2. Menginap

"Kita nggak bawa baju, nggak bawa sikat gigi, sabun. Besok pagi gimana, masak nggak mandi?"

"Alah kayak gitu dipikirin. Pikirin bulikmu dong sendiri di rumah sakit." Padahal sebenarnya Bu Eko juga memikirkan hal itu. Hanya dari sudut pandang berbeda. Ia berpikir biaya tambahan yang harus dikeluarkan jika harus belanja darurat.

Sopinah melirik ke langit-langit, berpikir keras apa yang dimaksud 'sendiri' oleh ibunya. Jelas-jelas tempat publik itu ramai seperti di mall. Semuanya bersih dan rapi. Ada tombol pemanggil perawat di dekat tempat tidur.

Makanan pun terjamin gizi dan kebersihannya. Tidak perlu memikirkan gas untuk memasak mau pun cuci piring setelah makan. Sejatinya, pasien menginap sudah dilengkapi segala fasilitasnya. Tak perlu khawatir, tinggal bayar saja. Dan memang masalah pembayaran ini saja yang harus dikhawatirkan.

"Ya deh." Akhirnya gadis itu menerima keputusan ibunya.

Kalau boleh memilih, ia lebih ingin pulang bersama Pak Eko ke Gunung Timur. Tapi, Pak Eko nanti harus melayani para pembeli di angkringan sampai larut malam sehingga jika dia di rumah, malah jauh lebih mengenaskan.

~

Malam hari

Bu Eko kebingungan tatkala waktu tidur telah tiba. Bagimana tidak, tempatnya tidak begitu besar, disediakan bed penunggu hanya 1 dan itu pun yang berukuran 90x200 cm yang tingginya lebih rendah dari hospital bed milik pasien.

Sopinah mengatupkan bibir rapat-rapat seraya sangat ingin mengatakan pada ibunya bahwa inilah salah satu yang ia khawatirkan. Akh, tapi mengatakan pada ibunya bukannya akan membuat sadar, malah dia yang akan diomeli.

"Ehm ... gimana ya?" Bu Eko bertanya pada diri sendiri.

Sesungguhnya tidak murni kepada diri sendiri juga, dia meminta permakluman dari anaknya.

Sopinah mengambil tikar di pojok ruangan, entah milik siapa kemudian menggelarnya di antara tempat tidur pasien dan tempat tidur penunggu pasien.

"Aku tidur di sini, Bu. Aku masih muda, masih kuat, tulang-tulangku masih bagus. Dan aku tahan dingin di lantai."

Bu Eko tersenyum. "Kamu tahu aja kalau Ibu udah sering sakit pinggang."

Ya iyalah, setiap sakit pinggang menyerang, dia selalu mengungkit bahwa saat gadis dia tidak pernah sakit pinggang. Baru setelah hamil dan melahirkan Sopinah baru dia diserang sakit itu. Sopinah merasa bersalah. Sempat ingin kembali saja ke dalam rahim, tapi dia ngeri sendiri melihat sekarang ukuran dirinya sudah lebih tinggi dari Bu Eko. Pasti sempit dan gelap, dan mau apa di sana? Gabut.

Sopinah berdoa supaya dia tidak ngiler atau melakukan hal yang memalukan di dalam ketidaksadarannya. Maklum, biasanya dia tidur di mana, bangun di mana. Itu saja sudah lebih mendingan dari pada saat kecil dahulu. Dia sering terbangun di kolong tempat tidur.

Semua mulai memejamkan mata termasuk penghuni tirai sebelah. Sopinah tahu betul karena sudah mulai terdengar cosplay suara orang sedang menggergaji kayu, 'grooook'.

Belum lagi ibunya sendiri dan tantenya yang juga berlomba-lomba bersuara. Sopinah menutup telinga dengan tangan, dengan kaki, dengan tas, tidak ada yang mempan sama sekali. Dia tetap mendengar itu semua.

~

Pukul 11 malam

Sopinah belum juga bisa tidur karena suara di bangsal rumah sakit yang seharusnya tenang malah terdengar seperti tempat penggergajian. Padahal dia sudah memejamkan mata sedari tadi hingga perih. Namun, tak bisa juga dia beralih ke alam mimpi.

Dia sendiri heran mengapa yang lain bisa tidur nyenyak. Apa mereka tidak saling terganggu?

Oh, mungkin mereka udah terbiasa denger dengkuran sendiri kali ya? Jadinya udah terlatih. (Sopinah).

Samar-samar, Sopinah mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Ia membuka tirai dan merasa lega ada yang juga terbangun. Tidak hanya dirinya yang waras dan terganggu dengan suara dengkuran.

Dia berdiri, hendak buang air juga. Dia menoleh ke arah pasien sebelah yang kebetulan tirainya terbuka sedikit. Terlihat di sana pasien dan penunggu pasien sedang tidur dan masih dengan kegiatan mendengkur.

Lhoh, itu ada semua. Siapa yang di kamar mandi? (Sopinah).

Dia menengok ke arah kamar mandi yang di dalamnya masih terdengar suara gemericik air. Pintu itu terbuka. Sesosok perempuan berambut panjang keluar dari sana. Perempuan itu tersenyum sedangkan Sopinah terpaku melihat keadaan di depan matanya.

Lututnya lemas, badannya sama sekali tak digerakkan. Napasnya tertahan beberapa detik. Perempuan berambut panjang itu mendekati Sopinah yang sedang mangap dan tak bisa berbuat apa-apa.

"Makasih ya, Dik. Maaf, kamar mandi di sebelah airnya nggak keluar. Saya tadi udah izin perawat buat pakai toilet sini, saya disuruh izin sama penghuni sini. Tapi tidur semua, saya nggak enak bangunin."

Gadis muda berambut panjang itu pun keluar dari ruangan. Sopinah melepaskan napasnya yang tertahan sejak tadi. Karena terlalu takut, dia hanya melihat wajah dan rambut gadis tadi, tidak sempat memperhatikan outfitnya yang mengenakan celana denim dan kaos motif salur kekinian.

Kebetulan juga rambutnya hitam, lurus, dan panjang sehingga semakin mirip dengan Mbak 'K' yang sebaiknya tidak disebutkan namanya. Karena jika disebut, dia akan salah sangka, dikira memanggil.

Kalau makhluk lain bajunya nggak gitu kan ya? Harusnya daster putih itu, kan? Hufh, bikin deg-degan aja. (Sopinah).

Untung saja dia belum meneriaki si mbak tadi dengan teriakan tidak senonoh. Karena, tidak semua orang yang jika dipertemukan dengan keadaan genting akan otomatis mengingat Tuhan, bisa saja malah mengumpat dan mengatakan hal yang memalukan. Jika di sinetron ada teriakan seperti 'setan', itu masih sangat mendingan.

Di dunia nyata, teriakan tidak bisa dikontrol atau bahkan tidak bisa berteriak sama sekali seperti Sopinah yang mangap dengan badan bergetar. Tapi kini Sopinah lega, hanya agak malu sudah mangap di depan orang tak dikenal. Mudah-mudahan mbak itu tidak mencium aroma mulutnya.

Suara-suara muncul kembali di antaranya roda-roda meja yang berjalan di lorong antar ruangan. Pastinya itu adalah perawat yang sedang memindahkan entah apa. Sopinah melangkahkan kaki keluar dari kamar karena suara dengkuran semakin bersahutan di dalam.

Dia bertemu dengan perawat yang berjaga, memberikan senyum sekedarnya, kemudian berjalan-jalan. Suara-suara kini tak mengganggunya lagi termasuk suara seperti orang sedang memotong sesuatu, suara langkah kaki, suara roda dan lain-lain . Sudah biasa di rumah sakit dan di tempat publik lainnya terdengar banyak suara.

Dia keluar dari gedung rawat inap kemudian melihat ke arah instalasi gawat darurat. Tempat itu adalah tempat tersibuk jam berapa pun juga karena keadaan gawat tak mengenal waktu.

Sopinah kembali ke lorong menuju kamar bangsal. Di sebelah kiri terdapat ruangan kecil agak gelap disertai bau anyir. Mata Sopinah kali ini tak berkedip melihat seonggok daging berlumuran darah diiris-iris dengan pisau bedah yang bergerak sendiri. []

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

kan ada BPJS 😹😹 tp si Sopinah mah lebih Butuh Pasangan Juga Santunan yak 🤣🤣

2023-09-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!