Bab 14 : Kekhawatiran

Merasa sangat bersalah, Rizal dengan sedikit dari berat hatinya membuka pintu untuk putrinya, Nadia. Hanya dalam beberapa hari, wanita itu menjadi terlihat sedikit kurus. Ekspresi wajahnya terlihat sangat kesal, di tambah dengan lingkaran hitam di matanya yang cukup jelas. Terlihat sekali jika wanita itu sangat lelah, karena terus memanggil ayahnya untuk beberapa hari tersebut.

Setelah keluar dari kamar tersebut, Rizal memberikan ponsel Nadia yang selama ini disita, ketika membuka layar ponsel tersebut, tertera ratusan telepon tidak terjawab, dari beberapa penerbit, begitu juga dengan Geo.

Nadia menatap ponsel tersebut dengan tatapan kosongnya. Ia berjalan keluar rumah tanpa berpamitan dengan Rizal ataupun Lina, yang merupakan ayah dan ibunya.

Siang itu begitu terik, Nadia merasa begitu pusing dan sangat lapar, seolah-olah dunia di sekelilingnya mulai berputar. Penampilannya yang berantakan dan bau badan yang menyengat akibat tidak mandi selama beberapa hari membuatnya merasa semakin tidak nyaman. Kondisi ini semakin memperburuk pusing yang melanda kepalanya.

Di saat-saat yang kacau, Nadia berpikir untuk menghubungi Geo. Wanita itu menekan kata 'panggil,' di nomor Geo yang ada pada ponselnya.

“Ada apa? Apa beberapa hari ini kepalamu begitu encer dan tidak membutuhkan ku lagi? Dan sekarang isi kepalamu buntu lagi, makanya kau menghubungiku?!”

Untuk sesaat Nadia tersenyum saat mendengar Geo merajuk.

“Aku sangat sibuk sekarang. Kita bisa berbicara nanti.”ucap Geo dari sebrang sana.

Tapi, sebelum Geo menutup sambungan telponnya, Nadia mengatakan sesuatu, "Aku butuh bantuan, saat ini tubuhku ... aku tak dapat menggerakkan tubuhku."

“Di mana? Nadia setidaknya katakan, di mana kamu berada saat ini?”

Meski Geo sudah bertanya dengan tegas, ia masih belum mendapat jawaban dari Nadia, selain keheningan.

"Hei, Nadia? Apa kau baik baik saja? Halo?"

Geo merasa jantungnya berdebar kencang, jemarinya yang memegang telepon bergetar. Dia mencoba untuk tetap tenang, namun kepanikan mulai merasuki pikirannya.

"Kenapa Nadia tidak menjawab?" gumam Geo, matanya terpaku pada layar telepon yang masih menunjukkan panggilan berlangsung.

Dalam keheningan itu, dia hampir bisa mendengar detak jantungnya sendiri.

"Ada apa ini? Nadia, jawablah," desis Geo dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Sementara itu, di ujung sana, Nadia tergeletak pingsan, dikerumuni oleh banyak orang.

"Ada yang tahu dia siapa?" tanya seseorang dalam kerumunan itu.

"Tidak, saya tidak tahu. Dia tiba-tiba saja pingsan," jawab orang lain.

Kembali kepada Geo, dia masih berusaha untuk mendapatkan suara Nadia.

"Nadia, apa kau baik-baik saja?" tanya Geo dengan suara yang penuh kekhawatiran.

Namun, yang dia dapat hanya keheningan. Geo merasa panik, namun dia berusaha untuk tetap berpikir jernih dan mencari cara untuk menolong Nadia. Dia tahu bahwa dia tidak bisa hanya duduk diam, dia harus melakukan sesuatu.

Disaat itu, Geo teringat sesuatu. Jika saja, jika malam itu Geo mencari kemana Jia pergi, apakah mungkin baginya bisa menyelamatkan istrinya tersebut?

Geo merasa dadanya sesak. Dia tahu dia harus bergerak cepat. Dia berlari keluar dari apartemennya, mengambil taksi dan memberi tahu sopir untuk menuju alun-alun kota.

Sementara di perjalanan, pikirannya dipenuhi oleh berbagai skenario. "Apa yang terjadi pada Nadia? Apa dia baik-baik saja?" Geo merasa gelisah dan cemas.

Begitu sampai di alun-alun, dia melihat kerumunan orang. Jantungnya berdetak lebih cepat. Dia berlari menuju kerumunan itu, mendorong orang-orang yang menghalangi jalannya.

Meski samar, namun Geo melihat Nadia sebagai Jia lagi. Jia yang terkapar lemah dan tak bernyawa.

Dengan cepat, Geo menggendong tubuh kurus Jia, eh maksudnya Nadia. Geo begitu terkejut dengan berat badan Jia yang begitu ringan.

Pada malam hari, Nadia perlahan membuka matanya, merasa bingung dan lemah. Dia menyadari bahwa dia tidak berada di tempat yang familiar. Sejenak, dia mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum dia pingsan. Dia ingat berada di alun-alun kota, dan kemudian semuanya menjadi kabur.

Dia merasa kepalanya berdenyut dan tubuhnya lemas. Namun, dia juga merasa hangat dan aman, seolah-olah ada yang menjaganya. Dia mencoba duduk, berhati-hati untuk tidak membuat keadaannya menjadi lebih buruk.

Ia melihat kesekeliling berharap ia tahu tempat tersebut. Namun, ia tetap tidak mengenali tempat sekitarnya.

"Sudah bangun?" Suara berat seorang pria membuat Nadia seketika terkejut.

"Geo." Panggil Nadia.

Geo berjalan menghampiri Nadia dengan nampan yang berisi semangkuk bubur hangat.

"Aku membuatnya untuk berjaga-jaga, kalau kalau kau bangun tengah malam dan merasa lapar," ucap Geo sembari meletakkan nampan itu di meja samping kasur kamar tersebut.

Nadia menatap Geo dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, Geo melihatnya seperti itu. Namun sebenarnya, Nadia menatap Geo tanpa ekspresi. Namun dibalik itu, Nadia tampak begitu penasaran dan bertanya-tanya.

"Kenapa melihatku begitu? Apakah kau merasa tidak nyaman di sini?" tanya Geo merasa bingung, saat ditatap Nadia seperti itu.

"Tidak ada. Hanya saja, aku bingung, bagaimana aku bisa di sini?" tanya Nadia.

"Rasa penasaranmu seperti hantu yang melihat manusia setelah sekian lamanya saja," ungkap Geo mengejek.

"Aku serius," tegas Nadia dalam suara yang lembut.

"Hmm, sebelum pingsan kau sempat menelpon. Aku pikir ada sesuatu yang salah saat kau tidak menjawab pertanyaan ku, jadi aku mencari mu di alun-alun kota." Ucap Geo seraya menuangkan minum untuk Nadia dan memberikannya.

Nadia menerimanya, "Bagaimana kau bisa tau aku ada di alun-alun kota?" tanya lagi, Nadia.

"Aku hanya bingung mau mencari mu kemana, jadi aku hanya mengikuti jalan," ucap Geo tanpa ekspresi.

Ucapan Geo membuat Nadia semakin bertanya-tanya, "Lalu kenapa tidak membawaku ke rumah sakit?"

"Nadia, aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, melihatmu bentakan dan beratmu ringan, membuatku berpikir, ‘kau mungkin baru saja diculik,’jadi aku membawamu ke rumahku." ungkap Geo.

Nadia menyipitkan matanya, ia terlihat sama sekali tidak mempercayai Geo, "Apa kau pikir, aku akan mempercayaimu?"

Geo berkecak pinggang ketika mendengar ketidakpercayaan Nadia. Jujur, Geo merasa sedikit kecewa mendengarnya. Padahal saat itu, Geo merasa sangat khawatir.

Ia keluar tanpa mengatakan apapun dan meninggalkan Nadia sendiri dalam kamar tersebut.

"Padahal aku berlari dengan cepat agar bisa menemukannya. Bagaimana bisa ia berpikir sempit seperti itu. Aku harap ia tersedak berkali kali saat makan. Sampai matipun aku tak akan peduli lagi padanya," umpat Geo dengan kesal dalam benaknya.

Sementara dalam kamar, Nadia benar benar tersedak saat makan, "kenapa telinga dan tenggorokanku terasa panas ya?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!