LOST WAY ~~~17

Sia berbaring diranjang, di rumah sakit, menatap langit-langit rumah sakit yang begitu bersih. Pikirannya melayang jauh, antara takut dan rindu dengan kedua buah hatinya.

"Apa yang sedang mereka lakukan ya?" gumam Sia membayangkan wajah manis dan senyum gemas kedua anaknya.

"Kasihan mereka." air mata kembali menggenang di sudut mata Sia. "Ya,Tuhan, aku titipkan mereka pada kuasaMu, pada kehendakMu. Aku hanya berharap mereka bisa bahagia tanpa aku,ibunya yang dengan tega meninggalkan mereka."

Kalimat Sia begitu menyayat hati. Kerinduan akan kedua buah hati, ketakutan akan kematian, dan kekhawatiran akan hari-hari Suni dan Sean jika saja dia benar-benar tak mampu mengalahkan rasa sakit yang saat ini hinggap di tubuhnya.

"Aku menerima sakit ini Tuhan. Tapi aku ingin hidup. Aku masih ingin menjaga kedua makhluk lucu yang Kau percayakan padaku." kali ini air mata Sia tak terbendung lagi.

Sia duduk, lalu meraih ponselnya, menikmati menatap wajah Suni dan Sean yang tersimpan disana. Air mata semakin deras membasahi seluruh wajah Sia.

"Maafkan ibu, ibu yang jahat, Nak." gumam Sia dengan bibir yang semakin bergetar menahan Isak dan pilu yang terlalu dalam.

"Mamah percaya kalian anak-anak penurut dan cerdas. Mamah percaya kalian anak patuh dengan Nenek,kakek, dan Tante kalian, tapi mamah juga ingin kembali memeluk kalian selamanya."

Sia terus menatap wajah Sean dan Suni secara bergantian. Mengelus wajah gemas di ponsel itu dengan penuh emosional.

Sesaat kemudian, Sia kembali membaringkan tubuhnya. Sedikit memijat kepalanya yang mulai pening karena terlalu banyak menangis.

"Maafkan aku, Ibu, bapak, Suci. Maafkan aku mas." gumam Sia lirih sambil memejamkan mata.

.

.

.

.

Sementara itu, Sundan masuk ke ruang dokter radiologi.

"Tok...tok..tok...!!" sundan mengetuk pintu.

"Masuk!" sahut dokter dari dalam.

"Siang dokter." sapa Sundan sopan.

Meski menyimpan rasa tak nyaman dalam hatinya, Sundan berusaha bersikap wajar. Mengingat dokter Sam adalah mantan kekasih Sia, tetap ada rasa khawatir menghampiri Sundan.

"Siang juga pak Sundan, tapi masih agak pagi ini." sedikit kelakar dokter Sam diiringi senyum ramah khas di wajahnya.

"Jangan panggil saya pak. Agak aneh rasanya, mengingat dokter adalah hmmmmm..."

"Mantan kekasih Sia. Hahahah..." sela dokter Sam lalu tertawa renyah.

"Ya, kurang lebih seperti itulah. Hahahaha..." Sundan ikut terbahak dalam situasi aneh itu.

"Baiklah, apakah tak keberatan kalau aku panggil nama saja, Sundan?" ucap dokter Sam.

"Silahkan. Kita juga seumuran." sahut Sundan dengan senyum tipis.

"Baiklah, Sundan." dokter Sam menghela nafas, lalu melanjutkan. "Aku harus kembali profesional, akan saya sampaikan beberapa hal mengenai kondisi Sia."

ekspresi dokter Sam berubah serius.

"Baik, dokter." Sundan pun mengikuti.

"Siang ini, siapkan seluruh keluarga untuk mendapatkan check kesehatan. Aku jadwalkan kemo secara teratur untuk Sia mulai besok pagi." kemo akan dilakukan secara teratur setiap 7 hari sekali." dokter Sam mulai menjelaskan.

"Baik,dokter, apa yang harus saya siapkan?"

"Mental." jawab singkat dokter Sam.

"Haah?" Sundan tak mengerti dengan jawaban singkat dokter Sam.

Dokter Sam kembali menghela nafas.

"Kemoterapi pasti akan sangat menyakitkan bagi Sia. Nanti akan menimbulkan beberapa efek yang mungkin akan mengejutkan. Rambut rontok, risiko infeksi yang tinggi, mudah sariawan, sering mual dan muntah bahkan tak jarang ada yang diare. Semua hal itu harus kita hadapi. Jadi siapkan mental mu sebagai suami, yang harus terus mendampingi Sia."

Penjelasan panjang dokter Sam, membuat dahi Sundan mengernyit. Kenyataan ini lebih pahit. Namun semua harus tetap dilakukan agar Sia bisa sembuh.

"Apapun akan saya lakukan dokter. Kita semua ingin agar Sia kembali sehat." Sundan berusaha menguatkan dirinya sendiri.

"Sebenarnya aku sangat iri melihat kalian. Meski hanya sedikit, aku masih berharap pada Sia. Aku bahkan belum menikah sampai sekarang. Jadi jagalah Sia, jangan buat dia menerima perhatianku. Karena aku tak akan berbaik hati denganmu."

"Haah?"

Sundan kembali tak mengerti dengan kalimat yang diucapkan dokter Sam dengan ekspresi serius itu.

"Hahahaha.... Aku hanya bercanda." kelakar dokter Sam. "Bukan waktu yang pas untuk bercanda sebenarnya. Tapi aku hanya ingin kamu tidak terlalu terbebani terlalu berat. Kamu harus percaya akan ada keajaiban dari semua tindakan yang dilakukan rumah sakit."

"Hahahah.... Kamu lucu sekali." Sundan membalas tawa dokter Sam.

"Sekian saja obrolan kita, jangan lupa jam 3, semua anggota keluarga yang sudah dewasa, harus sudah siap untuk melakukan check kesehatan." dokter Sam mengakhiri pertemuan yang sedikit aneh itu.

"Baik, dokter. Terima kasih."

Sundan undur diri dari ruangan dokter Sam. Ada rasa lega mulai menghampiri. Ada rasa kesal juga menusuk-nusuk ngilu, ketika ia mengingat kalimat-kalimat aneh dokter Sam.

"Dasar mantan pacar tak tahu diri. Dia itu serius apa bercanda beneran sih tadi itu." Sundan bergumam sendiri sambil berjalan cepat menuju bangsal Sia.

"Kalau dia berani macam-macam, apalagi sampai ganjen dan sok perhatian di depan Sia, akan kubuat dia menyesal nanti." Sundan terus mengomel sendiri.

"Tapi apa yang bisa kulakukan juga. Kalau ternyata Sia juga masih menyukainya, aku harus bagaimana?"

Sundan mulai frustasi membayangkan hal-hal yang tidak seharusnya terjadi. Dia berhenti sejenak di depan pintu tempat Sia dirawat, Sundan memegangi gagang pintu sambil berpikir.

"Tapi aku kan nggak kalah tinggi dari dokter aneh itu." gumam Sundan memperhatikan dirinya sendiri. "Tapi kalau wajah, aku memang sedikit kalah darinya."

Sundan menghela nafas dalam berkali-kali, berusaha menenangkan diri sendiri.

"Ah, bodo amat. Sia bukan perempuan ganjen yang mudah berpindah ke lain hati. Buktinya, selama ini dia tetap bersamaku. Tetap setia padaku. Lagian Suci kan sahabat dekatnya, Sia tidak akan berani melihat laki-laki lain."

Sundan membuka pintu dan segera masuk. Perlahan ia kembali menutup pintu, berharap tidak mengganggu Sia yang mungkin sedang beristirahat.

"Sayang... Aku pikir kamu tidur." sapa Sundan saat melihat Sia duduk dengan headset tertanam di kedua telinga Sia, namun matanya terpejam seperti sedang menikmati mendengarkan sesuatu.

Sia tak menyadari kedatangan Sundan. Perlahan Sundan mendekat, dan duduk disebelah Sia.

"Lagi dengerin apa sih?" ujar Sundan sambil mengambil satu earphone di telinga kiri Sia.

"Ah, mas sudah kembali? Bikin kaget saja." Sahut Sia membuka mata dan memukul halus bahu kanan Sundan.

"Maaf..." ucap Sundan sambil meringis. "Mata kamu kenapa? Merah,sembab begitu? Nangis lagi?" Sundan memperhatikan wajah sang istri kesayangan.

"Iya, kangen anak-anak." jawab Sia jujur.

"Paling sebentar lagi suci datang membawa mereka." kata Sundan sambil memeluk istrinya. "Ah, biar aku telpon Suci."

Sundan menghubungi suci, karena saat itu adalah jam kepulangan anak-anak sekolah, sekaligus Sundan ingin menyampaikan pesan dokter Sam. Namun beberapa kali Sundan menelepon, tak ada jawaban dari Suci.

"Kenapa Mas? Suci tak menjawab? Akan aku telepon ibu." Ujar Sia.

"Hmm... Oke. Aku akan bertanya bapak."

Sepasang suami istri itu, sibuk memanggil anggota keluarga mereka. Namun tak satupun yang menjawab panggilan telepon.

"Mereka kenapa ya Mas?" Sia mulai khawatir.

...****************...

To be continue...

Terpopuler

Comments

Anyah aatma

Anyah aatma

maaf dok, anda tidak profesional sama sekali. mana ada bahas masalah bginan pada saat konseling.

2024-11-18

0

Anyah aatma

Anyah aatma

kmu pemenangnya woi, km yg di pilih sia sbg pendamping hidupnya. udah jgn banyak mikir.

2024-11-18

0

Anyah aatma

Anyah aatma

dokter nya luçu ye kan. bcandaannya garing, gak enak.

2024-11-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!