Harapan.

Sundan harus menyingkirkan perasaan kesal dan egonya. Sia adalah prioritasnya saat ini.

Sundan menggertakkan gigi beberapa kali sambil tetap berjalan mengikuti rombongan di depannya itu.

Salah satu perawat membukakan pintu ruangan sehingga Dokter Sam bisa mudah membawa Sia masuk. Sundan mengikuti dibelakangnya.

"Ruang apa ini?" Batin Sundan saat hanya melihat ada kursi tunggu dan televisi mati yg tertempel di dinding.

"Bapak silahkan tunggu di sini. Kemoterapi akan dilakukan di dalam ruangan sebelah sana." Kata seorang perawat pada Sundan.

Tanpa banyak bicara, Sundan hanya menurut. Setelah menandatangani beberapa dokumen, si perawat meninggalkan Sundan sendirian di ruang tunggu itu.

Tak henti Sundan mengucapkan banyak doa-doa indah pada Sang Hyang Maha Mengerti. 

Ponselnya berdering…. Sundan merogohnya dari saku celananya.

"Halo , Mas? Sia sudah jadi kemo?" Tanya Suci dari sebrang.

"Ini baru saja dimulai. Doakan ya. Ah, bagaimana keadaan rumah? Anak-anak baik-baik saja?"

"Ya. Tadi Suni ikut mengantar Sean masuk sekolah. Saat ku tinggal semua baik-baik saja. Tidak ada kabar apapun, jadi kurasa semua baik-baik saja." Jawab Suci.

"Ah… sampai lupa. Hari ini Sean harus masuk sekolah."  Raut wajah Sundan seketika berubah. Ia tampak kesal dengan dirinya sendiri. 

"Kamu fokus saja sama Sia. Yang dirumah semua aman terkendali. Anak-anakmu sungguh luar biasa. Didikan Sia sangat berhasil membuat anak-anakmu tumbuh menjadi anak baik."

Sundan sedikit lega dengan jawaban Suci.

"Semoga semua cepat berlalu." Kata Sundan berusaha baik-baik saja.

"He-em. Aku juga berharap begitu. Aku tidak sanggup melihat anak-anak menunggu Sia dengan sangat sabar." Suara Suci terdengar sedikit tertahan, seakan menahan pilu.

………..

Sementara itu di ruangan kemoterapi.

Dokter Sam membopong Sia dan membaringkannya di ranjang. Tindakannya benar-benar membuat mata seluruh perawat kembali saling menatap.

"Dokter,,,, kami harus mengganti baju bu Sia terlebih dahulu." Kata seorang perawat.

"Oh, silahkan."jawab Dokter Sam sedikit menjauh dari Sia. 

Para perawat kembali menatap tajam pada Dokter Sam. Si dokter baru menyadari sesuatu.

"Oh!!! Ya baik baiklah… saya keluar dulu. Maaf."  Kata si dokter yang tampak salah tingkah sambil berjalan keluar.

Para perawat hanya saling pandang sambil menahan banyak pertanyaan. Namun mulut mereka harus tetap terkatup karena ada pasien yang harus segera ditangani.

Main mata dengan alis dan bahu yang naik turun adalah cara para perawat mengkonfirmasi gosip yang hendak mereka mainkan.

"Panggil Dokter Sam. Semua sudah siap." Kata salah satu perawat pada perawat lainnya.

…….

"Cepat sekali." Seru Sundan saat melihat Dokter Sam keluar dari ruangan.

"Ah… belum dimulai. Para perawat sedang mempersiapkan beberapa hal."

"Oh.."

Suasana tampak sangat canggung. Sebenarnya banyak sekali pertanyaan dalam benak Sundan. Begitu pula dengan Dokter Sam. Namun keduanya tampak canggung untuk memulai percakapan.

"Sudah berapa tahun? Menikah?" Dokter Sam membuka percakapan pada akhirnya.

"10 tahun." Jawab Sundan singkat.

"Oh."

"Berapa? Anak?"

"Dua."

"E…." Dokter Sam belum menyelesaikan kalimatnya, saat seorang perawat melongok dari dalam ruang untuk kemo.

"Sudah siap , Dokter." Kata si perawat.

Dokter Sam mengangguk.

"Akan saya usahakan yang terbaik. Saya juga ingin Sia sehat." Kata Dokter Sam berpamitan pada Sundan, lalu berjalan masuk ke ruangan kemoterapi.

Sundan menghela nafas menahan berbagai pertanyaan.

"Siapa sih dia. Bikin kesel." Gumamnya sendirian.

Bayangan wajah Sia yang tampak tertegun saat menatap wajah sang Dokter kembali melintas dalam pikirannya.

"Kenapa juga Sia harus pasang wajah seperti itu?" 

Sundan semakin kesal.

"Aufth…" dilimpahkannya kekesalannya dengan menendangkan kakinya pada angin tak terarah.

……..

Tak lama proses kemo Sia selesai. Sia tampak terbaring lemah di atas ranjang yang didorong dua orang perawat.

Dokter Sam tidak menampakkan batang hidungnya. Hal itu membuat Sundan sangat lega. 

"Mas…." Suara Sia sangat lirih.

Sundan menghampiri Sia. Menggenggam tangannya yang terasa sangat dingin.

"Kita kembali ke ruangan rawat inap dulu ya, Pak." Kata seorang perawat. 

Sundan mengikuti arahan perawat.

……

Di ruang rawat inap.

"Mas… aku haus." Suara Sia masih sangat lemah.

"Ya." Dengan sigap Sundan mengulurkan air putih untuk Sia. Dirangkulnya punggung Sia agar istrinya itu bisa minum dengan baik.

"Cukup." Kata sia sambil sedikit menjauhkan botol air putih dari mulutnya.

Sundan kembali membantu istrinya berbaring.

"Kamu kedinginan?" tanya Sundan saat melihat badan Sia sedikit gemetar dan telapak tangannya terasa dingin.

"He-em."

"Mau kutambahkan selimut?" tanya Sundan lagi.

Sia mengangguk setuju. Sundan sangat sabar dan telaten mengurus istrinya.

Dipeluknya tubuh sang istri yang masih kedinginan. Berharap dapat membantu agar sang istri merasa tenang dan dicintai.

Tak lama terdengar suara pintu diketok

"tok...tok..tok..." Sundan hendak beranjak dari tempat duduknya.

"Mama..!!!" terdengar nyaring suara Sean.

Sundan menyambut anak-anak dan keluarganya.

"Sssssat... mama baru saja tertidur." kata Sundan mengisyaratkan agar semua berhati-hati dan tidak membuat kegaduhan.

"Apa kabar kalian anak-anak kesayangan papa." 

Sapa Sundan pada kedua anaknya. 

Sundan memeluk kedua anaknya ,disambut pula dengan pelukan hangat dari anak-anaknya. 

Mereka saling melepaskan rindu setelah tak bertemu sejak kemarin.

"Apa mama kesakitan pah?" Pertanyaan polos Sean membuatnya trenyuh.

"Tadi sudah diberi obat sama dokter. Jadi mama sekarang sedang tidur." Jawab Sundan sambil memangku putranya. 

Suni duduk merapat menempel di sebelah kanan sang papa. 

"Mama bobok biar obatnya bisa bekerja ya pa? Biar mama cepet sehat?" Sean kembali bertanya sambil memainkan dagu papanya yang mulai ditumbuhi jenggot tipis.

"Mama sudah makan pah?" Suni pun ikut bertanya sambil memeluk lengan kanan papanya.

"Sudah tadi siang. Tapi makannya cuma sedikit. Nanti kalau sudah bangun, bantu Mama biar bisa makan lebih banyak.okey?"

"Siap Pah." 

" Kemo nya tadi lancar? Tidak ada efek samping kah?" Tanya Pak Samir.

"Lancar pak."jawab Sundan.

"Efek samping biasanya berbeda tergantung kondisi pasien yah." Suci menambahkan.

"Ibu yakin Sia sangat kuat. Dia pasti bisa segera melewatinya." Bu Samsi tampak sangat mengenal menantunya.

Semua duduk berkumpul di tikar yang dibawa bu Samsi dari rumah.

Hanya tersedia sebuah kursi agak panjang yang hanya cukup untuk duduk 3 orang dewasa. Dan sebuah meja kotak disana. 

Untung bu Samsi inisiatif membawa tikar lipat dari rumah.

"Ah, hari ini Sean masuk sekolah kan? Bagaimana sekolahnya?" Sundan baru teringat.

Semua saling menatap. Namun Sean segera menyahut pertanyaan papanya.

"Ada teman Sean yang badannya besar banget pah! Tapi dia nakal. Sean didorong sampai jatuh."

"Haah? Terus?" Sundan sangat kaget.

Sean dengan sangat antusias menceritakan apa yang dialaminya tadi pagi disekolah.

Panjang lebar Sean menceritakannya pada papanya.

"Tapi kata kakak, Sean nggak boleh takut. Besok harus berangkat sekolah lagi. Karena teman Sean yang nakal akan dipenjara pak Polisi."

Perasaan campur aduk kembali bertaut dalam benak Sundan.

Rasa syukur tak henti ia ucapkan dalam hati. 

Ia sangat beruntung memiliki keluarga yang sangat mendukungnya. Terlebih anak-anak yang sangat bisa ia andalkan.

"Mas…" terdengar suara lirih Sia terbangun.

"Ya Sia… kamu sudah bangun? Butuh sesuatu?" Suci sigap mendekati Sia.

"Ah… kalian kapan datang?" Kata Sia sambil berbaring.

"Mamaaa!!!!" Suni dan Sean mendekat ke mamanya.

"Anak-anak hebat ibu." Sia berniat bangun. Ingin sekali ia menyambut kedua anaknya. Memeluknya. Namun ia tak kuasa menahan tubuhnya sendiri.

Sia merasa sangat lemah. 

"Apa kabar kalian?" Sia menatap kedua anaknya dengan penuh rasa kangen.

"Hari ini Sean sekolah. Tapi teman Sean nakal." 

Sean kembali menceritakan pengalamannya hari pertama masuk sekolah.

Air mata tampak menetes dari ujung mata Sia.

"Maafkan mama ya. Anak-anak mama sangat hebat."

"Itu karena mereka juga memiliki mama yang hebat." Kata pak Samir dengan maksud menyemangati menantunya.

"Kenapa Sia?" Sundan menyadari nafas Sia yang terlihat tersengal, dan berat.

"Mama mimisan lagi."teriak Suni.

Semua panik. Suci segera berlari memanggil perawat … bu Samsi memegang kedua cucunya.

Sundan dan pak Samir menemani Sia.

...****************...

To be continue.....

Terpopuler

Comments

Kroos ♥️ Modric

Kroos ♥️ Modric

pliss, kasian Sia, kondisi nya nge drop, semoga baik-baik aja /Frown//Frown//Frown/

2023-10-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!