4. Amit-amit

Pingsan Sopinah kali ini tak lama. Rusma dengan cekatan membangunkannya. Alam bahwah sadarnya mengatakan bahwa ia tidak boleh lama-lama oleng, harus segera kembali ke akal sehatnya. Dia meneliti wajah perawat di hadapannya kemudian membaca name tag yang tersemat di bajunya.

Yang ini namanya Mbak Rusma. Aku harus inget-inget nama dan mukanya buat jaga-jaga kalau yang ini perawat palsu juga. (Sopinah).

Adik ini kenapa jadi ngelihatin aku gini sih? Jangan-jangan dia setan. (Rusma).

Bibir Sopinah terkatup rapat sembari masih berusaha menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu cepat. Dia mengingat orang yang menumpang di toilet kamarnya tadi, iseng ingin memastikan yang menumpang tadi adalah manusia sungguhan, bukan mbak kun yang sedang cosplay menjadi manusia gaul ber-outfit kekinian.

"Ehm ... emang di bangsal ini ada yang toiletnya lagi rusak, Mbak?"

Sejenak perawat itu diam sembari terlihat sedikit kebingungan. Sopinah telah menyiapkan pose terbaik untuk pingsan lagi jika gadis yang menumpang di toilet kamarnya tadi ternyata bukan homo sapiens seperti dirinya.

Namun, setelah dipikir ulang, tak apa bila gadis toilet tadi bukan manusia karena mereka bertemu sudah tadi sekali. Dia lebih merasa ngeri bila perawat di hadapannya tiba-tiba menyeringai, membuka mulut dengan sangat lebar disertai tawa khas nada tinggi dan mata yang tiba-tiba hitam semua, lalu terbang ke langit-langit.

"Iya, Dik. Itu di depan pintu bangsal nomor 5 udah dikasih tulisan di depan pintu kalau toiletnya rusak. Besok tukangnya datang buat benerin." Suara perawat bernama Rusma itu menyadarkan Sopinah dari imajinasi ngeri yang ia ciptakan sendiri.

Bagaimana pun, pengalaman horor dapat memberikan efek jangka panjang karena pikiran. Pengalaman bertemu makhluk lain mungkin semenit atau dua menit. Namun, khayalan manusia bisa membuatnya lebih panjang dan lebih ngeri.

"O---oh, jadi tadi Mbak Rusma yang nyuruh mbak-mbak buat numpang di toilet tempat saya?"

Rusma mengangguk.

"Terus kalau tadi itu penunggu pasien, gimana sama pasiennya? Kalau kebelet gimana?" Sopinah memulai mode kepo tingkat dewa.

"Pasiennya pakai kateter, jadi nggak perlu ke kamar mandi. Sekarang juga mbak yang tadi udah saya arahkan ke toilet umum sana kok. Udah nggak perlu numpang lagi. Tadi saya minta ke kamar saudara Adik karena toilet yang umum lagi dipakai orang."

Semua pertanyaan Sopinah telah terjawab terkait masalah si gadis toilet. Meski ruang kecil yang ia lewati masih menjad misteri, tapi dia telah merasa sedikit lega. Dia kembali ke kamar yang telah disambut dengan suara dengkuran bersahutan.

Nggak apa-apa deh denger suara orang ngorok. Ini bener-bener harus disyukuri dari pada harus ada pengalaman kayak tadi. (Sopinah).

Sedikit kelegaan ternyata tak dapat menghantarkan jiwa Sopinah menuju alam mimpi. Matanya terus saja terbuka.

***

Keesokan harinya

Bu Eko membangunkan Sopinah yang tidur di atas tikar. Lama sang ibu mengguncang tubuh anaknya hingga seorang petugas cleaning service dari vendor yang bekerja sama dengan rumah sakit berdiri di hadapan Sopinah dengan alat pel yang dia pegang.

"Pin ... Pinah, bangun, Nduk." Bu Eko masih berusaha membangunkan anaknya.

Sopinah terbangun dengan kesal. "Ibu, ntar dulu. Aku tuh semalem baru bisa tidur jam 4," katanya sembari merubah posisi tidur. Matanya sedikit terbuka dan melihat seseorang berseragam biru-kuning. "Haaah! Hantu pel!"

"Hantu pel apaan?! Ini mbaknya mau ngepel lantai sini, makanya cepetan bangun!" titah Bu Eko.

"Mohon maaf mengganggu kenyamanan, dipel sebentar ya, Adik."

Dengan sangat terpaksa Sopinah bangun. Namun, tak mengapa. Karena ibunya telah terbangun, kini dia bisa menikmati tidur di bed penunggu pasien.

"Kita siap-siap, bentar lagi pulang."

Suara Bu Eko telah tak terdengar. Sopinah terlelap hanya dalam hitungan detik.

"Biarin dulu, Mbak. Sopinah kayaknya ngantuk banget," kata Bu Murti, adik Bu Eko.

"Aku biarin sebentar lagi, Dik. Tapi nggak bisa lama-lama juga. Mau belanja buat siap-siap jualan. Hari ini di alun-alun ada car free day sampai siang. Lumayan buat tambahan. Banyak anak-anak main seluncur sama sepatu roda."

Bu Eko sudah merencanakan akan maksimal mencari tambahan hari ini untuk menutup segala biaya yang telah keluar.

"Eh, Dik Bono kapan ke sini?" Bu Eko terlalu bersemangat mencari tambahan sampai lupa bagaimana nasib adiknya di rumah sakit.

"Udah perjalanan pulang. Siang udah sampai sini kok. Mbak sama Sopinah pulang aja nggak apa-apa. Beneran, Mbak."

***

Pukul 7 pagi

Sopinah telah mendapat tambahan tidur 1 jam sejak dia berpindah dari tikar ke kasur mini untuk penunggu pasien. Namun, itu belum cukup. Dia masih sangat mengantuk, kepalanya terasa berat.

Dia mencuci wajahnya sembari mengunyah permen karet rasa mint yang disebut-sebut sebagai pengganti gosok gigi. Permen yang namanya mirip nama pasta gigi ini adalah penolong di saat darurat dan tak punya uang seperti Bu Eko dan Sopinah.

Harga sikat gigi jauh lebih mahal sehingga untuk berhemat, Bu Eko memutuskan membeli permen mint ini 2 buah. Untung disediakan versi eceran.

Sopinah menyeka wajah basahnya dengan tisu sambil berjalan menuju tempat tidur tantenya.

"Lhoh, Ibu mana, Bulik?"

"Udah keluar duluan soalnya mobil jemputan udah datang. Kamu langsung aja ke parkiran."

"Oh, kalau gitu, aku pamit ya, Bulik. Semoga lekas sembuh," pamit Sopinah sembari menyalami dan mencium tangan tantenya.

Gadis itu menenteng tasnya kemudian berjalan ke arah pintu keluar.

"Dik, Dik, mau minta tolong," kata penghuni tirai sebelah. Sopinah berhenti. "Yang nunggu saya lagi sarapan di luar, tolong dong bilangin ke perawat kalau infus saya macet."

"Oh, iya, Bu. Saya bilangin ke perawatnya."

Dengan bergegas Sopinah menuju ke tempat perawat yang berjaga yang tentunya bukan Rusma karena telah berganti shift.

"Mbak pasien di kamar bangsal nomor 6 yang sebelah kanan itu infusnya macet. Minta tolong dibenerin ya," kata Sopinah menyampaikan amanat.

Perawat itu mengernyit. "Dik, bangsal nomor 6 cuma terisi satu pasien."

Sekali lagi Sopinah terkena prank. Dia tak percaya bahwa pagi hari yang terlihat normal itu masih akan menjadi mimpi buruk baginya. Perasaannya tak karuan hingga tanpa pikir panjang dan tanpa berpamitan dengan perawat di hadapannya, Sopinah lari sekencang-kencangnya menuju tempat parkir.

Sementara itu, perawat satu lagi datang. "Itu kenapa kok lari-lari?" tanyanya.

"Oh adik itu tadi bilang kalau pasien nomor 6B infusnya macet. Padahal kan nomor 6 cuma terisi satu pasien yang A doang."

"Eh! Ya bener si adik itu! Yang cuma isi 1 pasien itu yang nomor 5. Aduh kamu kumat lagi pikunnya ya?"

"Hah?! Oh iya lupa!"

"Cepetan benerin sana! Bentar lagi jadwal dokter visit lho!"

***

Parkiran rumah sakit

Sopinah masih berlari kencang. Beberapa kali hampir bertabrakan dengan para dokter ganteng yang bertugas di rumah sakit itu. Namun, ketampanan mereka bukan lagi hal istimewa dibanding pengalaman horor asli dan horor palsu yang ia alami.

Dia berhenti kemudian berbalik melihat papan nama dan bagian depan rumah sakit megah di Koja itu.

"Hei, Rumah Sakit Keluarga Bahagia! Bagian dalammu tak seindah namamu! Amit-amit aku nggak mau lagi ke sini! Pokoknya kalau ada orang sakit di sini, aku mendingan jenguk di rumahnya aja! Nggak sudi ke sini lagi! Rumah sakit horor!" sumpah Sopinah yang berbisik sambil terengah-engah karena sehabis berlari kencang.

"Pin! Ayo!" teriak Bu Eko yang telah menunggu bersama Kang Paijo. []

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

permen karet rasa mint 😳🤔
apa yaa,aku tau nya yg merk jotos ituh aja ehh **ntos 😹😹😹

2023-09-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!