...Dear reader, mohon maaf baru update lagi ya. Keluarga baru berduka dan kebetulan Vi lagi flu, jadi beberapa hari sedang repot dan untuk istirahat. Semoga masih berkenan membaca kisah ini....
...Cheers untuk Pandu dan Dewi Laya Bajramaya ᕙ( : ˘ ∧ ˘ : )ᕗ...
...***...
Pandu memejamkan mata kala Dewi Laya Bajramaya meringkuk di samping tubuhnya sembari mengusap dadanya dengan ekspresi kemayu. Usapan lembut nan sensual yang menjalar ke bawah selendang yang membungkus tubuhnya itu menyesakkan dada Pandu yang menahan napas dan diri.
Tak terbayangkan sebelumnya dia harus larut dalam bujuk rayu seorang bidadari yang mustahil menunjukkan wujud nyatanya sebab memang begitulah adanya, paras dan tubuhnya bisa ia sesuaikan dengan keinginan sang ‘tawanan’ agar jatuh cinta padanya, dia bisa jahat jika keinginannya tidak terpenuhi tapi tidak akan menjadi bentuk yang menyeramkan. Oh para Hapsari tidak akan melakukan itu sebab bidadari tugasnya menggoda niat dan nafsu manusia. Untunglah bukan para Batari yang jatuh cinta pada Pandu, jika iya sudah tamat riwayatnya.
“Kakang harusnya tidak kaget memiliki seorang penggemar bidadari setelah menuruni pamong ayahandamu. Kamu terkenal di sini, Pandu. Pawiro sayang sama kamu, kamu di bawa ke sini buat belajar kesungguhan dan ketetapan hati.”
Asyuuuu... Pandu membuang napasnya lewat mulut, benar-benar benci pada kondisinya sekarang. Ki Pawiro memang menjebakku, alah kampret tenan!
Dewi Laya Bajramaya menjawil dagu Pandu yang mulai di tumbuhi jenggot ketika wajah pemuda berkulit halus putih mirip ibunya saat muda itu bersemburat merah. Marah.
“Alaahh kakang, jangan gitu mukanya. Kalau Pandu baik aku buka selendangnya.”
“Preett... Aku tidak percaya!”
Dewi Laya Bajramaya mengulum senyum sembari merebahkan kepalanya di lengan atas Pandu, matanya yang memiliki bulu mata lentik mengerjap. “Gemas.”
Ck...
Pandu hendak memiringkan tubuhnya, ndilalah, angel. Dan daripada kehilangan lebih banyak energi yang otomatis mengubah cakra dalam tubuhnya dia diam saja.
Wes saksenengmu.
Tanpa membuka mata, Pandu berargumentasi sendiri seakan bercerita.
“Yanda adalah lelaki Jawa tulen yang jelas akan menyelidiki bibit-bebet-bobot mantunya sampai ke akar-akarnya. Dia patriarki pol-polan, tidak pernah bikin minum sendiri, apalagi ngeliwet sego. Di dapur kalau tidak ada ibu tidak pernah mau masuk wilayah itu. Ayahanda adalah laki-laki yang perlu dilayani ibu, apa pun ibu yang menyiapkan dan aku tidak sepertinya. Aku berbeda dengan ayahanda meski cakra yang kami miliki sama. Aku bahkan tidak seperti Yanda, tidak ingin sepertinya.”
“Kenapa?” Dewi Laya Bajramaya tertarik.
“Aku tidak mau menyusahkan istriku kelak. Aku ingin setia tanpa pendamping spiritual. Dari Yanda dan Bunda aku belajar banyak, tentang kesetiaan dan pengorbanan. Tentang sebuah perkawinan tanpa memaksa garis takdir.” Pandu melepas napas lega seolah telah melepas sesuatu yang dia pendam sendiri.
Pandu membuka mata setelah menguasai dirinya. “Aku sudah pernah bertemu denganmu sebelumnya setelah aku ingat-ingat. Di rumah. Ayahanda pernah membanting pintu waktu ada cahaya jingga masuk ke ruang kerjanya, itu warnamu, warna bajumu. Kamu menggoda ayahanda, tabiatmu, penggoda! Kamu menyakiti ibuku! Asu!”
Dewi Laya Bajramaya mengutuk ucapan kasar Pandu dengan membekap mulutnya.
Pandu mendelik tapi kemudian memejamkan mata seakan sudah mempelajari sikap Dewi Laya Bajramaya yang naik turun seperti remaja labil. Tidak konsisten. Kurang ajar.
Dewi Laya Bajramaya cemberut. “Cuma sekali aku menggoda ayahandamu, dia tidak tergoda, dia hanya menyayangi ibumu karena ibumu adalah titisan Batari Dewi Anjani, dia juga menyayangi adiknya, ayahmu menangis sendiri karena cintanya. Ayahmu seperti raja namun juga raksasanya!”
“Aku tahu!” bentak Pandu. “Cukup! Ayahku sudah tiada. Kamu tidak punya hati.”
Raut wajah Pandu yang nyaris menangis membuat Dewi Laya Bajramaya otomatis melepas selendang yang membelit tubuhmu.
“Aku tidak bermaksud mengungkitnya.” Dewi Laya Bajramaya berwajah menyesal. “Aku suka ibumu.”
“Bunda adalah wanita yang cantiknya pol-polan, hobinya masih gosok baju Yanda sampai sekarang, biar di pakai aku, mas, mantu dan om, bunda tidak akan mau memiliki mantu seorang bidadari, tidak terlihat, tidak bisa bantu beres-beres rumah! Tidak bisa masak. Bunda tidak suka kamu!”
Dewi Laya Bajramaya tergelak, tambah gemas dengan Pandu yang polosnya minta ampun. Marahnya terlalu jujur dan seadanya. Tidak misterius seperti ayahnya. Tidak salah lagi mengapa kepemilikan keistimewaan Kaysan jatuh padanya ketimbang kakaknya. Dia sudah di tandai ayahnya sendiri dengan membawanya lebih dekat pada dunianya daripada kedua anaknya yang lain.
“Aku sudah mengantisipasinya dengan membiarkan ommu masuk ke sini, dia di culik prajuritku agar bisa bertransaksi denganku. Dia bawah geger geden. Kabut tebal di mana-mana. Orang-orang pada turun daripada bangun tenda.”
“Kamu cinta atau obsesi toh? Kalau kamu hanya ingin cakraku ambil saja, aku tidak peduli. Aku lebih senang jadi manusia biasa.” sembur Pandu, kekhawatirannya lantas membuatnya bangun. Di bawah terjadi kekacauan lagi, ibuku pasti tambah uring-uringan.
Dewi Laya Bajramaya mengelus punggungnya.
“Aku mung sembrono njur kulino. Ra ngiro bakal nuwuhke tresno.” ( Aku hanya kurang hati-hati lalu terbiasa. Gak nyangka akan menimbulkan cinta )
Dewi Laya Bajramaya ikut bangkit dari tempat tidurnya, dia duduk di samping Pandu yang termenung.
“Aku sayang sama kamu, Pandu. Dari lahir sampai sebesar ini. Aku mencintaimu dari tempatku ini, aku menemuimu jika seluruh kekuatanku penuh tapi kamu sudah di sini. Aku tidak mau kehilanganmu. Aku tidak mau kamu pergi.”
Pandu bingung banget, tidak tahu harus ngapain setelah beberapa jenak. Toh dia cuma tinggal nunggu omnya datang, transaksi yang pastinya akan sulit, nyawa urusannya.
“Ya kalo kamu cinta mati sama aku, kamu ikut saja ke bumi, gak usah di kahyangan, dan kamu harus siap aku punya istri manusia.” kata Pandu diplomatis.
“Aku tidak mau.” Dewi Laya Bajramaya menggeleng, “Aku mau kamu di sini, aku bisa melayanimu sebagai sejatinya seorang istri.”
Pandu tersenyum mengejek. “Aku capek, kamu mau ayahku, kamu di tolak, sekarang kamu mau aku, kamu tandanya tidak bisa move on dari bayang-bayang ayahku, kamu cuma memanfaatkan kebaikan Ki Pawiro dan kesedihanku. Kamu tidak betul-betul cinta sama aku, kamu cuma terobsesi.”
Dewi Laya Bajramaya juga mengeluhkan rasa capeknya menghadapi Pandu yang tetap bersikeras ingin melengserkan cintanya.
“Aku mau tidur saja.” akunya sambil merebahkan tubuh, dia memunggungi Pandu.
Pandu mengambil selimut sutra yang saban harinya dia pakai untuk alas tidurnya di tikar.
“Memang bagusnya kamu tidur saja, sudah malam, matamu nanti jadi mata panda karena begadang, gak cantik.” ucap Pandu setelah membungkus tubuh Dewi Laya Bajramaya dengan selimutnya.
Dewi Laya Bajramaya jelas tidak terhibur dengan perhatian Pandu wong Nanang malah membunuh prajuritnya yang menjadi harimau dan kini tersesat di antah berantah.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
may
Jelalah🤣
2024-10-22
0
may
Angel tenan ketok e🤣
2024-10-22
0
App Putri Chinar
cieee... perhatian sama bidadari ganjen
2024-02-18
0