Lentera Hati

Lentera Hati

Bab 1 : Pagi yang tragis dan hilangnya bayangan hidup.

Hujan terus mengguyur, dan suara langkah kaki seorang pria semakin dekat. Seorang wanita merasa cukup bingung, takut dan putus asa. Dia tahu bahwa dia harus membuat keputusan cepat untuk menyelamatkan bayi yang tidak berdosa.

Dalam detik-detik yang menegangkan, wanita itu menyembunyikan bayi di balik beberapa kotak tua di sudut gudang. Dia menutupi bayi itu dengan selimut. Dia berharap itu akan cukup untuk melindunginya dari pria yang sedari tadi mengejarnya. Dalam hati, dia berbisik perpisahan yang penuh cinta kepada bayi, aku berjanji akan selalu melindunginya, bahkan jika itu berarti mengorbankan hidupku sendiri.

Saat pintu gudang terbuka dengan keras, wanita itu berdiri tegak, menghadapi pria yang menyeramkan itu. Wajahnya pucat, namun matanya menunjukkan keberanian yang luar biasa. Dia tahu bahwa dia tidak akan bisa melawannya, tetapi dia bertekad untuk melindungi bayi kecil dengan segala cara yang dia bisa.

pria itu melangkah maju, senyum jahat terpampang di wajahnya. Dalam sekejap, dia memukul kepala wanita itu. Dia memukulnya dengan sangat keras. Tubuhnya jatuh ke tanah dengan tak berdayanya, tetapi keberaniannya dan cinta untuk bayinya tetap hidup.

Begitu pria menyeramkan itu mendekati arah suara bayi yang terus menangis, wanita barani itu bangkit kembali dan memegangi kaki pria itu dengan tenaganya yang melemah.

Dengan suaranya yang sesenggukan ia mengatakan, “Tinggalkan bayi itu, jangan mendekatinya.”

Sekali lagi, tanpa rasa iba, pria itu menginjak tubuh wanita malang itu dengan keras dan berulangkali. Seolah rasa amarah menyelimuti pria itu, ia tetap bergeming meski wanita itu telah menghembuskan nafas terakhirnya.

Malam yang sunyi, saat seorang pria yang bernama Geo sedang terlelap dalam tidurnya, seorang sosok misterius merayap masuk ke dalam rumahnya. Sosok itu membawa sesuatu yang besar dan berat, dibungkus dengan kain putih yang tampak basah oleh darah yang sudah mengering. Dengan langkah hati-hati dan diam-diam, sosok tersebut meletakkan bungkusan itu di lantai ruang tamu.

Keesokan paginya, Geo terbangun dengan perasaan yang aneh. Ada sesuatu yang tidak beres, untuk pertama kalinya ia melihat istrinya tak ada di sisinya ketika membuka mata di pagi hari. Hal itu membuat jantungnya berdebar kencang. Dia bangkit dari tempat tidur dan melangkah keluar dari kamarnya, berjalan menuju ruang tamu.

Ketika Geo memasuki ruang tamu, dia terkejut melihat bungkusan besar di lantai. Dengan perasaan takut dan penasaran, dia mendekatinya dan mulai membuka kain yang melilit benda itu.

Saat kain terakhir terbuka, Geo menemukan tubuh istrinya yang tidak ia lihat di pagi hari. Wajahnya memucat, dan tubuhnya bergetar tak terkendali saat dia menyadari apa yang baru saja ditemukannya.

"I...ini tidak mungkin," gumamnya, suaranya hampir tak terdengar. "Apa yang kamu lakukan dengan dirimu? Ini hanya candaan....bukan?"

Dia merangkak mendekati tubuh istrinya, matanya terbelalak, tak mampu menerima kenyataan pahit di depannya. Dia menggenggam tangan istrinya yang dingin dan penuh lumpur itu, menolak untuk melepaskannya.

"Bangunlah, sayang... bangunlah," bisik Geo, suaranya penuh harapan meski air mata mengalir deras di pipinya. "Kau tidak bisa bercanda seperti ini denganku. Bangunlah, sayang."

Geo terus berbicara pada istrinya, berharap bahwa suaranya akan membangunkannya dari tidur panjangnya. Tetapi tidak ada jawaban. Hanya keheningan yang memekakkan telinga.

Geo merasa seolah-olah dia hampir gila. Dia merasa seolah-olah dunianya runtuh, dan dia tidak tahu bagaimana caranya untuk bangkit lagi. Dia merasa seolah-olah dia telah kehilangan segalanya, dan dia tidak tahu bagaimana caranya untuk melanjutkan hidup tanpa istrinya di sisinya.

"Kau tidak bisa pergi... kau tidak bisa pergi," ulang Geo, terus menerus, seolah mantra itu akan membawa istrinya kembali kepadanya. Tetapi tidak ada yang berubah. Dan Geo merasa seolah-olah dia tenggelam dalam keputusasaan yang tak berujung.

Mendengar kebingungan di pagi hari, membuat adik Geo terbangun. Sua, adik perempuan Geo yang berumur 24 tahun.

Turun tangga dan mengikuti arah suara bising. Semakin dekat, suara bising itu berubah menjadi tangisan histeris seorang pria.

Ketika melihat apa yang ada di depan matanya, hati sua berdetak begitu kencang. Pemandangan mengerikan dan memilukan yang ia lihat spontan membuatnya kakinya begitu lemas.

Ipar yang begitu ia sayangi dan begitu ia banggakan, kini terbaring tak bernyawa dengan banyaknya luka yang ada di sekujur tubuhnya.

"Ka...Kakak, apa yang terjadi dengan kak Jia? Apa yang kak Jia lakukan di lantai yang dingin?" tanya Sua dengan suara yang bergetar kepada kakaknya yang kini masih meringkuk dan menangisi kepergian istrinya yang tragis.

Tak mendapat jawaban, Sua mendekati kakak iparnya, dan menyentuhnya dengan lembut.

Sesak napas, Sua mencoba menahan isak nya, tetapi rasa sakit yang mendalam di dalam hatinya terlalu kuat untuk dikendalikan. Setiap tarikan napas yang terputus-putus diiringi oleh tangisan yang menyayat hati, seolah mencerminkan kepedihan yang tak terkendali yang merajai jiwa Sua.

Begitu menyadari tangan Jia begitu sangat dingin, tak ada lagi harapan untuk melihat kakak iparnya tersenyum.

Sama seperti Geo, Sua kini memecahkan isak tangis yang sudah ia tahan sedari tadi.

Jia, yang selalu menjadi sumber kebahagiaan dan semangat bagi orang-orang di sekitarnya, kini telah pergi untuk selamanya. Setiap orang merasa kehilangan seolah-olah sebagian dari diri mereka juga telah hilang bersama Jia.

Keluarga Jia, yang selalu mengandalkan keceriaan dan kedamaian yang dibawa oleh Jia, merasa terjepit dalam kegelapan yang tak berujung. Mereka merasa seolah-olah rumah yang dulunya hangat dan penuh cinta kini telah berubah menjadi gua yang dingin dan sunyi, di mana setiap langkah yang diambil membawa kenangan akan Jia yang tak terlupakan.

Acara kremasi Jia berlangsung di sebuah tempat yang indah dan damai, di bawah pohon-pohon rindang dan langit yang cerah. Keluarga dan teman-teman Jia berkumpul untuk mengucapkan selamat tinggal yang terakhir dan mengenang kenangan indah bersama Jia.

Sebuah meja kecil dipenuhi dengan foto-foto Jia yang tersenyum ceria, mengingatkan semua orang tentang kebahagiaan dan cinta yang selalu dia berikan. Di samping meja itu, sebuah layar dipasang, menampilkan video-video kenangan Jia bersama keluarga dan teman-temannya.

Ketika peti mati Jia akhirnya dimasukkan ke dalam krematorium, langit menjadi semakin gelap, seolah ikut berduka atas kepergian Jia. Semua orang yang hadir merasakan kehilangan yang mendalam, tetapi mereka juga tahu bahwa kenangan indah bersama Jia akan selalu ada di hati mereka, mengingatkan mereka tentang cinta dan kebahagiaan yang pernah mereka bagi bersama.

"Jia, apapun yang terjadi. Kami semua kan terus terkenang dengan semua senyumanmu. Oleh karena itu, jangan khawatirkan apapun dan beristirahatlah dengan tenang. Kami semua, termasuk aku yang begitu mencintaimu, akan selalu mencintaimu dan pastinya akan sangat merindukanmu. Terimakasih, karena sudah pernah hadir dalam kehidupan kami, dan menebarkan kebahagian." ucap Geo dengan air mata yang terus mengucur seraya melihat sendiri peti mati yang di tempati istrinya, terbakar perlahan lahan.

Terpopuler

Comments

R Suryatie

R Suryatie

Aku mampir Kak, mudah2an ceritanya berlanjut tdk digantung di tengah jln

2023-09-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!