09. Menikmati

Bu Eko terbangun karena teriakan Sopinah. Gadis itu sedikit lega ibunya turut terjaga dan menanyakan mengapa dia berteriak. Dia berharap sang ibu akan menemani melek.

Tidak semudah itu Sopinah Selawati!

Ternyata ibunya hanya sebentar membuka mata lalu tidur kembali dengan suara dengkuran. Untung saja dengkuran Bu Eko dan Pak Eko tidak sekeras Buliknya sehingga tidak mengganggu gendang telinga dan pikirannya.

Karena sudah hampir tengah malam, Sopinah memejamkan mata. Dia telah menghabiskan setengah malam dengan membuka mata. Kini dia akan tidur. Jadi fifty-fifty.

~

Sopinah memasuki alam tidur. Yang ditakutkannya pun terjadi lagi. Jiwanya keluar dari raganya. Dia tidak ingin mengambil risiko lagi jika harus bertemu dengan makhluk aneh-aneh.

Dia memilih melayang-layang di kamarnya sendiri. Dia mencoba untuk terbang hingga ke langit-langit kamar, bisa. Berputar-putar seperti penari balet pun bisa.

Bahkan dia bisa melakukan adegan jungkir balik seperti pemain sirkus tanpa harus jatuh sama sekali. Dan bagian yang paling menyenangkan bagi dirinya adalah tidak ada rasa sakit sama sekali.

"Wuah, luka lecet-lecetku nggak berasa sama sekali. Bekas jahitan juga nggak kerasa. Mau teriak-teriak juga nggak ada yang denger sama sekali. Nggak ada rasa ngantuk, hahaha. Woy, aku terbaaang!"

Sopinah berteriak kegirangan karena dapat melakukan semua kegiatan yang mustahil dilakukan saat jiwa astralnya bersatu dengan raga.

Tanpa pemberitahuan dan pengumuman, Rosi menongolkan kepala ke ruang rawat Sopinah, disusul dengan kunti-kunti lain.

"Hah! Astaga, Rosi! Eh ... hai, Mbak. Hai, Madam. Kalian kok tiba-tiba masuk ke sini?"

Sopinah sudah sekuat tenaga menahan diri untuk tidak keluar dari kamar malah dia yang disatroni. Serasa mubazir dan ada rasa dongkol.

"Suara kamu keras banget teriak-teriak," jawab Rosi.

Gawat, Sopinah lupa akan hal itu. Dia hanya berpikir bahwa tidak ada manusia yang mendengar dirinya.

"Ma--maaf, kalian keganggu ya? Ya udah, aku mau istirahat dulu. Dadah!" Sopinah dengan halus mengusir para makhluk agar keluar dari ruangannya.

"Sejak kapan jiwa astral istirahat di malam hari? Malam hari itu waktunya keliaran, siang hari waktunya pulang ke raga," tutur Rosi yang membuat Sopinah sedikit mengerti mengapa dirinya tak memiliki rasa lelah saat menjadi jiwa astral.

Hal ini juga yang menggagalkan Sopinah untuk mengusir para kunti dari kamarnya. Dia malah ditarik oleh Rosi untuk keluar dan melayang-layang di luar.

Tadinya Rosi lah yang menyebut Sopinah rasis, tapi ternyata dia sendiri tak bisa menghormati keinginan jiwa lain yang sesungguhnya tidak ingin melayang bersama dengannya. Pemaksaan.

Sopinah mendengus, tapi apalah daya. Yang penting jiwanya jangan sampai pergi kejauhan agar tetap bisa kembali ke raganya.

"Kita ke ICU yuk!" ajak Rosi.

Dia tidak sempat menolak, langsung digandeng oleh Rosi terbang ke ICU. Tak sampai 10 detik, mereka telah sampai. Tembok tak menghalangi mereka sama sekali.

Hanya saja Sopinah banyak bertemu dengan doppleganger para pegawai rumah sakit tapi dengan wajah pucat dan seram. Lama-lama, Sopinah terbiasa juga dengan wajah-wajah itu sehingga yah ... bomat.

Mereka tiba di ruangan ICU.

"Emang kenapa harus ke ICU? Tempat lain kan banyak," tanya Sopinah.

"Di sini banyak astral kayak kamu. Kalau kamu itu 100% astral. Kalau mereka astral 50% dan 50% lagi kayak aku. Kalau udah bener-bener mati, mereka jadi 100% kayak aku."

"Hah?! Jadi kamu dulunya manusia?"

"Enggak. Aku dari lahir kayak gini."

Sopinah bingung dengan penjelasan Rosi yang kontradiksi antara pernyataan awal dengan yang baru saja dia katakan. Rosi membaca ekspresi bingung itu.

"Aku nih udah sampai berbusa kalau ngejelasin sama yang bingung-bingung kayak kamu. Ada yang emang makhluk kayak aku sedari lahir. Ada yang imigran yaitu asalnya dari manusia."

Sopinah melihat para jiwa astral yang statusnya fifty-fifty tidak seceria dirinya. Mereka mengambang di atas raganya saja. Mereka bersedih dan menangis tersedu-sedu.

"Mereka sedih karena nggak bisa balik-balik ke tubuhnya."

Sopinah melihat salah satu dari raga tanpa ada jiwa astral di sekeliling dia. "Yang itu kok nggak ada jiwanya? Apa dia udah mati?"

"Belum. Yang itu namanya Madya. Dia lagi jalan-jalan ke masa lalu. Di sini jiwa-jiwa bisa aja mewujudkan mimpi misalnya pengen ke masa lalu kayak dia, bisa banget. Heran deh, di sini bisa ngapa-ngapain sesuka hati tapi mereka lebih milih di dunia. Padahal di dunia kan repot, ke mana-mana musti naik kendaraan, lama pula."

Sopinah menghayati setiap kata yang diucapkan Rosi yang dia rasa benar. Bahkan di dunia dia merasakan sakit dan kesulitan berjalan, di alam kedua ini dia tidak merasakan sakit sama sekali.

"I--iya sih, tapi pada serem semua," tutur Sopinah, berusaha jujur.

Rosi menatapnya dengan heran. "Serem gimana? Oh, astaga, kamu belum lewat portal."

Sebelum Sopinah bertanya karena memang dia tidak tahu-menahu mengenai portal yang dimaksud oleh Rosi, tangannya telah digandeng untuk menuju bagian depan rumah sakit.

Di gerbang besar rumah sakit itu terdapat sebuah portal berwarna biru muda yang terus berputar-putar seperti angin tornado. Bedanya, bulatan angin tornado menghadap ke atas, sedangkan bulatan portal ini menghadap ke depan.

"Ayo masuk!"

Sopinah ragu-ragu karena portal itu terlihat agak menyeramkan baginya. Dia takut tersedot lalu berputar-putar lalu jatuh.

"Takut? Ini portal biru, biasa banget. Nggak ada serem-seremnya sama sekali. Malah bagus tuh kerlap-kerlip," tunjuk Rosi ke bagian dalam portal yang memang dihiasi bintang kecil nan indah.

"Tapi aku bisa balik lagi, kan?"

"Balik ke mana? Kita itu nggak ke mana-mana. Tempatnya sama, cuma lewat portal ini kamu bisa lihat dunia kami dengan lebih leluasa."

Baiklah, Sopinah menyingkirkan pikiran tentang pintu Doraemon yang akan membawanya ke tempat lain yang sangat jauh. Jadi konsepnya bukan berpindah tempat hanya merubah persepsi, begitu pikirnya.

Sopinah menurut Rosi untuk memasuki portal itu. Benar saja, rumah sakit yang tadinya terlihat seperti di dunia nyata berubah drastis tampilannya menjadi seperti kerajaan.

"Wuah, bagus banget kayak di film-film!" pekik Sopinah melihat keindahan di depan matanya.

Kerajaan ini diselimuti salju yang turun dari langit dengan frekuensi yang tipis. Sopinah menangkap butiran putih itu. Salju di tangannya terasa sedikit dingin tapi segera suhu menjadi normal kembali.

Hawanya sejuk, sangat menyegarkan.

"Bagus, kan?!"

Sopinah menoleh ke arah Rosi. "Iya ... hah?! Kamu kok jadi cantik banget gini?! Kalau kayak gini sih, kamu bener-bener lebih cantik dari pada Mbak Rusma. Kamu versi premium dan Mbak Rusma versi lite!"

"Ya iya lah cantikan aku. Aku bilang juga apa," jawab Rosi sembari memainkan rambut berkilaunya.

Rosi pun tak lagi mengenakan daster putih kusam yang selama ini dilihatnya. Dress yang ia gunakan adalah dress ruffle berwarna biru muda. Di kepalanya tersemat hiasan kepala sepeti pelayan kerajaan.

"Tapi ini kok kayak dress pembantu kalau di film telenovela? Eh, ma--maaf, bukan maksud menyinggung. Sekali lagi maaf." []

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

pada cosplay jd pemaen telenovela kah tu demit 👻👻🙄🤔🤔

2023-10-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!