Pandu tercenung di depan kamar yang terbuka menyambut kedatangannya. Tak terbayangkan harus seperti ini akhirnya. Sebuah rentetan peristiwa dan kejadian yang tidak bisa di nalar barang sejam dan dua jam membuatnya gundah gulana. Kosongnya hati yang selama ini ia biarkan terisi dengan histori keluarga dan teman tanpa secuil pun berminat mengadu perasaan dengan seorang perempuan malah seperti ini. Sekilas dia tampak layu saat ini.
Pandu tahu betapa sulit merendahkan diri untuk Dewi Laya Bajramaya. Bagi Nanang mungkin mudah, dia penipu ulung, aduh tipuannya tidak bisa di tiru karena memang ia adalah sebaik-baiknya pria matang dengan seribu persona. Tapi baginya yang anti sebagai penipu, susah sekali memandang Dewi Laya Bajramaya sebagai seorang yang tiba-tiba datang padanya, mengaku cinta.
“Kenapa tidak masuk?” tanya Dewi Laya Bajramaya sambil menyisir rambutnya di depan cermin.
Oh Pandu tahu rambut itu sangat halus dan wangi. Pandu tahu betapa sering Laras memuji rambutnya dan bermimpi ingin memiliki rambut yang sama, Laras iri padanya sebab rambutnya kusut meski sudah sering Nyai Dasima menyisirnya.
Pandu menarik napas, ia sebetulnya ragu untuk masuk ke dalam kamar itu, wong Nanang bergeming tidak jauh darinya, mendesaknya agar menganggap wajar siapa Dewi Laya Bajramaya.
‘Coba dulu satu langkah, lalu satu langkah lagi buat dekat sama Dewi. Kamu harus bikin Dewi hanya memikirkanmu, Ndu. Memikirkan perhatianmu. Buat dia lemah karenamu, sebab saat itu, lemah juga pertahanannya karena mau tidak mau aku menyimpulkan wanita itu mudah ditipu dengan bujuk rayu.’
Apa mauku, apa maumu, slalu menjadi masalah yang tak kunjung henti.
Pandu berhenti di belakang tubuh Dewi Laya Bajramaya, bidadari itu tersenyum menyambutnya dan secara otomatis pintu tertutup.
Nanang tersenyum geli bersama Genta yang sejak tadi cuma menjadi pendengar sambil tidur-tiduran.
“Pelajaran apa yang bisa Pandu dapat dari kejadian ini, Gen?” tanya Nanang.
“Jangan menirumu!”
Asem! Nanang menatap perwujudan Genta saat ini sambil nyengir. “Bawa aku ke Pawiro.,. Kusumo enggan ikut campur jika keadaan belum genting sekali.”
Genta melangkah dengan lemas ke arah kurungan yang gelap gulita, keduanya meninggalkan Pandu yang tetap menunggu rutinitas sehari-hari Dewi Laya Bajramaya menyisir rambut sampai puas.
Pandu menautkan kedua tangannya di belakang punggung alih-alih memegang bahu sang bidadari sembari mengecup ubun-ubunnya seperti kelakuan ayahnya kepada ibunya.
“Rambutmu tidak rontok?” tanya Pandu.
Dewi Laya Bajramaya sebenarnya tahu, tapi ia memilih tidak tahu dengan maksud Pandu.
“Aku tidak ingin mencintaimu seorang diri, Pandu.”
“Bisa tidak gak perlu bahas cinta terus, aku eneg. Sumpah.” protes Pandu dengan nada kesal.
Dewi Laya Bajramaya menaruh sisir emasnya di meja. Dia pun menarik selendangnya dan menaruhnya di meja.
Dewi Laya Bajramaya berbalik, menatap Pandu dengan sorot mata bening yang tajam.
“Aku menculikmu karena aku cinta kamu dan sadar aku tidak bisa masuk ke rumahmu lagi. Rumahmu sudah memakai kubah perlindungan. Yang di luar tidak bisa masuk, yang di dalam tidak bisa pergi kecuali di ajak seperti Laras dan Genta. Ajak aku pulang ke rumahmu, Pandu. Aku berjanji, aku tidak ganggu kamu.”
Kubah perlindungan? Apa mata batinku sudah kadaluarsa sampai aku tidak menyadari apa-apa?
Pandu melepas tangannya seraya dengan kikuk menyentuh ujung rambut Dewi Laya Bajramaya dan menghirupnya.
“Pakai sampo apa kamu?”
“Lerak dan minyak kelapa.”
Pandu menyudahi memegangi rambut Dewi Laya Bajramaya. Takut wanita itu kian tersenyum manis dan mendekat padanya.
“Kenapa bidadari seperti putri-putri kerajaan jaman dulu? Banyak orang yang mengira entitas di atas angin memiliki kehidupan yang lebih modern daripada peradaban manusia di bumi saat ini. Seperti kota saranjana? Kota wentira? Padang 12?” Pandu menyebutkan kota gaib yang konon ada di Indonesia.
“Kenapa kahyangan ini berbeda.”
“Pandu.” Dewi Laya Bajramaya menyentuh dada kekasihnya dengan tatapan kemayu. “Sudah jangan tanya-tanya lebih lanjut. Kamu cerewet sekali malam ini.”
“Lho piye toh, kamu mau aku baik padamu tapi kamu slalu menganggap kelebihanku mengganggumu. Gak asik!”
Pandu berbalik seraya melepas jaket gunungnya yang tidak pernah lepas dari tubuhnya. Dia duduk di tepi ranjang, melepas sepatu gunungnya lalu mencuci kaki dan wajahnya di kamar mandi terbuka. Dengan iseng Pandu menggunakan selendang sutra milik istri gadungannya untuk mengeringkan wajahnya.
Dewi Laya Bajramaya mendengus manakala Pandu langsung membuat ranjangnya berantakan karena bocah itu perlu melakukan atraksi lompat dulu sebelum rebahan. Pandu memeluk guling yang saban harinya hanya ia gunakan sebagai pembatas tidurnya.
Pandu menatap Dewi Laya Bajramaya dengan senyum jenakanya.
“Kamu mana tau aku slalu manis di depan bunda biar bunda mikirnya aku anak baik, tapi sebenarnya aku gak jauh beda kok dari remaja pada umumnya. Aku nakal, sini bobok.”
Dewi Laya Bajramaya berhitung sampai angka seratus untuk menunggu perubahan dari permintaan Pandu untuk bobok bersama.
“Kamu tidak bercanda hari ini, Pandu? Atau kamu sebenarnya sudah bosan tidur di tikar?”
Pandu mengelus seprei untuk merapikan kainnya seolah Dewi Laya Bajramaya tidak sudi tidur di atas seprei lecek.
“Sudah sini, tapi tutup dadamu yang terlihat itu. Soalnya lebih menarik wajahmu daripada dadamu!” celetuk Pandu tanpa berpikir panjang.
Dewi Laya Bajramaya menatap buah dadanya yang mengintip keluar dari kembennya tapi tidak nampak seronok. Lalu menyentuh wajahnya.
“Kakang benar tidak suka dadaku?”
Pandu menutup wajahnya. Malu.
“Aku suka, tapi besok saja lihatnya. Kapan-kapan kalo mau. Sekarang tidur! Aku besok mau kerja keras soalnya.”
Dewi Laya Bajramaya naik ke atas ranjangnya, dia menarik bantal yang menutupi wajah Pandu.
“Ayo lihat wajahku, Pandu. Katamu wajahku menarik.” bujuk sang Dewi.
Pandu memejamkan mata sejenak sebelum menatap paras cantik tak bercela di depannya. Pandu tersenyum kikuk melihat betapa cantik bidadari itu jika diam saja begitu.
Dewi Laya Bajramaya tersenyum, tangannya terulur, menyentuh pipi Pandu lalu mencubitnya dengan gemas.
“Aku sayang kamu, aku hadiah buat kamu karena kebaikanmu!”
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
App Putri Chinar
awaasss Ndu....Ojo kegoda
2024-02-18
0
App Putri Chinar
yakiiinn....????
2024-02-18
0
App Putri Chinar
seemm
2024-02-18
0