14. Orang Tua

Sopinah dan Queen menghadap ke sebuah cermin indah nan besar berkilauan. Queen membelai rambut Sopinah yang sebagian menutupi jidat tidak jenongnya.

"Hai, Gold Mirror, katakan apakah gadis ini cantik?" tanya Queen kepada cermin itu.

Sopinah menyiapkan mental jika cermin itu benar-benar bisa bicara. Tapi bukankah sedari dia memasuki Dreamland, semua yang tak mungkin menjadi nyata di sini. Dia hanya harus pasrah saja melihat keajaiban yang paling absurd sekalipun.

Bayangan di cermin bernama Gold Mirror itu berputar meyerupai putar portal biru. Kemudian terbentuk mata dan bibir yang siap untuk memberikan kritikan bagi siapa yang bercermin di sana. Mata itu menyipit memperhatikan Sopinah.

"Haaah!"

"Nggak usah kaget gitu! Kamu udah biasa di sini, kan?" Queen menenangkan Sopinah yang tampak tegang.

"Gadis ini cantik. Standar. Tapi yang paling cantik di Dreamland tetaplah Anda, Queen Elizambret," jawab suara feminim yang keluar dari sang cermin. "Hanya saja bajunya agak norak."

"Tuh, dengar, kan? Kamu cantik. Cuma emang bajunya bisa di-upgrade dikit," tutur Queen sembari menatap baju pasien yang dikenakan oleh Sopinah.

Mulut dan mata pada cermin itu berputar kembali lalu menghilang menjadi cermin yang stagnan seperti pada umumnya. Sopinah masih mengatur napas tegangnya. Walau sudah membiasakan diri dengan ha-hal absurd, dia tetap terkejut melihat sesuatu yang belum pernah dilihatnya.

"Tenang, jangan khawatir. Ayo kita ke ruang warddrobe!" ajak Queen.

"Maaf, Queen, mendingan Queen istirahat aja. Saya takut Queen kurang tidur."

"Nggak apa-apa. Aku nggak harus selalu tidur juga. Walau kurang tidur, nanti kembali fit lagi, gampang."

Sopinah manggut-manggut saja sembari berpikir semua ini mengingatkannya pada sebuah kisah yang tak asing. Ratu cantik dan sebuah cermin yang bisa berbicara, itu mirip dengan dongeng terkenal favoritnya semasa kecil.

"Snow White!" pekik Sopinah dalam perjalanannya bersama Queen ke ruang warddrobe.

"Apa, Sofi? Snow White? Itu kisah yang mirip dengan istanaku. Iya, kan? Menurut kamu, lebih bagus di sini atau di dongeng itu?"

"Jelas bagusan di sini. Di sini ada gabungan berbagai tempat indah di dunia. Makanannya juga enak-enak semua. Dan mahal-mahal."

Tapi beda sama Snow White. Harusnya ada kurcaci. Putri Snow White-nya juga nggak ada. Eh, jangan-jangan aku Snow White-nya. Hahaha, ngarang banget. (Sopinah).

Mereka tiba di tempat tujuan. Pintu terbuka membuat Sopinah heran, bukankah Queen juga bisa menembus dinding?

"Kok buka pintu, Queen? Kan bisa tembus."

"Itulah yang semua orang boroskan di sini. Kalau nembus-nembus sesuka hati, energi gampang habis dan wajib tidur. Kalau aku bisa mengatur hasraat ingin menembus jadi nggak tidur pun aku masih bisa fit."

Sopinah masuk dengan mulut menganga. Di Dreamland, mulut gadis itu dipastikan selalu menganga. Gadis itu melotot melihat tas-tas branded yang sangat mahal. Bahkan di dunia manusia, hanya klan Kadarkasihan dan keluarga high class yang bisa menggunakannya.

"Ini kayak tasnya Nida."

"Itu termasuk tas low end. Kamu coba yang itu merk Kremes atau Balensial. Atau boleh merk Kristian Diorok."

Tangan Sopinah memegang tas itu tapi tak bisa. Selalu tembus. Sedangkan Queen lancar-lancar saja memegangnya.

"Akh, kamu belum tahu rahasianya. Kamu merem dulu. Lalu katakan dalam hati kamu ingin memegang."

Sopinah menuruti semua instruksi dari Queen sehingga sukses memegang tas itu.

"Oh git caranya. tapi kemarin aku makan pot roast itu kok bisa pegang sendok dan semua makanan ya? Padahal aku belum tahu cara ini."

"Itu karena kamu tanpa sadar udah yakin dan niat kalau mau makan dan mau pegang semua alat makan. Kalau udah terbiasa, nggak butuh waktu lama menyesuaikan keinginan."

Gadis itu mencoba semua tas dan sepatu yang ada di sana. Dia mencibir tas milik temannya yang di sana berada di rak bawah.

"Bajunya ada di sebelah sini," kata Queen sembari membuka almari yang dipenuhi baju.

Sopinah memekik kegirangan sembari mematut baju yang sekiranya cocok untuknya. Karena orang-orang di sana rata-rata menggunakan gaun dan midi dress, Sopinah pun kesetrum untuk memilih baju dengan model senada.

"Wah, cantik banget, Sofi," puji Queen.

~

"Pin, bangun, Pin!" panggil Bu Eko.

Sudah menjelang jam 5 sore, sudah waktunya para pasien untuk membersihkan diri dibantu oleh para perawat. Sopinah terbangun sembari tersenyum-senyum sendiri.

Seusai mandi, dia mengenakan baju pasien yang baru. Dia mematut diri di hadapan cermin. Hal itu menarik perhatian ibu dan ayahnya yang bersiap untuk makan.

"Kok bangun tidur terus mandi terus cengar-cengir di depan cermin gitu? Kesambet?"

"Aku lagi nyadar aja kalau ternyata aku cantik juga ya."

Bukannya setuju dengan pernyataan Sopinah, kedua orang tuanya malah terbahak-bahak. Bahkan Pak Eko tersedak telur ceplok lalu berhenti makan sejenak demi bisa tertawa lepas dan ngakak.

Nyali Sopinah menciut mendengar tawa yang bagi orang tuanya lucu, tapi baginya menyakitkan.

"Kok pada ketawa sih? Bapak Ibu nggak suka kalau aku percaya diri dikit?"

"Bukannya nggak suka, yang dibutuhkan orang kampung kayak kita ini bukan percaya diri tapi tahu diri. Masak kamu mukanya datar kayak pantaat wajan gitu mau ngaku cantik. Mana gelap pula. Kalau Ibu puji kamu di depan orang, orang-orang bukannya kagum malah ngakak atau malah sampai muntah-muntah."

"Cantik kan nggak harus mancung, nggak harus putih juga. Orang bilang kulit-kulit kayak gini tuh eksotis."

"Apa itu artinya? Yang ngerti cuma bule. Dan kita nggak bakal kenal sama bule. Orang tinggal aja cuma di kampung. Kita di kota besar gini kan karena beruntung aja kamu ketabrak orang."

Akhirnya telinga fisiknya mendengar perkataan itu juga. Padahal tadinya dia akan melupakan jika hanya mendengar saat dia dalam wujud astral. Karena, omongan yang dilontarkan di belakang orang yang bersangkutan tidak selalu ghibah, bisa saja karena curahan hati.

Kini malah dia mendengar langsung, bukan karena mencuri dengar. Hati Sopinah patah. Baru dia menyadari bahwa ibunya sangat rasis dan gemar body shamming.

Dan yang paling menyakitkan, tertabraknya dia dikatakan sebuah keberuntungan.

"Kenapa kok diem aja? Nggak terima?"

"Ya nggak terima lah!" teriak Sopinah.

"Ibu kan cuma ngomong-ngomong aja, buat bahan omongan biar nggak sepi. Nanti kalau diem nggak nanggepin kamu ya kamu marah juga."

Dada Sopinah terasa sesak. Dia sangat marah mendengar semua perkataan sang ibu yang benar-benar menyakitkan. Dia benar-benar tidak diberi celah untuk membela diri.

Jika dia ingin marah dan mengutarakan kesakithatiannya, ibunya selalu bisa mencegat dan mencegat sehingga dia lebih baik diam dari pada disakiti semakin dalam. Belum pernah sekali pun dia menang debat dari ibunya.

Bukan karena ibunya benar, tapi ibunya selalu punya senjata pamungkas untuk membungkam Sopinah. Salah satu di antaranya jika Sopinah mulai marah adalah mengatakan bahwa yang dikatakannya hanya bahan omongan tanpa mau mengerti bahwa omongan juga bisa menyakiti.

Sakit menyakiti bukan hanya masalah fisik, Bu!

"Aaarrrggghhh ...." []

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

oohh kalok sy biasa nya make nya yg merk Gentong,Herman Bekas Iih ato Pendi . 🤭🤭🤭
anak2 biasa nya make merk Nikung ,Adadeh sama Balensiapga 🤣🤣🤣🤣

2023-10-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!