deprivation

Deg....deg....deg... Deg....." Sundan merasakan detak jantungnya sendiri berdetak terlalu kencang.

Sekuat tenaga digendongnya Sia dipunggungnya. Langkah kakinya dipercepat. Sundan menerobos orang-orang yang berlalu lalang.

Sundan tak peduli lagi dengan semua tatapan. Ia menerobos masuk begitu saja.

"Dokter!!! Tolong istri saya!!" seru Sundan sangat khawatir dengan nafas yang masih terengah.

Dibaringkannya perlahan tubuh istrinya yang tampak sangat lemah. Beberapa perawat segera membantu Sundan.

Dokter yang saat itu sedang memeriksa pasien pun tampak kaget.

"Tunggu sebentar yan Bu." kata Dokter pada pasiennya. Lalu segera memeriksa keadaan Sia.

Sia tampak sangat lemah dengan mata tertutup. Dengan nafas yang juga tampak lemah terengah. Seakan menahan rasa sakit yang sangat luar biasa.

Dokter segera melihat keadaan Sia.

"Berikan infus, kubuatkan resep." kata Dokter dengan cekatan.

"Sebaiknya kita segera lakukan penanganan terbaik pak. Keadaan bisa memburuk dengan sangat cepat." kata Dokter pada Sundan.

Sundan mengangguk mengiyakan apapun yang dikatakan Dokter.

Sia dibawa perawat menuju bangsal perawatan. Sundan mengikutinya.

Hatinya sangat hancur saat melihat wajah istrinya sangat pucat dan lemah.

"Sia... Bertahanlah... Lawan lah semua rasa sakit. Dan kembalilah sehat." ujar Sundan sambil memegang erat telapak tangan Sia.

"Pikirkanlah anak-anak. Pikirkanlah aku juga. Aku tidak tahu harus bagaimana jika kamu tidak ada lagi disampingku." katanya lagi.

Sundan menyandarkan kepalanya diranjang Sia.

Matanya terasa sangat berat dan semakin berat. Sundan terlelap sesaat.

"Mas... "terdengar lirih suara Sia memanggil suaminya sambil mengelus kepala sang suami yang tertidur.

Sundan sedikit kaget dan terhenyak saat merasakan belaian lembut yang sangat dikenalnya. Membelai hangat kepalanya.

"Kamu sudah bangun, sayang? Sudah lama?" tanya Sundan dengan wajah sumringah. Sambil merapikan wajah Sia yg tertutup beberapa helai rambut.

"Barusan bangun. Minta air putih bisa? Aku haus."

Sundan menyerahkan air putih untuk Sia. Dibantunya sang istri menenggak air putih dari botol air mineral.

"Cukup? Sudah?" tanya Sundan lembut.

Sia menjawab dengan anggukan.

"Apa yang kamu rasakan sekarang?" tanya Sundan lagi penuh perhatian.

"Aku sudah baikan. Hmmm agak lemes." jawab Sia.

"Ah!! Aku panggil perawat dulu. Tadi disuruh melapor kalau kamu sudah siuman."

Sundan meninggalkan Sia sesaat menuju ruang perawat yang tak jauh dari bangsalnya Sia.

Sundan kembali diikuti perawat dibelakangnya.

"Bu Sia.... sudah merasa lebih baik?" sapa si perawat dengan sangat sopan.

Perawat muda berpostur mungil, memeriksa nadi di pergelangan tangan Sia menggunakan ujung jari-nya.

"Sudah lebih baik, mbak. Rasanya badan cuma agak lemes aja." jawab Sia sambil membenarkan posisi duduknya.

Selanjutnya, perawat akan memeriksa tekanan darah Sia.

Perawat memasangkan manset warna hitam di lengan kiri Sia. Kemudian memompa bagian ujung yang berbentuk menggembung. Set yang biasa kita sebut tensimeter.

"Ibu Sia, tensi anda 90/60mmHg. Sebaiknya ibu banyak istirahat."

"Terima kasih , suster." jawab Sia pelan.

"Sebentar lagi, dokter datang."

"Ya, terima kasih banyak, suster."

"Sama-sama , Pak. Semoga ibu Sia segera bisa pulih. Saya undur diri dulu."

Si perawat meninggalkan bilik.

"Mas, aku kangen anak-anak." kata Sia kemudian.

"Kita video call. Bagaimana?" jawab Sundan seraya mengambil ponsel dari kantong celananya.

Sia hanya mengangguk setuju.

"Hallo papa!!!!!!" terdengar sapaan hangat dan ceria dari kedua anaknya.

Sia membenahi rambut dan wajahnya, agar tidak terlihat terlalu pucat.

"Hai!!!!! Lagi ngapain?" seru Sundan sambil mendekati Sia, agar istrinya bisa melihat wajah anak-anak mereka.

"Lagi mainan..... Ada tante sama nenek. Hai mama!!!!!!!" anak-anak semakin terlihat ceria saat melihat wajah sang ibu.

Sia tersenyum lebar melihat wajah anak-anaknya yang tampak ceria dirumah. Semangat yang tadinya menghilang dan terasa berat, terhapus oleh wajah ceria sang anak.

"Kalian sudah makan?" tanya Sia.

"Sudah... Tadi kakak bawa makanan banyak dari sekolah. Sean dapet juga dari kakak." si bungsu berujar.

"Tadi Semi ulang tahun, Mah.... Semua dikasih nasi kuning. Sebagian tak bawa pulang, biar bisa dimakan bareng Sean." Suni tampak antusias memberi penjelasan.

"Bagus.... Anak pinter, sayang sama adik ya."

"Adik juga sayang sama kakak." Seru Sean sambil memeluk kakaknya.

Sungguh pemandangan yang sangat indah. Sia nampak menahan air mata disudut mata nya.

Menyadari hal itu, Sundan merangkul Sia san mengelus lengan kanannya, sebagai isyarat agar Sia lebih kuat.

"Mama nggak usah khawatir. Kami dirumah baik-baik saja. Ada tante sama Nenek. Mama harus fokus, biar cepet sehat."

Kalimat sederhana dari sang putri membuat perasaan Sia semakin kacau. Rasa bersalah mulai menggerogoti dirinya.

"Iya sayang... Mama janji akan cepet pulang. Nurut sama Tante dan Nenek ya..... Jagain adek." suara Sia tampak mulai bergetar.

Sundan duduk di samping Sia. Berusaha memberikan dukungan untuk istrinya.

"Iya Mah..... Papah!!! Jagain Mamah baik-baik ya." Seru Suni.

"Jam berapa ini? Sudah waktunya bobok siang. Adek diajakin bobok gih." Sia melemparkan senyum tipis yang agak berat, sambil menahan perasaan sedih.

"Iya Mah." sang putri pun tampak menahan tangis. Hanya mampu menjawab dengan singkat sambil sedikit memalingkan wajah.

"Mama nurut sama dokter ya!!!" Seru Sean.

Sia hanya bisa mengangguk. bibirnya sudah bergetar seluruhnya menahan pilu dan tangis.

"Ya sudah...kalian bobok siang dulu. Denger kan tadi Mama ngomong apa? Mama juga biar istirahat dulu, ya..." Sundan memimpin panggilan, menyadari sang istri tak mampu lagi menahan kesedihan.

"Bye Papa!!!! Dadah Mama!!!!" senyum lebar memenuhi wajah sang anak. Sia hanya mampu melempar senyuman dan wajah bahagia yang dipaksakannya.

Sundan mengakhiri panggilan. Ia segera memeluk istrinya dan membiarkan istrinya meluapkan seluruh kepiluannya.

Sia membenamkan wajah nya dalam pelukan sang suami. Tangis pilu dan rasa bersalah memenuhi isi kepalanya saat ini.

"Tok...tok...tok..." suara pintu diketok.

Seorang dokter masuk ke bilik Sia, diikuti 3 orang perawat.

"Selamat siang ibu Sia.... Semua orang pasti akan merasakan hal yang sama, saat mengetahui ternyata ada penyakit yang numpang hidup di tubuh kita." kata sang Dokter saat melihat wajah Sia berantakan oleh air mata.

Sundan mengangguk menyambut para petugas medis.

"Sedih dan marah, adalah hal pertama yang setiap orang rasakan saat tahu hal itu. Tapi semua pasti akan segera berlalu. Semua ada jalan keluarnya. Mari kita sama-sama mengusahakannya." sang Dokter sangat ramah dan bijaksana.

"Iya dokter."

"Saat perasaan buruk datang lagi, ibu Sia cobalah mengingat wajah-wajah yang menunggu ibu dirumah. Dengan begitu, semua akan tergantikan menjadi semangat baik." sangat menyejukkan kalimat-kalimat dari mulut sang Dokter.

"Perasaan sedih, akan membuat kita semakin sakit. Tapi semangat akan membantu kita mendapatkan kesembuhan." tambah sang Dokter.

Sia sudah kembali sepenuhnya setelah mendengar kalimat-kalimat yang berisi kebenaran itu.

"Kita jadwalkan kemoterapi besok pagi. Bagaimana? Ibu Sia siap?" tanya sang dokter.

""Siap dokter." jawab Sia mantap.

...****************...

To be continue....

Terpopuler

Comments

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

Semangat untuk sembuh Sia, demi anak" 😭

2024-05-05

0

Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)

Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)

ya, ya semangat sembuh sia

2023-10-26

2

Kroos ♥️ Modric

Kroos ♥️ Modric

yeee update, makasih kakak 😆😆😆
semangat ya kakak update nya, aki di sini nunggu update nya
semangat /Joyful//Joyful//Joyful/

2023-10-20

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!