Sesaat semua terdiam dan saling pandang. Bu Samsi mendekati Sia dengan penuh kasih. Memeluk Sia yang masih setengah ngantuk.
Air mata meleleh tak tertahan lagi. Tak ada satu kata pun yang mampu terucap dari bibir bu Samsi.
Sia yang awalnya tampak biasa-biasa saja, seketika raut wajahnya berubah. Ia tampak marah.
"Ternyata kalian sengaja menyembunyikan fakta penyakitku." kata sia kaku tanpa ekspresi.
"Jadi... Kalina ingin aku mati pelan-pelan tanpa memberitahu apa yang aku alami. Pantas tiba-tiba semua tampak sangat baik padaku." Sia melepas pelukan ibu mertuanya dan menjauh beberapa langkah.
"Kebaikan kalian tidak tulus!!! Kebaikan kalian selama ini penuh modus!!!" seru sia tampak kesal dengan emosi dan sakit yang tertahan.
"Sia... Kami tidak..." Suci mencoba menjelaskan, tapi dicegah Sundan.
Sundan mendekati Suci perlahan dan berusaha memeluknya.
"Tidak ,Mas!!! Aku tidak percaya kamu lagi. perhatianmu ternyata palsu.!" kata Sia dengan mata berkaca-kaca.
"Sia... Dengarkan dulu. Kami hanya tidak tega mengatakannya. Kami pikir kami akan memberitahumu nanti setelah aku dapat jalan keluar untuk kesembuhanmu." kata Sundan mencoba menenangkan istrinya.
"Aku tidak mau mendengar lagi. Aku.... Aku..." tangis Sia mulai pecah.
"Mama...!!!!" Sean yang tadi asyik dikamar berlari ke ibunya dan memeluk kaki ibunya.
"Sean... Maafkan Mama ,Nak.." Sia semakin tak bisa membendung tangisnya.
Sia berjongkok memeluk anaknya yang bingung dengan isak tangis semua orang.
"Mama...." Sean tampak mengerti kegusaran dalam hati ibu yang melahirkannya.
Pelukan Sean semakin erat. Dengan tangis yang semakin pilu.
Suasana tampak sangat tidak baik.
Hape Sundan kembali berdering.
"Iya Mbak..." jawab sundan setelah beberapa saat mendengar penjelasan dari si penelepon.
"Sia... Ada panggilan dari dokter untuk janji temu sekarang. dokter akan menjelaskan detail tentang apa yang kamu derita, dan jalan keluar untuk menyembuhkannya." Sundan memecah isak tangis keluarganya.
Sia tampak sudah lebih tenang. Bu Samsi meraih Sean. Sia pergi membersihkan diri.
Semua membenahi hati masing-masing dan dengan bisu menemani Sia ke rumah sakit.
"Sean, mulai sekarang jadi anak baik ya... Mama sedang sakit. Jadi kalau butuh apa-apa, Sean bisa bilang nenek, atau Tante." kata bu Samsi saat memangku Sean diruang tunggu.
Sementara Sia dan Sundan masuk ke ruang dokter.
............
Di ruangan dokter....
"selamat siang ibu...bapak...." sapa sang dokter dengan ramah.
"Pagi dok."balas Sundan. Sedangkan Sia hanya sanggup mengangguk dengan senyuman pahit.
"Bagaiman ibu Sia... saat ini anda merasa baik?" tanya sang dokter memandang lekat ke wajah Sia.
"Bagaiamana ya dok... Dibilang baik ya seperti ya dokter lihat. Tapi mau bagaimana lagi." jawab Sia sekenanya.
"Baiklah... Saya akan jelaskan gambaran sedikit tentang apa yang anda alami."
Dokter wanita peruh baya itu menghela nafas, lalu melanjutkan.
"Dari hasil tes lab darah ibu, dan gejala-gejala yang kami temukan, anda positif leukimia limfosit akut."
Mendengar kata 'akut' dari mulut sang dokter, jantung Sundan terasa berhenti sejenak. Begitu pun Sia.
Sundan menarik kursinya agar lebih dekat dengan Sia. Sundan menggenggam tangan kanan Sia. Berharap istrinya kuat dan sanggup menerima kenyataan. Meskipun sebenarnya dia sendiri lah yang tidak sanggup melihat istrinya menderita.
"Kami akan berusaha sebaik mungkin untuk membantu ibu, melawan sakit ini sampai ibu benar-benar pulih."
"Apa yang harus kami lakukan,Dok? Sundan mulai khawatir. Kaki-kakinya mulai duduk dengan tidak tenang.
"Kita lakukan tes sumsum tulang hari ini. Apakah ibu siap?" tanya Dokter tampak tidak memaksa.
"Siap dok. Lakukan apa saja yang terbaik. Saya harus hidup. Ada anak-anak yang membutuhkan saya." jawab Sia dengan mata berkaca-kaca dan jantung yang sedari tadi berdetak sangat tak beraturan membuat suaranya pun bergetar.
"Baik lah... Mari ikuti saya." kata si Dokter.
Dokter mengajak mereka menuju ruang pemeriksaan lanjutan.
Seorang perawat membantunya berbaring.
"Silahkan miring bu." kata si perawat. "permisi ya... Akan saya lakukan anestesi lokal di pinggul ibu."
"Auw.." Sia tampak sedikit terkejut saat si perawat menyuntikkan jarum ke pinggulnya.
Tak selang begitu lama, bu Dokter datang bersama satu dokter lagi."
"selamat siang, Bu Sia..." saya Dokter Sony. Minta ijin ya bu,,, akan saya ambil sampel sumsum tulang ibu.
Sia hanya bisa mengangguk dengan senyuman tipis.
"Berapa usia putra ibu?" kata Dokter basa-basi dengan tangannya yang cekatan memasukkan jarum kecil ke tulang pinggul Sia untuk mengambil sampel sumsum tulangnya."
"Yang pertama sudah sekolah,Dok. Yang dua masih 4 tahun kurang."jawab Sia yang nampak masih tegang.
"Rileks ya bu... Tidak akan terasa sakit kok."
"Terima kasih,Dok." kata Sundan yang setia mendampingi istrinya.
"Bapak tidak boleh lelah. Harus setia mendukung sang istri ya. Saya orang yang sangat menghormati cinta. Jadi saya percaya, cinta akan menyembuhkan bu Sia." dokter pria bertubuh gempal itu tampak jenaka.
"Terima kasih... Sudah selesai." kata Dokter Sony.
"Ibu Sia mari saya antar ke barak pasien. Ibu istirahat dulu. Nanti menunggu instruksi dokter selanjutnya." kata perawat sambil mempersiapkan kursi roda untuk Sia.
Sundan membantu istrinya duduk di kursi roda. Perawat membawa sia ke ruangan yang sudah disiapkan.
"Saya tinggal dulu, ibu-ibu dan Bapak. Selamat istirahat." kata si perawat berpamitan.
"Dan juga bu, sebaiknya jauhkan putra ibu dari rumah sakit. Kasihan bu. Banyak virus dirumah sakit." kata si perawat lagi.
"Baik mbak... Terima kasih." jawab bu Samsi.
Sia masih bungkam dengan tatapan sendu. Raut wajahnya yang sulit diartikan membuat mereka yang menemaninya tak berani berucap walau sepatah katapun.
Sia berbaring, ia menatap jauh keluar jendela. Sayup-sayup terdengar suara alunan musik dari luar rumah sakit. Melodi sendu membuatnya semakin masuk ke dalam perasaan pilu.
Dipejamkannya mata untuk mengusir perasaan campur aduk yang terus menumbuhkan rasa khawatir dalam benaknya.
Namun semakiin ia pejamkan, semakin banyak hal yang harus ia pikirkan. Semakin banyak memory yang memaksa masuk ke dalam nya.
Sundan yang tidak tahu isi hati istrinya, hanya bisa pasrah dan terdiam. Memberikan kesempatan dan waktu untuk istrinya mengolah perasaan dan emosinya.
"Sean!!!!! Suni!!!!" serunya tiba-tiba saat matanya terbuka.
Sundan yang baru saja menyandarkan punggungnya sontak terbangun dan melesat ke samping istrinya.
"Anak-anak dirumah Ma. Ada apa?"
Belum sempat Sia berucap, seorang perawat masuk ke ruangan.
"Selamat siang Bu Sia, bagaimana kondisi anda? Apa ada keluhan?" si perawat tampak ramah.
"Saya merasa baik mbak." jawab Sia sambil memalingkan wajah. Entah apa yang dipikirkannya sampai ia merasa tak sanggup menatap si perawat.
"Mari saya bantu untuk sekali lagi melakukan CT scan." suster menyiapkan kursi roda untuk Sia. Dan kembali membawanya ke ruangan yang dipenuhi dengan peralatan medis yang tampak besar-besar.
Ada perasaan ngeri saat Sia memasuki ruangan itu.
"Bapak mohon tunggu diluar ya pak. Tenang saja. Istri Bapak akan saya kembalikan nanti." kata si perawat dengan senyum ramah.
Sundan hanya bisa melihat istrinya dari celah jendela yang tidak tertutup gorden.
Tak banyak yang bisa Sundan lakukan. Hanya pasrah berdoa, berdoa dan berdoa. Semoga Hyang Maha Kuasa memberikan belas kasih dan memberikan mujizat untuknya.
............
Sementar itu dirumah,...
"Jadi mama beneran sakit kan Tante?" Suci kaget dengan pertanyaan ponakannya,padahal ia belum memberitahukan apapun padanya.
"Suni...."
"Nggak usah bohong Tant...Aku tau Mama sedang sakit."
"Kamu tahu?" Suci tampak bingung dan salah tingkah di depan Suni yang sedang sibuk mengganti seragam sekolahnya dengan baju rumahnya.
"Sudah lama Mama gampang capek. Wajahnya juga sering aneh. Sering pusing."
"Sejak kapan itu Nak?" Suci tampak semakin terkejut dengan kepekaan Suni.
"Sudah lama Tant... Sejak Tante Sasa masih sering main kesini. Mama sering sedih."
Suci menghampiri ponakannya. Perasaannya bercampur aduk. Air mata Suci mengalir deras tak dapat dikendalikannya. Dipeluknya tubuh mungil Suni.
"Kenapa semua orang menangis saat aku menyebut nama Tante Sasa? Bukankah seharusnya marah?" suara Suni tampak bergetar. Entah menahan marah atau menahan tangis.
Semakin erat Suci memeluk Suni.
Suni mengelus punggung Suci. bocah kecil rapuh itu tampak menjadi dewasa sebelum saatnya.
Dibalik kepolosan tingkahnya, ia menyimpan banyak perhatian untuk keluarganya.
"Kamu sungguh keterlaluan Sasa!!!! Kuharap kamu tidak akan bahagia dimana pun kamu berada." umpat Suci dalam hati.
...****************...
to be continue.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Anyah aatma
Kalo istri orang nggak di kembalikan, dosa Dok! 😆
2024-11-17
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Semangat untuk sembuh Sia 💪😢
2024-04-23
0
J.wijaya 🇵🇸
lah🤔🤔🤔
2023-10-09
0