imposibble

Malam yang sangat panjang bagi Sia. Tidur di rumah sakit membuat pikirannya bermain jauh tanpa beraturan. Perasaan takut dan gelisah menghantuinya setiap detik. 

Bayangan kematian mengganggunya.

Rasa takut akan kehilangan dunia, membuatnya semakin jatuh dalam lubang hitam kelam.

Rasa khawatir meninggalkan hal-hal yang dicintainya membuatnya semakin kalut dalam perasaan duka dan rasa bersalah.

Semua pikiran buruk menguasai jiwanya.

Air mata kembali menghiasi tepian-tepian wajah pucat kurusnya.

Geligir-geligir tulang rahang mengeras terkatup menahan nyeri yang datang bersamaan.

Sundan yang sudah sangat kelelahan pun tak mampu memejamkan mata walau hanya sekedar memberikan waktu istirahat.

Seluruh pikirannya pun tertuju pada oeang yang sangat dihargainya.

Menyadari kekalutan dan dasa sakit yang kembali menyerang, Sundan mendekati istrinya yang sedikit merintih kesakitan.

"Apa yang kamu rasakan? Sakitnya datang lagi?" Tanya Sundan sangat khawatir.

Sia hanya mampu mengangguk perlahan sambil sibuk meremas-remas selimut yang tidak lagi menutupi tubuhnya.

Sia semakin merasa kesakitan sampai tak mampu  merasakan pergelangan tangannya sendiri.

Dengan setia Sundan mendampinginya . Digenggamnya tangan sang istri sambil sesekali mengucapkan kalimat-kalimat indah tentang doa dan permohonan pada Sang Kuasa.

Sundan memanggil perawat. 

Bingung dan khawatir memenuhi isi kepalanya. 

Tak banyak yang bisa dilakukan si perawat. 

Akhirnya dokter jaga pun datang. 

Namun tak banyak juga yang bisa ia lakukan. 

Hanya suntikan pereda rasa nyeri yang mampu ia berikan. Sedikit bantuan untuk memberikan kesempatan pada Sia untuk kembali bertahan melawan kengerian yang sedang dirasakannya..

Bantuan dari sang dokter tampaknya membuahkan hasil. Beberapa menit kemudian, Sia tampak mulai tenang.

Ia tidak lagi menggeliat, meremas, dan memukuli tubuhnya sendiri.

Sia terlelap sesaat bersama pereda nyeri. 

Sundan menangis menatap sang istri yang lelap dalam  kelelahan.

Bayangan tawa ceria kedua anaknya, membuatnya semakin pedih. Ingatan kenangan indah bersama sang istri pun membuatnya semakin rapuh.

Doa-doa indah dia buat, lalu dia teruskan pada Sang Maha Pemberi Penyembuh. Janji-janji manis ia ucapkan, sebagai jaminan atas doa yang ia haturkan.

………

Pagi mulai menampakkan sisi terangnya. Namun matahari masih enggan menyapa, membiarkan mendung sedikit menguasai pagi itu.

Suni tampak sibuk dikamar nya. Sementara Sean masih terlelap dalam mimpi main-mainnya.

Seakan sudah menjadi kebiasaan. Suni selalu terbangun di sekitar jam 5 pagi. 

Namun kali ini sangat berbeda. Ia tidak mempersiapkan peralatan sekolahnya. Namun sibuk menata tas kecil milik adiknya.

Perlahan Suni memberanikan diri keluar kamar. Perasaan ngeri membayanginya. 

Namun ia tak tega membangunkan tantenya yang masih terlelap disamping adiknya.

"Sudah bangun?" Sapaan sang Nenek sangat mengagetkannya, membuat seluruh tubuhnya bergetar.

"Oh, sayang,,, maaf kan nenek… kamu kaget?" Sang nenek segera memeluk tubuh mungil Suni.

"Suni pikir, nenek tidak di sini." Jawab Suni masih dengan suaranya yg sedikit gemetar.

"Semua di sini sayang,,, lihat,,, ada kakek juga yang tidur disana." Jawab sang nenek sambil menunjuk seseorang yang masih terbujur terlelap di karpet di depan tv.

Tangis kecil Suni pecah saat menyadari seluruh keluarganya berkumpul tanpa ayah dan ibunya.

"Suni kangen mama…." Celoteh polosnya sambil menangis.

"Iya… nenek juga kangen mama Sia. Kita berdoa ya, biar hari ini mama berhasil pengobatannya. Jadi bisa cepat pulang." Sang nenek berusaha menguatkan Suni.

Sang kakek yang mendengar keributan kecil pun terbangun. Dengan sedikit terhuyung, beliau berjalan mendekati Suni.

Sang kakek ganti memeluk tubuh mungil Suni. Dengan suara yg masih parau, sang kakek membisikkan sesuatu.

"Kakek tahu, cucu kakek pasti sangat hebat."

Sedikit kalimat itu membuat Suni menghentikan isaknya.

"Hari ini hari pertama Sean harus masuk sekolah,Kek."

"Iya… kemarin kamu sudah memberi tahu  kakek. Jangan khawatir. Kakek dan nenek akan mengantar Sean sekolah."

"Suni mau ikut , Kek. Suni harus memberikan semangat untuk Sean. Suni tidak mau nanti adik nangis kangen mama."

"Suni juga harus sekolah kan?" Sang nenek menyahut.

"Kemarin Suni sudah ijin bu guru Nek. Suni sudah bilang mau gantiin mama, buat ngantar Sean masuk sekolah."

Sang kakek kembali memeluk tubuh mungil Suni. Perasaan haru memenuhi ruang hatinya.

 "Suni bisa buat adik tenang, Kek… suni mau bikin adik semangat. Biar mama juga tenang." 

Kalimat-kalimat polos dari sang cucu membuatnya sangat terluka. Luka yang seharusnya tidak ada.

"Ada apa? Eh, Suni sudah bangun dari tadi?" Suci keluar dari kamar dengan membopong Sean.

"Kakak!!" Sean meronta dari gendongan Suci, dan berlari menuju sang Kakak, lalu memeluknya.

"Hari ini Sean masuk sekolah. Mau kaka antar?" Suara Suni berubah ceria saat bersama sang adik.

"Mau!!!!" Sean terdengar girang.

9

Kesibukan pagi itu dimulai…

Nenek dan kakek bekerja sama mengurus dapur san menu sarapan. Suci mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan Sean. 

Sedangkan Suni yang sudah bisa mandiri, sudah tampak cantik dengan dress berbahan katun, bercorak bunga-bunga sakura berwarna pink.

"Tante, tolong nanti kuncir rambut Suni ya.." pinta Suni.

"Okay cantik. Tante selesaikan adik dulu ya."

Suni mengangguk tanda mengerti. Ia berjalan menuju tv dan menyalakannya.

Tak lama, Sean menyusulnya.

"Lihat apa, Kak?" Tanya Sean lalu duduk manis di samping sang Kakak.

"Spongebob." Jawab Suni sedikit melirik sang adik.

"Kita makan bersama ya. Biar kakak suapi." Kata Suni lagi sambil beranjak menuju sang Nenek.

"Sean biar makan sama aku aja, Nek."

Kakek dan nenek selalu tertegun dengan  kepekaan Suni yang selalu mengerti keadaan.

Bu Samsi menata makanan di sebuah piring. Lalu mengantarkannya kw depan tv.

Dengan sangat sabar dan telaten, Suni makan sambil menyuapi Sean. 

Semua yang melihat akan sangat terharu.

……..

Sesampai di sekolah Sean…

Sean menggandeng tangan Suni. Pemandangan indah yang justru membuat air mata Suci, bu Samsi dan pak Samir, jatuh tanpa mereka sadari.

Anak-anak hebat. Anak-anak kuat. Bukti cinta merek pada orang tuanya yang sedang berjuang melawan sakit yang datang tanpa ampun.

Tiga orang dewasa ini memandangi punggung kedua cucunya dengan perasaan kalut yang rumit untuk dijelaskan.

"Sean, harus semangat ya. Nanti semua yang Sean lakukan, akan kaka rekam. Biar nanti bisa kita tunjukkan pada mama dan papa." Suni tampak memimpin Sean.

"Tapi janji ya Kak. Jangan ditinggal pulang. Nanti Sean takut." Jawab polos Sean sambil menggelendoti  tubuh sang Kakak.

"Kakak nungguin kamu di sini sama kakek, sama nenek. Soalnya tante Suci harua kerja."

"Tapi Sean takut , kak." Sean kembali merengek dan menghentikan langkahnya di depan ruang kelas.

Suni jongkok si depan adiknya.

"Sean… bu guru itu saaaaaangat baik. Lihat…. Nanti kamu juga punya banyak teman. Bisa mainan macem-macem."

 

"Tapi…"

"Sean mau dapet hadiah dari kaka nggak?" Suni kembali berdiri.

"Mau!!!! Apa hadiahnya?"

"Misi kita hari ini, adalah….. Sean harus tahu nam teman Sean dua orang. Nanti paa selesai sekolah, kakak kasih permen yang bisa dibuat balon. Gimana?" 

Suci tak sanggup melihat pemandangan haru pagi itu lagi.

" Hallo…. Kenapa belum masuk kelas, sayang?" 

Sapa seorang guru yang memiliki wajah oriental dengan senyum manis menghiasi wajah bersihnya.

"Ah… ini bu guru Sean. Salam selamat pagi yuk Sean. Kemarin kan sudah kakak ajarkan." Kata Suni.

"Selamat pagi bu guru." Kompak Sean dan Suni memberi salam.

"Pagi juga…. Pinter sekali kakak dan adik ini.." sang guru cantik pun terharu.

"Bu guru, saya Suni, kakaknya Sean. Hari ini mamah kami sedang sakit, di rumah sakit sama papa. Jadi, hari ini Suni uang nemenin adek sekolah." 

Sang guru semakin takjub dengan sikap sopan Suni.

"Kami kakek, nenek dan tantenya." Sang kakek menambahkan.

'Terima kasih… beruntung sekali bu Guru bertemu kalian pagi ini. Kakak tidak sekolah?" Mata sang guru tampak berkaca-kaca menahan haru.

"Ijin hari ini saja bu. Mau gantiin mama njagain adek di sekolah." 

Sang guru tak mampu  menahan haru. Dipeluknya tubuh mungil Suni dan Sean. 

"Terima kasih kakak Suni. Kakak boleh ikut masuk, kalau mau nemenin adek." Kata sang guru.

Ketiga orang dewasa lainnya, sibuk membenahi wajah mereka dari sapuan air mata.

"Tidak bu…. Suni menunggu diluar saja. Biar Sean bisa fokus sama bu guru. Nanti kalau adek nakal atau nangis kangen mama, baru Suni masuk bu."

Bu guru kehabisan kata mendengar kalimat-kalimat polos Suni yang tak mampu tersanggah.

Sean masuk kelas mengikuti bu guru. Suni bergabung dengan kakek san nenek menunggu di depan kelas. Sedangkan Suci harus berangkat kerja.

…….

Tak lama terdengar suara keras dari dalam kelas.

"Braaaaaaak!!"

Semua orang tua yang menunggu anaknya kaget dan berdiri dengan panik.

Terdengar suara tangis beberapa anak dari dalam kelas…….

Terpopuler

Comments

Anyah aatma

Anyah aatma

Suni dewasa bgtt bisa cepat mengatur emosi

2024-11-18

0

Anyah aatma

Anyah aatma

tunggu,,, mama pasti plg...

2024-11-18

0

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

hebat sekali kamu Suni 👍😭

2024-05-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!