Dhanu

Hari mungkin sudah siang, tapi kehangatan di lereng gunung tidak ada. Dhanu menarik tudung jaketnya agar menjaga suhu tubuhnya dari terpaan angin dan udara dingin yang tidak hilang sejak semalam.

Dhanu melirik kertas yang di beri Mbah Mangku setelah keluar dari rumah uang nyaris membuatnya berhalusinasi sepanjang malam.

“Kamu tidak perlu tanya-tanya itu apa, cah bagus. Cari keluarga Pandu Mahendra. Berikan itu ke mereka secepatnya.” Mbah Mangku menepuk-nepuk bahunya.

“Sing ati-ati, Mbah percaya kamu mampu!”

Dhanu menyusuri jalan setapak batu yang retak. Dia menoleh, memandangi Mbah Mangku yang tersenyum lebar sambil menganggukkan kepala. Alih-alih tenang, senyuman Mbah Mangku menambah ngeri perasaannya.

Dhanu mengangguk pelan, pamit, sebelum masuk ke mobilnya. Ia menatap bekas tempat duduk Pandu lalu menghidupkan mesin mobil. Berulangkali dia berusaha menstarter mobilnya, tapi mesinnya slalu ngadat. Dhanu yang realistis mengira mesinnya kedinginan terus menstarter mobilnya.

Mbah Mangku mendekat. Mengetuk kaca. Namun ketika Dhanu menoleh, wujud Mbah Mangku yang menjureng seram justru mengagetkan Dhanu. Dia tersentak, jantungnya memompa darah dengan cepat.

“Apa, Mbah?” tanya Dhanu setelah keluar dari mobil.

Mbah Mangku menghela napas. “Kamu doa, ada yang nahan kamu!”

Dhanu berdiri membeku selama sejenak ketika Mbah Mangku membuka mata batinnya. Sosok gelap dengan tubuh berbulu dan mata merah di atas mobil memelototinya. Bau singkong bakar menyengat hidungnya diikuti geraman panjang.

Dhanu tersentak, bulu kuduknya merinding. Rasa mual dan pusing langsung mengaduk tubuhnya setelah memandang sebuah dunia tanpa lapisan.

Mbah Mangku menabok punggungnya. “Dongo!” bentaknya.

Dengan mulut ternganga bahkan tubuh yang di tahan Mbah Mangku, Dhanu kesulitan mengucapkan sepatah kata.

Mbah Mangku merapalkan doa dengan intensitas sengit. Bagai asap obat nyamuk bakar sosok itu memudar dari atas mobil, asapnya mengitari Dhanu sampai pria itu tercekat dan terbelit asap.

“Kamu wudhu, baca doa. Selama perjalanan nanti jangan meleng!” perintah Mbah Mangku setelah menarik tubuhnya yang terangkat.

Dhanu meneguk ludahnya dan tarikan napasnya terasa berat tertahan.

“Itu suruhan buat nahan kamu biar tidak sampai ke keluarga Pandu. Kamu yang yakin!”

Dhanu memegangi lututnya seraya mengeluarkan kopi dan pisang goreng yang dimakannya bersama keluarga Mbah Mangku tadi.

“Aku lemes, Mbah.” gumam Dhanu.

Mbah Mangku mendengus, sebelum Dhanu menyebutnya dia sudah tahu.

“Sudah kamu istirahat bentar terus pergi dari sini. Hidup di dunia sana berbeda dari sini, kasian temanmu!”

Dhanu mencengkeram lututnya sekaligus tersentak mendengar tudingan Mbah Mangku.

“Kira-kira Pandu sekarang lagi apa, Mbah?”

Langkah Mbah Mangku tertunda manakala Dhanu menyita perhatiannya. Bocah itu sungguh-sungguh naif tapi penasaran. “Saya tidak tahu, sudah sana wudhu!”

Dhanu menatap gunung yang berselimut kabut. “Pandu kan nikah sama bidadari, yo pasti dia seneng-seneng!”

Koclok. Wajah Mbah Mangku berubah tidak senang. Seneng-seneng cuma sesaat. Jadi tawanan mereka taruhannya nyawa atau gila!

Dhanu menuruti perintah Mbah Mangku seraya menghidupkan mesin mobil. Ia menuruni lereng gunung. Di sepanjang perjalanan yang kanan kirinya merupakan ladang warga dan kabut yang masih merajalela, sosok entitas gendruwo itu masih menyita pikirannya hingga menghilangkan konsentrasinya beberapa detik. Mobil oleng ke kiri, merangsek di antara rumput gajah sebagai pembatas jurang lima meter. Susah payah Dhanu mengembalikan posisi mobil di tengah suasana frustasi yang berdebar dan kondisi mistis yang dialaminya.

Dhanu menahan napas ketika mobilnya menabrak sesuatu. Dikuasi rasa tanggung jawab yang besar, Dhanu keluar dari mobil. Dia mencari-cari di mana subjek yang mengeluarkan suara retakan tulang.

Dhanu melongok ke bawah mobil, tubuhnya terpaku melihat sosok yang meringkuk, bermata putih, berwajah tua dan pucat memandangnya dengan senyum jelek. “Dhanu!”

Pria itu menjerit histeris seraya masuk ke dalam mobilnya secepatnya mungkin. Gegas ia membabi buta menekan pedal gas menjauh dari lereng gunung dengan peluh yang membasahi sekujur tubuh setelah melindas sosok nenek pengganggu.

“PANDU!”

...***...

Terhempas dari rasa syok sehari kemarin. Dhanu berdiri di depan rumah yang tidak pernah ia sangka sebelumnya.

“Cari siapa, Le?” Seorang wanita berkebaya dan memakai kain jarik mendekat. Dhanu mundur, meski senyumnya terlihat ramah karena ia spontan teringat dengan sosok yang ia lindas kemarin.

“Saya Dhanu, teman kampus Pandu, Ibu.”

“Lho kamu tidak ikut camping sama mapala di kampusmu?”

“A-nu, ibu.” Dengan gagap Dhanu mengeluarkan selarik kertas yang sangat ia jaga keberadaannya. “Saya cuma mau menyampaikan kabar kalo Pandu bertapa di gunung ini dan-dan dia... Kata Mbah Mangku suruh baca kertas ini.”

Dhanu menyerahkan kertasnya, Rinjani membuka kertas itu lalu mengamati tulisan.

“Sebentar, kamu ikut saya saja dulu ke dalam.”

Dhanu lagi-lagi spontan memundurkan tubuhnya. Takut.

“Saya di sini saja ibu.”

“Lho... Kamu kenapa to, Le. Kok takut begitu?”

“Anu ibu, pokoknya keluarga Pandu harus segera membuka portal antar dimensi dan mengunjungi gunung itu secepatnya. Pandu di culik bidadari!”

Pyarrr...

Dhanu langsung melihat perubahan drastis di wajah Rinjani. Wajah nenek cantik di depannya itu langsung menunduk dan sedih.

“Maksudmu Pandu hilang di gunung?” tanyanya emosional.

Dhanu mengiyakan. “Ceritanya panjang, Ibu. Saya masih deg-degan sampai sekarang. Pandu bawa teman-teman gaibnya ke sana!Saya tidak tahu pasti, saya hanya disuruh kuncen menyampaikan pesan ini.”

“Nang, Nanang. Sinio tak kasih tahu!” seru Rinjani sambil melambaikan tangan.

“Ada apa Mbak?”

“Kamu baca ini dan temukan Pandu secepatnya.” ucap Rinjani sambil menyerahkan kertas itu ke tangannya.

“Dia seperti masmu, dia disukai mereka. Aku tidak mau anakku ada hubungan dengan mereka!”

Nanang melemparkan tatapannya ke Dhanu. “Ikut saya, saya tolong kamu!”

Dhanu menggeleng. “Saya kapok, kuncen kemarin membuka mata batin saya dan itu belum sepenuhnya tertutup!”

Nanang tersenyum geli. “Masih ada residu yang tertinggal di badan kamu. Saya bersihkan! Ayo.”

“Gak!”

“Sudah kamu nurut saja, ini om-nya Pandu, om ini sama seperti temanmu!” timpal Rinjani lalu menuntun Dhanu ke dalam rumah.

Dhanu terpukau, meski rumah itu sudah di renovasi menjadi lebih cerah dan semi modern. Dia tidak mungkin menyangkal kehidupan Pandu terlampau unik dan menakutkan.

...***...

Terpopuler

Comments

MeIndr

MeIndr

apa mbk sakvivi bisa liat hantu ya kok banyak Tau tentang mereka

2024-07-29

2

Sri Surya

Sri Surya

berarti tiap sore bau singkong bakar itu rumahku ada gendruwonya...YA Allah ngeri bener..

2024-05-24

0

App Putri Chinar

App Putri Chinar

residu setan masih nempel

2024-02-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!