dan hal itu bukan sekarang dan hal itu tidak mungkin tergantikan oleh Pandu.
Secuil hati Nanang mendadak tergelitik dengan saran keponakannya yang cari gampang. “Dari dulu om sudah berkorban untuk keluargamu, masak iya sekarang om juga harus berkorban demi kamu pulang ke bumi. Itu tidak adil! Ibumu tambah kasian kalo aku tidak pulang.”
“Bawa-bawa ibuku terus, masa Iddah belum selesai kok! Om jangan macem-macem yoo.”
“Gelot-gelot.” seru Laras sambil bertepuk tangan.
Nanang menghela napas. Situasi rupanya memang tidak cocok dengan candanya. “Kita bakal pulang semua, Pandu Mahendra Adiguna Pangarep!”
“Pandu tidak boleh pulang!” sergah Dewi Laya Bajramaya. “Jika dia mau pulang, dia harus berjanji dulu tidak melepasku!”
“Semudah itu untuk keluar dari sini?” tanya Pandu.
Nanang menggeleng cepat. “Kamu belum cukup memahami bagaimana repotnya mengurus seorang bidadari, Pandu! Jangan sampai membuat perjanjian dengannya.” ucapnya dengan nada yang lebih kalem
“Kenapa?”
“Itu akan menjadi perjanjian seumur hidup seperti yang dilakoni ayahmu! Ayahmu melepas nyai selendang hijau demi mengurangi rasa bersalah pada ibumu dan itu membuatnya menderita.” kata Nanang dengan penekanan kuat pada setiap kalimatnya.
Pandu menatap takjub omnya, seolah dia tidak tahu apa yang telah terjadi pada ayahnya.
Pandu berdecak kesal. “Ribet banget.” keluhnya pada Genta.
Genta menganggukkan kepala. Tapi tidak serta-merta memberi solusi karena dia sama pusingnya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
App Putri Chinar
kalo yang Ndu bilang cantik itu ya????
apa siih koq aq lupa🙈
2024-02-18
0
App Putri Chinar
bisa ae to om
2024-02-18
0
App Putri Chinar
om oyen jelas Yo wegah to ndu
2024-02-18
0