12. Teman Tidak Original

Dokter itu menatap Sopinah sekilas. Tak ada senyum di wajah dokter itu. Tak masalah bagi Sopinah, wajahnya sangat tampan. Semua cowok di sekolah lewat.

Bagi anak baru gede seperti dia, ketertarikan kepada lawan jenis adalah hal baru. Beberapa kali dia mengagumi seseorang, tapi sekali pun belum pernah menjalin komitmen karena memang belum saatnya.

Dokter itu semakin mendekat ke arah Sopinah duduk. Gadis itu deg-degan maksimal. Jantungnya tidak aman kali ini. Tapi untung sedang berada di rumah sakit sehingga bisa cepat mendapat pertolongan jika sang dokter tampan itu benar-benar membuat jantung Sopiah letoy.

Dia datang, dia datang, aduh. Aku harus gimana? Senyum atau merengut? Terus harus duduk atau ngesot? (Sopinah).

Dokter itu berjalan lempeng saja tanpa memedulikan keberadaan Sopinah yang duduk di pinggir taman. Bukan karena sombong, tapi memang dia tidak melihat ada gadis di situ.

"Frans, tolong map ini diantar ke poli gigi ya, hati-hati ada hasil rontgennya!"

"Baik, Mas Soni," jawab Frans, menurut.

Lelaki itu setengah berlari menuju ke poli yang dimaksud. Tidak lama dia keluar lagi dan dimintai tolong lagi oleh perawat. Setelah selesai dengan urusan perawat, dia diminta tolong oleh seorang office boy untuk membawakan ember yang berisi perakakas untuk bersih-bersih.

Sopinah menganga, hobi. Antara kagum dan heran terhadap dokter yang name tagnya berbeda dengan dokter lain itu.

Dia baik banget ya, membantu semua orang. Tapi kok jarang senyum sih? Apa dia sakit gigi? Atau lagi sariawan? (Sopinah).

Dari tenaga medis yang berlari ke sana ke mari, Frans lah yang paling sibuk. Sopinah iba terhadap dokter tampan itu. Saat kebetulan mata Frans dan Sopinah beradu pandang, dokter itu memberikan tatapan tak bersahabat. Bahkan seperti orang marah.

Lhah lhah, kok gitu sih? Aku kan nggak ngapa-ngapain. Ternyata, orang ganteng nggak selalu ramah. Bener kata netijen, 'lo ganteng lo aman'. (Sopinah).

~

Dia kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Tapi dia sendiri bingung akan beristirahat di mana. Tempat tidur pasien yang diperuntukkan untuknya malah digunakan oleh Pak Eko.

Sedangkan Bu Eko berada di bed pendamping pasien. Masih terputar di layar smart tv sebuah film jaman dulu yang artisnya sama sekali tak dikenali oleh Sopinah.

Akh ... aku istirahat di mana kalau kayak gini ikh nyebelin banget Bapak! (Sopinah).

Masih belum selesai dengan perkara istirahat di mana, pintu kamar Sopinah diketuk.

"Masuk," kata Sopinah kepada si pengetuk pintu.

"Hai, Pin!" Siswa-siswa satu kelas dengan gadis itu datang untuk menengok.

Gadis yang baru semalam dioperasi itu terkejut dengan kedatangan teman-temannya yang tak memberi tahu terlebih dahulu. Ia malu karena di tempat tidur terbaring ayahnya dan di sampingnya terbaring ibunya.

Keduanya mendengkur meski dengkuran tidur siang tak sekeras dengkuran malam.

"Pak, Bu, bangun! Ini ada temen-temenku nengokin." Gadis itu mengguncang tubuh sang ayah dan ibu.

"Oh, mari-mari. Maaf tadi ketiduran. Silakan ... silakan," kata Bu Eko sembari membangunkan Pak Eko.

Setelah kedua orang tua Sopinah bangun, siswa-siswa SMP itu memenuhi kamar. Mereka melihat-lihat kamar itu dengan takjub.

"Pin, kamu udah baikan sekarang? Kok kayaknya sehat-sehat aja, bukannya dioperasi ya?" tanya Nana, sahabat kental Sopinah.

"Iya, aku dioperasi pake metode apa gitu nggak ngerti deh. Tapi katanya cepet sembuh terus sayatannya nggak gede," terang Sopinah.

Mereka tetap melihat-lihat kondisi Sopinah yang baik-baik saja itu.

"Kamu operasi apa emangnya? Biasanya kalau operasi karena kecelakaan itu kaki, tangan atau kepala," komentar Herdi.

Sopinah ragu-ragu menjawab karena agak malu bahwa yang dioperasi sebenarnya tak berkaitan dengan luka kecelakaan, tapi ibunya ....

"Dia itu operasi usus buntu. Jadi sebenernya usus buntunya udah sakit, tapi nggak ketahuan. Lalu waktu kecelakaan kemarin di-USG bagian perutnya terus operasi."

Siswa-siswi SMP itu hanya bisa saling berpandangan. Mereka tak begitu paham dengan apa yang dikatakan oleh Bu Eko. Padahal Bu Eko sendiri pun tak paham apa yang dikatakan mulutnya. Pokoknya dia meng-copy paste penjelasan dari dokter.

Masih untung Bu Eko dan Pak Eko tidak menjelaskan lebih detil tentang semuanya. Bisa-bisa Nana dan yang lain tertawa terbahak-bahak atau malah kejang-kejang.

Memecah keheningan, Sopinah pun berbasa-basi. "Eh, kalian naik apa ke sini? Naik bus?"

"Enggak, kami dikasih tumpangan sama Nida. Kebetulan mobil papanya baru dan gede."

"Oh, makasih ya udah kasih tumpangan ke temen-temen jadi bisa nengok aku sampe sini," ucap Sopinah, kaku.

Nida mengangguk sembari menaikkan tas barunya ke bahu. Benda-benda yang dipakai si anak orang kaya satu-satunya di kelasnya itu mahal dan dengan brand terkenal.

Oh, itu tas mahal yang kemarin-kemarin diceritain di kelas. Iya iya bagus. Nggak usah dipamer-pamerin banget-banget di depan orang nggak punya kayak aku. (Sopinah).

"Eh ngomong-ngomong, ini rumah sakitnya bagus banget, Pin. Mana kamu dirawat di kamar VIP lagi!" celetuk Nana.

Sopinah melotot. Jangan sampai Bu Eko membocorkan bahwa fasilitas yang didapatnya di-cover oleh si penabrak. Bukannya gadis itu ingin berbohong, hanya saja paling tidak itu tidak diungkap di hadapan Nida.

Gadis bernama Nida itu suka mengukur segalanya dengan materi. Sopinah sering kali menjadi sasaran yang direndahkan. Dia sering kali melawan tapi dia kalah jumlah.

Nida dikelilingi oleh teman yang ingin numpang fasilitas. Melawan Nida sama saja dengan melawan seisi kelas.

"Ini bukan VIP kok. Yang VIP itu bangsal sebelah," terang Sopinah yang meluruskan tapi berusaha menutupi beberapa informasi penting seperti 'siapa yang bayarin', agar kesannya keluarganya membayar sendiri.

Siswa-siswa SMP itu manggut-manggut saja. Sopinah tetap waswas jika ibu atau ayahnya tiba-tiba nyeletuk.

"Eh ngomong-ngomong, kok kalian tumben banget nengokin sampai ke rumah sakit? Biasanya kita kalau nengok temen, nunggu pulang ke rumah dulu baru ditengok." Sopinah merasa sedikit heran tapi juga merasa diistimewakan.

"Kami khawatir banget sama keadaan kamu, Pin." Nana terlihat tulus mengkhawatirkan Sopinah.

Yang lain terlihat biasa saja karena memang tidak begitu akrab.

Mereka pun berpamitan kepada Sopinah dan orang tuanya. Sembari berjalan menuju pintu, siswa-siswi itu berbisik-bisik. Karena masih satu ruangan, Sopinah mendengar semua pembicaraan mereka.

"Nanti ke mall mana, Nid? Kamu jadi kan traktir kami makan roti bakar bundar PizzaBrut sama es krim MisuhWae?"

"Jadi dong, tenang aja. Kita ke mall yang paling gede, nggak jauh kok dari sini. Terus kalian kalau mau main game di mall juga boleh, nanti semua aku yang traktir," jawab Nida.

Oh, pantesan pada gerak cepat nengok aku! Kirain karena perhatian. Ternyata pada mau nge-mall. Terus Nana juga ikutan? Huh! (Sopinah). []

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

hanhan

hanhan

wkwkwkwk ... kenyataan jaman now y bgtu ... mau bilang g bener tp faktany bgtu..

2023-10-05

1

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

tmn2 mu ga ada yg tulus ya Sop 😑 pada modus semua 🤣🤣 ya udh lah emang bgituh pergaulan anak sekarang,semoga kamu bertemu seseorang yg bnr2 tulus ga modus jg ga Misuhwae 😹😹😹

2023-10-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!