Berubah bukan hal mudah....

Pagi yang datang begitu cepat... Rasa malas menggelayut. Sundan meregangkan seluruh otot tubuhnya. Dikumpulkan seluruh tenaganya. Samar-samar ia mendengar percakapan diluar kamarnya. Bergegas ia bangun mwnuju sumber suara.

"Papa sudah bangun!!!" seru Suni saat melihat dirinya keluar dari kamar. Sundan melirik jam dinding yang terpasang di dinding samping meja makan.

"Kakak bangu jam berapa? Ini masih jam 5 pagi loh."

"Barusan juga Pah.... Sebelum belajar,Aku mau bantu mama sapu-sapu. Tapi nggak dibolehin sama Mama."

"Biasanya kamu bangun jam berapa?"

"Jam 5 pa... Aku pasti denger kalau Mama ngidupin kran dapur. Jadi aku pasti kebangun tanpa harus dibangunin Mama." kata anak sulung Sundan dengan bangga.

"Kamu ngapain aja bangun jam 5. Kan sekolah berangkat jam setengah 7?"

"Ya belajar dong Pa... mberesin kamar, ngecek jadwal, mandi, dandan, sarapan." jawab Suni dengan muka sesikit kesal.

"Selama ini, kemana saja sih kamu ,Sundan... Sampai nggak tahu rutinitas pagi keluargamu sendiri." pikir Sundan dalam hati.

"Kalau Mama bangun jam berapa? Sekarang Mama kemana?"

"Mama bangun jam 4, kadang setengah 4. Sekarang baru BAB dikamar mandi." kata Suni sambil ngeloyor masuk ke kamarnya.

"Aku tidak pernah peduli bagaimana dia mengerjakannya, tapi aku selalu senang dengan bau wangi rumah yang bersih setiap aku bangun tidur. Tak kusangka istriku mengerjakan semuanya di pagi yang masih sangat buta. Jika dia sekarang sakit, akulah yang pantas dihukum karena selalu mengabaikan kelelahannya." Sundan berjalan menuju kamar mandi dan berdiri di depannya.

" Sayang... Kamu baik-baik saja?" seru Sundan.

"Oh!!! Ya... Kamu sudah bangun? Kamu butuh sesuatu? Sebentar lagi aku selesai." jawab Sia dari dalam kamar mandi.

"Oh... Tidak... Cuma memastikan kamu baik-baik saja."

Tidak terdengar jawaban dari Sia. Hanya terdengar suara air dalam toilet yang menggeluyur membawa pergi kotoran Sia.

"Udah... Cepetan masuk gih." kata Sia sambil membuka pintu kamar mandi.

"Kenapa? Perutnya sakit?" tanya Sundan saat melihat istrinya mengelus-elus perut.

"Kamu mau ke toilet kan? Buruan..."Sia tidak menggubris pertanyaan suaminya.

"Enggak... Aku nggak mau BAB. Aku cuma mau tahu keadaan...."

Mendengar jawaban sang suami, Sia berbalik dengan cepat, dan kembali masuk ke kamar mandi. Hal itu tentu membuat suaminya heran.

"Kamu...kamu kenapa lagi sayang?" seru Sundan.

"Melanjutkan BAB. Tadi kupikir kamu buru-buru mau BAB juga. Jadi aku keluar."

Sundan tersentak mendengar jawaban polos dari istrinya. Ia teringat dengan keributan yang ia timbulkan setiap saat.

.........

Suatu hari dikeluarga Sundan.

"Tok...! Tok!!!...tok!!!!...tok!!..." pintu kamar mandi diketok terus menerus oleh Sundan.

"Sayang!!!! Cepetan dong!!! Gantian ini!!! Buruan sakit banget perutku!!!" teriak Sundan saat istrinya juga sedang BAB.

Tak lama sang istri keluar masih dengan mengelus-elus perutnya, namun Sundan tak peduli. Ia langsung masuk kamar mandi dan menikmati kegiatannya dengan santai tanpa memikirkan orang lain.

Dan tak jarang saat Sundan selesai BAB, ia selalu mencium bau minyak angin dari tubuh istrinya.

"Pagi-pagi kok parfumnya minyak angin sih... Bikin nek aja...." lagi-lagi kalimat Sundan keluar dari mulut seenaknya.

"Maaf Mas." hanya jawaban singkat 'maaf' yang selalu keluar dari mulut Sia.

"Bangunin Suni... Sudah hampir jam 6. Suruh belajar!" kata Sundan sambil masuk kamar mandi lagi untuk mandi. Hanya kalimat suruhan atau komentar tidak menyenangkan yang selalu keluar dari mulutnya.

Sia tidak pernah membantahnya. Ia lebih sering menghela nafas tanpa banyak berkomentar.

"Sayang!!!! Celana dalemku yang itu dimana? Dasiku yang garis biru tua dimana? Kamu tahu kertas yang...." Teriakan-teriakan manja Sundan setiap pagi selalu terdengar riweh. Sundan tidak pernah memperhatikan istrinya yang sudah sangat lelah bahkan sebelum pagi datang.

.........

Kita kembali ke keluarga Sundan pagi hari ini...

Sundan tampak merasa sangat menyesal. Selama ini ternyata dia hanya menjadi beban untuk istrinya tanpa mau sedikitpun mengerti betapa repot pekerjaan istrinya. Sia yang tidak pernah mengeluh dengan rengekan Sundan. Sia yang tidak pernah protes saat Sundan pulang kerja langsung mandi dan tidur tanpa peduli dengan kabar anak dan istrinya pagi itu.

Sundan terduduk di depan pintu kamar mandi. Ia tak bisa lagi menahan rasa bersalah pada istrinya. Air mata penyesalan tak bisa ia bendung lagi.

"Papa kenapa? Menangis kok di depan kamar mandi? Mama belum selesai? Perut Papa keburu sakit?" Si anak Sulung mendekati Papanya dengan cercaan pertanyaan.

"Maafkan Papa ya Sayang.... Papa tidak pernah memperhatikan kalian."

"Kata Mama, Papa itu sibuk bekerja untuk cari uang yang banyak, untuk mencukupi semua yang kami butuhkan. Jadi Papa tidak punya banyak waktu untuk istirahat. Jadi kami mengerti kok Pa."

Bahkan Sia sangat bijak mendidik anakanaknya agar tidak membenci ayahnya yang sebenarnya selalu banyak alasan untuk tidak peduli dengan kabar keluarganya.

"Oh...anakku... Betapa kita sangat beruntung memiliki Mama Sia sekarang."

"Papa baru sadar kalau Mama itu baiknya luar biasa?"

Sundan semakin terharu dengan kalimat-kalimat polos dari putri sulungnya.

"Kalian ngapain pada pelukan di depan kamar mandi?" kata Sia.

"Ini loh Ma... Perut Papa keburu sakit. Habis.... nungguin mama BAB lama banget. Kasian si Papa Mam... Makanya Suni peluk Papa sebentar."

Sundan menepis air matanya, lalu membopong Suni lalu mengajaknya duduk dimeja makan.

"Suni... Anak Papa yang cantik.... Mulai sekarang, jangan ada yang marah-marah atau salahin Mama ya... Papa nangis cuma karena kangen sama kalian."

"Dari kemarin kamu aneh banget Mas... Tiba-tiba jadi over perhatian." Komentar Sia saat memperhatikan perilaku suaminya yang berubah 360°.

"Terima kasih dan maafkan aku ya Sayang... Kamu selalu sabar, tidak pernah mengeluh selalu bertahan dengan tingkahku yang manja dan kasar." kata Sundan sambil mendekati Sia yang sedang sibuk mempersiapkan menu sarapan dan bekal.

"Kenapa aku merinding ya Mas, denger kamu ngomong kayak gitu." komentar Sia masih dengan pisau di tangan kanan dan sayuran ditangan kiri.

"Aku serius,Sayaaang..." Sundan memeluk Sia dari belakang.

"Mas, aku bawa pisau ini loh."

"Ajarkan aku keahlian-keahlianmu di rumah. Biar aku bisa membantu pekerjaanmu." Sundan tampak serius.

"Kamu duduk aja tuh, temenin Suni dandan. Kali aja dia butuh bantuan."

"Hmmm gitu... Oke." Sundan menurut dan berjalan menuju Suni." Suni sayang... Ada yang bisa Papa bantu?"

"Aku sudah selesai!!! Papa tinggal kuncir rambutku aja. Emang Papa bisa?" jawab Suni tanpa memalingkan pandangannya dari layar televisi.

"Papa coba ya..." Sia memperhatikan Sundan dari dapur.

"Pa... coba kita tebak, Mama masak apa pagi ini. Yang bener, harus nurutin kemauannya yang menang. Gimana? Setuju?" tantang si gadis kecil.

"Oke. Menurut Papa... Mama masak sayur bayam hari ini."

"Ah... Papa pasti nggak tahu nama-nama sayuran. Makanya jawabnya ngawur."

"Loh... Kenapa?"

"Kan Mama nggak ngambil bayam dari kulkas. Yang Mama siapin cuma Brokoli, wortel, sama bakso. Otomatis Mama masak sop dong Pa..." Suni menjawab dengan penuh percaya diri.

"Oke.. Kita lihat Nanti."kata Sundan sengaja mengalah untuk anaknya.

........

"Suni!!!!" teriakan nyaring terdengar dari halaman depan.

"Tante Suci Pa!!!" Suni tampak girang saat mendengar teriakan tantenya. Suni segera berlari membuka pintu untuk Suci.dan mengajaknya masuk.

"Tante bawain bekal buat Suni....!!!! Ada juga buat Sean.... "

Suci hanya memandang sinis pada Sundan. Entah kenapa Suci rasanya ingin memaki laki-laki itu habis-habisan.

"Kamu masak buat sarapan aja. Bekel buat anak-anak sudah siap ini."kata Suci saat menghampiri Sia.

"Kamu kenapa malah repot gini sih." tukas Sia

"Tadi sekalian aku tiba-tiba pengen bawa bekel. Jadi sekalian aku masak buat Suni dan Sean."

"Bikin apa?"

"Nih!!! Icip deh... Gimana rasanya?" kata Suci sambil menyodorkan mangkok kecil yang disambut Sia tentunya.

"Hmmmm... Enak... Kamu juga punya bakat masak. Kemana aja selama ini Neng?"

"Keluar angkasa bu... " kelakar Suci disambut tawa Sia san Suni. Sundan hanya bisa salah tingkah di depan televisi.

"Sekali-kali mbok ya suamimu itu suruh bantu pekerjaan rumah. Nyapu kek, ngepel kek, lap-lap apa gitu. Sukur-sukur sekali-kali masak. Bikin bekel sendiri. Suruh jajan aja beres sih." Suci tampak melupakan kekesalannya pada pria yang hanya duduk di depan tv.

"Nggak Usah Suci, aku bisa menghandle semua... Kasian Mas Sundan sudah capek kerja di kantor, masa dirumah juga masih harus kerja. Kalau dia sakit giman? Siapa yang akan mengurus kami nanti?" Sia menjawab penuh dengan kasih sayang.

"Hmm.. Beruntungnya ya laki-laki yang dapet istri kayak kmu. Sayangnya kamu nggak beruntung dapet suami yang nggak pekaan."

Sundan yang disindir hanya bisa tertunduk sambil pura-pura menata sesuatu di laci meja tv.

"Kalau kata sinetron... Suami kamu nikah sama kamu, itu adalah Anugrah. Sebaliknya kamu yang nikah sama suamimu, itu adalah Musibah."

"Sebut saja nama Sundan. Tidak usah menyindir pakai suamimu suamimu... Memang... aku laki-laki pembawa musibah. Tapi aku sudah berjanji akan berubah." kata Sundan sambil meraih handuk dijemuran, lalu mendekat ikut mencicipi isi dari mangkok kecil yang dibawa Suci. Dan menuju kamar mandi.

"Iiih... Palingan berubahnya cuma sehari. Besok udah lupa lagi." Suci masih saja meledek Kakak tertuanya itu.

"Hush!!! Suci... Sudah dong, dia itu Kakakmu loh. Nanti kualat." Sia menasihati adik iparnya.

"Dia sudah kualat dari lama. Makanya dia nggak nikah-nikah... Itu karena kualat sama Kakaknya yang nggak peka ini." Sundan masih meladeni ledekan Suci.

"Mama selalu bilang, kalau Kakak sama adek itu harus saling mendukung dan saling menyayangi kan ya Ma?.... Tapi Papa sama Tante Suci malah saling njelek-njelekin. Nggak baik kan ya Ma?"

Suni yang sedari tadi tampak sibuk menikmati hasil masakan mamanya, tiba-tiba mengejutkan semua orang. Termasuk Sundan yang masih memegang gagang pintu, hendak masuk ke kamar mandi.

"Tuh!!!! Anak kecil aja tahu... Masa kalian yang udah pada tua nggak malu!" kata Sia.

"Harus baikan dulu dong Pa... "seru Suni pada Papanya. "Salim dulu sama Papa dong,Tante..." guliran Suci juga dapat instruksi dari Suni. "Terus berpelukan. Sama-sama minta maaf. Gitu kan ya Ma?"

"Aaaahhhh anak Mama pinter banget. Terima kasih ya...udah bantu Tante Suci baikan lagi sama Papa." Sia mencium kening Suni lalu mengelus kepalanya dan memberi isyarat pada Sundan dan Suci agar segera menuruti apa yang Suni mau.

Dari dalam kamar tidur, terdengar hp Sundan berdering. Sundan segera berlari menuju kamar,dan menerima telponnya.

"Siapa,Mas?"

"Hah?! Oh...cuma ibu..."

"Ibu??!!! Kok jawab nya Dok?" Sia protes.

"Hah?!"

"Tadi jawabnya 'iya dok... Terima kasih dok...' begitu.

"Hah??!!".. Sundan bingung harus menjelaskan bagaimana pada Sia. Dokter memanggilnya hari ini untuk membicarakan pengobatan Sia.

"Kalian bersua ini aneh... Apa sih yang kalian sembunyikan dariku?!" Sia tampak curiga

..............

Terpopuler

Comments

Anyah aatma

Anyah aatma

tidak ada kata terlambat untuk menyesal. Penyesalan berati baik, menyesali kesalahan/kelalaian. cmiw.

2024-11-17

1

Anyah aatma

Anyah aatma

ipar yg sempurna

2024-11-17

1

Anyah aatma

Anyah aatma

kurang Sia. tambahin sama palu.

2024-11-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!