Rahasia....

"Kok pakai baju olahraga ,Mas? Sudah tak siapin kok baju kerjamu." Sia tampak bingung saat melihat Sundan keluar dari kamar hanya memakai baju olahraga.

"Kan aku sudah janji. Nanti habis nganter Suni sekolah, kita olahraga pagi, jalan-jalan keliling komplek."

"Kirain hoak doang... Terus, Sean gimana?"

"Kan ada dia. Biar dijaga sama dia, kita pacaran dulu." kata Sundan sambil menunjuk-nunjuk wajah Suci.

"Dasar Kakak laknat!!" kata Suci sambil menggertakkan gigi dan mata yang dipicing-picingkan.

"Selesai makan, buruan mandi. Aku nganter Suni. Habis itu kita cusss."

"Yakin nggak apa-apa nih, kamu jagain Sean dulu?"

"Apa sih yang enggak ku kasih buat kamu. Kakak ipar terbaikku." nada bicara Suci terdengar sedikit lebay.

"Aah...aaah.."

"Kenapa? Kenapa?!!" Sundan dan Suci kompak terlihat panik.

"Aku tiba-tiba mual,Mas.... Denger dia panggil aku 'kakak ipar'." kata sia diakhiri senyum puas berhasil nge-prank nya.

"Dasar sialan!!!" Suci memeluk Sia dengan perasaan sedih yang ia sembunyikan.

Sia segera menyelesaikan sarapannya bersama Suci. Sedangkan Sundan mengantar putri sulungnya berangkat sekolah. Biasanya ia langsung berangkat kerja. Namun hari ini dia minta ijin bos dan kawan-kawan team nya untuk berangkat lebih siang.

Sundan tidak pernah absen dalam pekerjaan. Kreatifitas dan kemampuannya mencari jalan keluar dalam permasalahan, membuatnya mendapatkan banyak penghargaan di kantornya. Ia juga merupakan sosok yang setia kawan. Jadi ketika ada kondisi mendesak, tak sulit bagi Sundan untuk meminta ijin.

"Hari ini pulang jam berapa? Kapau Papa bisa ijin keluar, nanti biar Papa lagi yang jemput."

"Beneran Pah?! Yeeeeaaay!!!!! Aku pulang jam 2 hari ini." Suni tampak kegirangan mengetahui akan dijemput Papanya.

"Tapi Papa belum janji. Papa usahakan. Semoga bisa keluar sebentar ya."

"Oke deh... Papa nanti hati-hati ya kerjanya." kata Suni sambil cium tangan ayahnya. Lalu berbalik dan memasuki areal sekolahnya.

"Aduuuh... romantis banget mas Sundan... Tumben bisa ngajakin istri jalan sehat? Libur kerja?" sapa pak Seno, seorang tetangga saat mereka jalan sehat.

Sundan menanggapi dengan senyum lebar.

"Sesekali Pak... Mumpung hari ini masuk siang. Jadi pengen pacaran dulu. Mumpung anak-anak ada yang jaga." jawab Sundan.

"Harus gitu memang mas... Biar tetep bucin sampai tua." seru Pak Seno sambil merangkul istrinya.

"Doakan kami tetep rukun, seperti bapak dan ibu." jawab Sundan lalu berpamitan untuk melanjutkan jalan sehat.

"Mereka tetep romantis ya, Mas. Padahal sudah tua." Sia berkomentar.

"Kita juga bisa." jawab Sundan sambil meraih tangan Sia dan menggandengnya.

"Terima kasih ,Mas. Jaangan lelah berjuang untuk kami ya." Sia berucap sambil menatap suaminya.

"Apa sebaiknya kita cari orang yang mau bantu- bantu kamu bebersih rumah? Jadi kamu bisa fokus jaga anak-anak?"

"Hah?! Nggak usah lah, Mas... Aku masih bisa ngerjain sendiri. Lagian, kita harus hemat anggaran. Lumayan, biar bisa buat tabungan." Sia menjawab dengan mantap.

"Sia... Aku takut kamu kenapa-kenapa seperti kemarin."

"Aku janji akan lebih hati-hati,Mas..."

Sundan menghentikan langkahnya dan berbalik berhadapan dengan istrinya. Dipegangnya kedua tangan Sia dengan penuh cinta.

"Jangan pikirkan anggaran. Biar aku yang cari uang. Aku cuma pingin kamu sehat terus. Biar bisa ngurus aku dan anak-anak."

"Sebentar,Mas... Kamu cari uang mati-matian buat bayar orang ,biar pekerjaanku ada yang bantu. Terus, biar aku tetep sehat ,biar bisa ngurus kamu dan anak-anak? Gimana konsepnya kamu ,Mas?"

Sundan hanya bisa garuk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Ada benarnya juga yang Sia katakan. Ia tampak berpikir keras mencari jalan keluar.

"Ada yang pengen kamu beli nggak? Kita bisa mampir ke tempat jualan jajanan pasar." Sundan mengalihkan pembicaraan.

"Jauh Mas, lagian juga mau beli apa... Dirumah sudah banyak makanan. Tadi pagi-pagi, aku sudah selesai bikin jelly juga,buat camilan anak-anak nanti siang."

"Kamu bangun jam berapa sih?jam lima kok semua sudah beres? Setiap hari kamu seperti itu?"

"iya lah... Kamu lupa, kamu sering cerita ke temen-temen kamu kalau kamu tuh, pas bangun tidur ,suka banget bau harum lantai bersih. Takut kamu kecewa, ya aku bersihin sebelum kamu bangun dong."

Sundan mengingat akan hal-hal dimasa lampaunya. Sakit rasanya saat istrinya memiliki kepekaan yang luar biasa. Yang tidak pernah dimintanya, namun selalu memiliki inisiatif mengerjakan sesuatu demi menyenangkan keluarga. Sedangkan dia tidak mengerti apapun yang diinginkan istrinya.

"Sia... Mulai sekarang, kerjakan pekerjaan rumah, tidak perlu sepagi itu. Maksudku, memang aku suka mencium wangi lantai bersih di pagi hari. Tapi jika itu membuatmu harus rela melakukannya sendirian seperti itu, aku jadi membencinya sekarang." kata Sundan dengan nada penyesalan.

"Aku sudah terbiasa punya rumah yang bersih sebelum matahari terbit. Jadi rasanya pasti akan sangat tidak menyenangkan jika tiba-tiba kebiasaan baik itu aku ubah."

"Sayaaang... begini saja, mulai besok, kalau kamu bangun pagi, tolong bangunin aku juga. Kita kerjakan semuanya bersama-sama. Oke?"

"Kenapa?!"

"Ya.. Aku pengen bantu kamu...."

"Mas, ingat nggak, kata ibumu? Kalau dia selalu mendidik Suci, untuk jadi perempuan yang rajin. Biar nanti pas jadi istri orang,Bisa selalu bangun lebih dulu dari suaminya. Ibumu mau, Suci sudah selesai membersihkan rumah sebelum suaminya bangun. Itu Kan berarti, ibumu juga maunya punya menantu kayak gitu kan?"

Lagi-lagi Sundan ditampar habis oleh kalimat istrinya sendiri tentang kenyataan yang tidak bisa disangkalnya. Tidak ada yang salah dari perkataan Sia.

Ibunya tidak salah. Yang Sia pikirkan pun benar. Yang kurang benar mungkin dirinya. Dirinya yang tidak bisa menjadi pribadi yang baik untuk Sia.

Sia yang sudah berusaha menjadi menantu dan istri yang baik. Tapi dirinya hampir tidak melakukan apapun untuk Sia.

"kupikir, pekerjaanku sungguh hal terberat yang membuatku stress, rasanya hampir ingin berhenti. Ternyata istriku merasakan hal yang lebih menyiksanya dirumahku." pikir Sundan sambil menahan lara yang tak terungkapkan.

"Kenapa?" Sundan memperhatikan Sia yang melangkah semakin pelan.

"Capek." jawab Sia pelan sambil mengatur nafas.

"Kita duduk dulu." kata Sundan sambil mengajak istrinya menepi. Duduk ditrotoar jalan.

"Minum dulu." Sundan menyerahkan botol minum untuk Sia.

Sia minum beberapa teguk air mineral yang sudah disiapkan Sundan dari rumah.

Perlahan Sundan memijat kaki istrinya.

"Bersandar lah." Sundan memberi arahan.

Mereka berdua duduk di trotoar, dibawah pohon dengan daunnya yang hampir kering sebagian.

Sia menyandarkan badannya ke pohon, sedangkan Sundan memijat perlahan kaki mulus sang istri yang waktu itu mengenakan celana olahraga model 7/8.

Sia merasakan sedikit gatal di lututnya, ia menyingkap bagian bawah celananya sedikit,membuat lututnya terlihat oleh sang suami.

"Kamu habis jatuh?" tanya Sundan.

"Enggak... Kemarin doang pas pingsan."

"Tapi waktu itu kan lebam ini nggak ada."

"Oh... Kadang suka muncul, kalau pas capek. Tapi nanti juga ilang sendiri. Bagian itu nggak sakit kok." kata Sia sambil memijat-mijat bagian yang lebam.

"Pusing nggak?"

"Enggak. Cuma capek aja. Udah mulai panas soalnya."

Matahari memang sudah tampak terik di pagi itu. Meski panas matahari mulai menyapa, namun angin sepoi dan rindangnya pohon membawa hawa segar dan udara sejuk.

"Jadi ngantuk ,Mas..." kata Sia.

"Pulangnya aku gendong ya. Kasihan Sean nyariin nanti."

"Nggak ah!!! Malu dilihatin orang."

"Kenapa malu??... Kita suami istri sah." Sundan jongkok di depan Sia dan menarik kedua tangan Sia melewati pundaknya.

"Aku jalan aja ,Mas."

"Kamu bisa tidur dipunggungku. Kita jalan santai sambil ngobrol lagi."

"Kami yakin,Mas?"

Sundan menaikkkan tubuh Sia ke punggungnya. Terasa lebih ringan dari sebelumnya. Sewaktu ia membopongnya kemarin pun,tubuh istrinya terasa sangat ringan.

Sundan bersenandung membuat rasa kantuk Sia semakin kuat menyerang. Mata Sia terasa semakin berat dan berat.

Rasanya baru kemarin mereka berpacaran, lalu menikah dan punya anak. Keadaan tak semanis seperti janji Sundan saat mereka masih berpacaran. Pikiran Sundan menerawang mengingat kenangan manis yang telah berlalu.

............

"Maukah kamu menikah denganku?" Sundan melamar Sia sehari setelah Sia menerima gelar wisuda S1 jurusan sastra indonesia.

Dengan wajah tersipu malu bercampur bahagia, Sia mengangguk mantap menerima lamaran Sundan. Disaksikan langit malam yang cerah dan bintang-bintang yang beterbangan, Sundan dan Sia membicarakan masa depan mereka.

"Aku tidak butuh rumah yang besar,Mas... Cukup jika memiliki kamar utama untuk kita, dan kamar anak masing-masing. Dapur dan ruang keluarga yang terbuka tanpa sekat. Kamar tamu bergaya minimalis." itu rumah impianku,Mas."

"Bagaimana dengan halamannya?Kau sukaa menanam?" tanya sundan.

"Yang penting cukup untuk parkir. Dan ada tempat untuk anak-anak bermain diluar." Sia membayangkan rumah idamannya beserta detail.

"Akan kupastikan kamu tidak pernah menangis. Kupastikan kamu tidak akan kekurangan uang belanja. Aku akan bekerja keras dan fokus cari uang. Kamu cukup fokus mengurus rumah dan menjadi nyonya Sundan." dengan gampang dan gamblang Sundan memberikan janji masa depan cerah untuk Sia.

............

"Maafkan aku Sia...." gumam Sundan lirih tak mampu menahan air mata.

Sundan masuk ke rumah. Suci tengah bermain dengan Sean dikamar Sean.

Sundan menurunkan Sia dengan sangat perlahan di ranjang. Lalu menghampiri anak dan adik perempuannya.

"Dia kenapa?"

"Tidur... Aku mau ke dokter dulu."

"Oke. tidak perlu buru-buru. Aku ijin bolos hari ini."

"Sundan!!!!" tiba-tiba bu Samsi sudah berada di dapur Sundan.

"Apa artinya ini? Sia kenapa?" kata bu Samsi tampak khawatir.

Kompak Sundan dan Suci mengisyaratkan agar ibunya memelankan suaranya.

"Kenapa hasil lab darah sia ada di meja Suci. Kenapa kalian tidak memberitahu ibu. Apa tes lab ini benar?"

"Benar bu. Maaf, aku tidak tega memberi tahu ibu." kata Suci.

"Jadi benar. Sia Leukimia?!"

"Maaf bu... Semua salahku...."Sundan tak kuasa menahan kesedihan.

"Ibu... Sudah lama?maaf aku ketiduran." Sia tiba-tiba sudah berdiri diluar kamar.

Sundan,Suci dan ibunya tampak terkejut....

...----------------...

To be continue...

Terpopuler

Comments

Anyah aatma

Anyah aatma

di bilang tumben. brarti emang selama ngg prnh yaaa

2024-11-17

1

Anyah aatma

Anyah aatma

betul tuhhh

2024-11-17

1

Anyah aatma

Anyah aatma

pengen punya ipar kek Suci....

2024-11-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!