Bagaimana perasaan seorang ayah dan seorang ibu, ketika memiliki putri kecil yangmasih berusia belia, bahkan belum juga remaja, memiliki hati dan jiwa besar, untuk berani mengambil langkah diluar kemampuannya.
Semenjak ibunya divonis menderita Leukimia, Suni, gadis cilik, berusia 10 tahun ini, sering mencuri-curi kesempatan untuk mencari informasi tentang penyakit yang membuat rambut ibunya habis, penyakit yang membuat ibunya tidak bisa dirumah dan menjaganya beserta adiknya seperti ibunda yang sehat seperti biasanya, bahkan penyakit menyebalkan yang membuat ia semakin tak bisa mengenali ibunya, karena kecantikan ibunya perlahan menghilang berganti dengan wajah pucat dan kurus dengan tulang-tulang yang semakin menonjol.
Sewaktu di sekolahnya, ia pun selalu menyempatkan membaca banyak buku di perpustakaan, membuka internet di lab komputer, membeli buku tentang kesehatan di toko buku yang tak jauh dari sekolahnya, semua ia lakukan untuk mengetahui tentang penyakit yang merampas perhatian ibunya.
Terakhir kali, saat Suni menguping pembicaraan dokter dengan Ayahnya, Suni yang mengerti kenyataan pahit, tentang donor yang tidak kunjung didapatkan, dan juga tentang hasil check up, bahwa ternyata hanya sumsum miliknya dan milik adiknya yang bisa cocok untuk menjadi pendonor.
Rasa takut tentu menggoyahkan hati Suni, namun gadis baik yang sangat bijak ini, pada akhirnya memberanikan diri untuk bertemu dokter, dua Minggu yang lalu.
"Dokter, aku dengar, hanya aku yang bisa membuat mamahku mengalahkan sakit yang ada ditubuhnya."
"Ah, itu,,,," Dokter tak bisa menjawab langsung, mengingat usia Suni yang masih sangat belia.
"Dokter Sam, aku tahu dokter menyukai mamahku. Aku juga tahu aku tidak boleh sembarangan melakukan apapun tanpa persetujuan papah dan mamahku. Tapi aku mau mamahku kembali pulang dan merawat ku, dokter."
Suni menunduk, lalu sibuk membersihkan muka dengan kedua tangan mungilnya, melawan dan berusaha menghentikan air mata yang terus mengalir di pipi polosnya. Melihat hal itu, dokter Sam bangkit dari singgasananya, lalu jongkok di hadapan Suni, dan memeluknya, menepuk punggung Suni, tanpa berani mengucap sepatah katapun.
"Aku akan mengijinkan dokter Sam menjadi papah keduaku. Aku akan membantu menjelaskan semua pada papahku nantinya, aku berjanji semua akan baik-baik saja." ucap Suni diantara Isak tangisnya.
"Suni,,, dokter Sam tidak,,,,,"
"Aku tahu dokter Sam, tidak akan apa-apa jika dokter Sam tinggal dirumah kami, itu akan baik untuk mamahku juga. Aku yakin papah akan setuju, tapi ijinkan aku menyelamatkan mamahku." tangis Suni semakin pecah.
"Suni,,,," dokter Sam belum menemukan kalimat yang tepat untuk memberikan pengertian untuk Suni.
"Aku tidak mau mendengar alasan apapun!! Aku tahu aku bisa menyelamatkan mamahku!! Aku sudah membaca banyak buku!! Lihat dokter!!! Semua yang tertulis disini semua benar kan!!"
Ucap Suni sangat emosional sambil menunjukkan kliping yang ia buat. Dokter Sam membuka lembar demi lembar, semua tentang Leukimia yang diderita Sia.
Hancur perasaan dokter Sam. Gadis sebelia ini, begitu sangat bertekad membawa mamahnya kembali pulang. Rasa takut dan manja benar-benar tak tergambar sama sekali di wajah Suni. Sebagai seorang dokter , baru kali ini ia bertemu dengan anak yang memiliki keberanian setulus ini.
Dokter Sam memeluk erat tubuh mungil Suni. Mata pria sejatinya pun tak sanggup melawan rasa iba dan takjub akan ketegaran dan kebesaran hati Suni. Kedua manusia berbeda generasi itu, merasakan kepahitan dengan porsi yang berbeda, melampiaskan dalam pelukan hangat saling menguatkan.
"Dokter Sam, berjanjilah jangan memberitahukan hal ini pada siapapun, aku harus menaikkan berat badan seperti yaang tertulis di buku-buku itu. Biarkan aku sendiri nanti yang akan memberitahukan semua pada papah dan mamahku. Dokter Sam harus membantuku." ucap Suni kemudian setelah merasa lebih tenang.
"Iya, Suni sayang, dokter tidak bisa lagi mengatakan apapun. Kamu memiliki semua sanggahan jika saja dokter ingin melarang." ucap dokter Sam tak bisa lagi mengelak dari keinginan Suni.
"Mulai sekarang, dokter akan membantu mencari cara agar Suni bisa menaikkan berat badan dengan cara yang baik dan sehat. Dokter boleh pinjam kliping yang Suni buat?"
"Hm! Silahkan dokter, aku sudah menghafal semuanya."
"Suni berjanjilah harus selalu sehat, tidak boleh lagi banyak berfikir sendiri, jika ada apa-apa, Suni boleh bercerita sama dokter Sam. Kita sahabat baik sekarang." ucap lembut dokter Sam.
.
.
Kembali ke hari ini,
Bagaikan tersambar peluru pistol tepat sasaran di jantung, Sundan dan Sia tak percaya dengan apa yang Suni ucapkan. Anak mereka yang masih sangat belia, dengan jelas dan tegas mengatakan hal yang sangat mustahil diucapkan oleh anak-anak lain seusianya.
"Anak papah,,, kenapa bicara seperti itu? sebentar lagi mamah juga akan dapat pendonor." Sundan menyambut Suni, lalu mengusap perlahan wajahnya.
"Benar apa kata papahmu. Mamah sebentar lagi akan pulang." ucap Sia masih terbaring lemah.
"Itu yang setiap hari kalian katakan. Tapi Suni tidak bisa lagi dibohongi, Pah,Mah." wajah tegar Suni mengatakan betapa serius ucapannya.
Sundan memeluk erat putrinya. Perasaan getir tak bisa dihindarinya, begitu juga dengan Sia, ia tak bisa menahan air mata haru dan sakit karena merasa gagal menjadi seorang ibu.
Ia merasa bersalah dengan anaknya, seharusnya ia yang menjaga Suni, namun takdir mempermainkan semuanya,dan membuat keadaan berbalik tanpa meminta ijin atau memberi nya kesempatan untuk memperbaiki.
Tak lama keluarga Sundan yang lain pun tiba. Melihat hal-hal yang terjadi, semaksimal n pecah tangis haru dan syok di ruangan itu. Terutama juga Bu Samsi, ia yang setiap hari menyiapkan semua makanan yang diminta Suni, ia tak pernah menyangka Suni seberani itu, ia pun merasa bersalah karena secara tidak langsung, sebagai nenek Bu Samsi seolah mendukung keputusan Suni untuk mengorbankan diri menyelamatkan ibunya.
"Suni,,, kenapa kamu seberani ini? Kenapa tidak bercerita dengan nenek? Kenapa kamu harus menanggung semuanya sendiri?" tangis emosional Bu Samsi pecah.
"Maafkan Tante, Tante yang tak pernah bisa mengerti betapa kamu selama ini tidak bisa bahagia. Semua salah kami orang-orang dewasa yang tidak bisa menjaga kalian dengan benar." Suci pun tak bisa menahan sakit dan sesak.
"Suni hanya ingin mamah pulang!!! Suni hanya ingin dipeluk lagi sama mamah!!" teriak Suni membuat air mata dan tangis semua orang dewasa tak bisa terhenti.
"Suni,,,," panggil lirih Sia dengan mata lembab seluruhnya, syok yang teramat hebat ini, membuat pandangannya mulai kabur.
"Sia!!" Ujar Sundan saat melihat darah segar kembali mengalir dari lubang hidung Sia.
...****************...
To be continue.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Anyah aatma
Suni.., peluk jauh buat kamu...
2024-11-18
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Sia drop lg 😭😭
2024-06-21
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
😭😭😭
2024-06-21
0