Rafin melangkah ke kamar, menghampiri istrinya yang masih terlihat kesal dengan menantunya. "Jangan menyalahkan Ezzy, putri kita yang mengajaknya. Aku mohon, buang gengsi kamu untuk menerimanya menjadi bagian dari keluarga kita."
"Aku tidak mau punya menantu dari kalangan bawah. Putri kita sangat cantik, jika dia sembuh aku akan menjodohkan dengan pemuda yang lebih pantas!"
"Bagaimana jika Haura mencintainya?" tanya Rafin.
"Itu tidak boleh terjadi!" jawab Lessa membalikkan badannya mendengar pertanyaan dari suaminya.
"Jangan egois, Lessa!" Rafin tak sependapat dengan istrinya.
"Putri kita memiliki penyakit aneh itu saja, sudah membuatku malu. Apalagi jika punya menantu miskin sepertinya!" kata Lessa meninggikan suaranya.
Rafin menghela napas.
"Setelah dia sembuh, mereka harus berpisah!" kata Lessa membelakangi suaminya.
"Aku tidak setuju. Selama Haura bahagia dengannya, biarkan mereka tetap bersama." Rafin menekankan kata-katanya.
Lessa terdiam.
-
Makan malam bersama seperti biasanya, namun wajah ketus Lessa masih terlihat. Ezzy menjadi orang yang terakhir mengambil nasi, lauk dan sayuran begitu setiap harinya. Selesai makan, Lessa bergegas meninggalkan ruang makan dan berlalu.
"Biarkan saja!" kata Rafin pada anak dan menantunya saat keduanya mengarahkan pandangannya ke arah Lessa yang buru-buru meninggalkan meja.
Selang 5 menit kemudian, Rafin menyusul istrinya.
Ezzy dan Haura masih berada di ruang makan sembari mengobrol.
Baru 15 menit selesai makan, Haura melempar sendok dan garpu beriringan ke lantai.
Ezzy tampak terkejut dan berdiri.
"Kalian, kemarilah!" panggilnya pada pelayan dengan suara lantang.
"Kamu kenapa?" tanya Ezzy menoleh ke arah istrinya.
"Pelayan!" teriak Haura. Karena panggilan pertama tak dihiraukan oleh para pekerja.
"Turunkan suaramu, Haura." Pinta Ezzy lembut.
Haura hendak mengambil gelas, dengan cepat tangan Ezzy menahannya.
"Lepaskan aku!" Haura menatap dingin.
"Tarik napas kamu perlahan, tenanglah!" Ezzy mencoba berbicara tenang.
"Aku tidak bisa!" Haura meninggikan suaranya.
Ezzy yang tak mau Haura tertidur cukup panjang, membopong tubuh istrinya dan meletakkannya di pundak.
Haura membulatkan matanya ketika diangkat.
"Turunkan!" Haura terus memberontak.
"Diam!" bentak Ezzy.
Haura terdiam.
Walaupun terasa berat, Ezzy membopong tubuh Haura ke kamar.
Haura dijatuhkan di atas ranjang.
"Kamu ingin meminta hakmu!" tuding Haura, menatap suaminya dengan posisi duduk.
Ezzy mengambil gelas berisi air lalu menyodorkan pada istrinya, "Ayo minum!"
"Aku tidak mau!" tolaknya dengan memalingkan wajahnya.
"Cepat minum!" perintah Ezzy dengan lantang.
Haura yang sangat kesal, meraih gelas itu dan menengguknya.
"Habiskan!" paksanya.
Haura mengikuti perintah suaminya menghabiskan air di gelas.
Selesai minum meletakkan gelas di nakas, Ezzy kembali mengangkat tubuh istrinya. Sontak, Haura memekik karena kaget.
"Mau kamu apa 'kan aku?" Haura tampak ketakutan di gendong.
"Meredam emosi kamu!" jawab Ezzy melangkah ke kamar mandi.
Ezzy menurunkan Haura tepat di bawah shower air lalu menghidupkannya. Air jatuh membasahi seluruh tubuh Haura.
"Aku sudah mandi!" kata Haura ingin keluar.
Ezzy memeluk Haura tak membiarkannya keluar dari kamar mandi.
Haura yang dipeluk, mendongakkan wajahnya menatap suaminya.
"Ada salah satu pelayan kamu menjadi pengkhianat," kata Ezzy menundukkan sedikit kepalanya menatap wajah istrinya.
"Pengkhianat?" Haura tak yakin.
"Ya. Dia sengaja mencampurkan sesuatu di makanan agar kamu begini," kata Ezzy.
"Jadi mereka sengaja agar aku marah dan tertidur?" tanya Haura.
"Ya."
"Apa tujuan mereka melakukan itu?" tanya Haura lagi.
"Aku tidak tahu."
"Apa kamu tahu orangnya?"
"Kita harus menyelidikinya."
"Kita harus minta bantuan Paman Alon," kata Haura.
Ezzy mengangguk mengiyakan.
"Sampai kapan kita begini?" tanya Haura yang mulai kedinginan.
"Apa kamu sudah tidak marah lagi?" Ezzy balik bertanya seraya memegang rambutnya dan menyisirnya dengan menggunakan jemari tangan kanan.
"Sekarang lumayan membaik," jawab Haura mengusap wajahnya.
"Yakin, tidak marah?" Ezzy menatap Haura lebih dekat.
Haura mengangguk.
Ezzy melepaskan pelukannya dan mematikan shower.
Ezzy meraih handuk yang tergantung dan memberikannya kepada Haura.
Ezzy lebih dahulu keluar kamar.
Langkah kakinya terhenti di depan pintu ketika melihat kedua mertuanya berada di kamarnya.
Beberapa detik kemudian, Haura keluar dari kamar mandi. Gadis itu juga tampak terkejut.
"Apa yang sedang kalian lakukan di kamar mandi?" tanya Lessa heran, karena melihat putrinya dan menantunya keluar kamar mandi di waktu hampir bersamaan.
"Mama, Papa, kenapa di sini?" Haura balik bertanya tak menjawab pertanyaan Lessa.
"Kami mendengar suara teriakanmu makanya datang untuk mendekat," jawab Rafin.
"Kata pelayan, suamimu ini menggendong kamu secara kasar," timpal Lessa.
"Ma, Pa, aku memang marah-marah. Tadi barusan Ezzy menyelamatkan aku agar tak tertidur," jelas Haura membela suaminya.
"Menyelamatkan bagaimana? Kalian berdua basah," ucap Lessa.
"Justru dengan membasahi seluruh tubuh, maka emosi aku turun," ujar Haura.
"Benar, Nyonya, Tuan." Sahut Ezzy.
"Kenapa begitu?" tanya Rafin heran.
"Apa yang terjadi pada Nona Haura bukan sebuah kutukan tapi ada seseorang yang jahat padanya," jelas Ezzy.
"Siapa yang berani jahat padanya?" tanya Lessa penasaran.
"Ma, Pa, nanti saja dijelaskannya. Biar aku dan Ezzy berganti pakaian," Haura tiba-tiba memotong pembicaraan.
"Baiklah, Papa tunggu kalian di ruang kerja," kata Rafin dan dibalas Haura dengan anggukan.
Lessa dan Rafin keluar dari kamar putrinya.
Selesai berpakaian, Haura dan suaminya bergegas ke ruang kerja Rafin yang ada di lantai 2. Sesampainya mereka duduk bersebelahan.
"Sekarang jelaskan!" Rafin tak sabar.
"Ada seorang pelayan di rumah ini yang berkhianat. Dia membuat Nona Haura hilang kendali lalu tidur berjam-jam," ungkap Ezzy.
"Pelayan? Siapa dia?" tanya Lessa yang duduk di depan putri dan menantunya.
"Saya tidak dapat menuduhnya, Tuan. Karena bukti belum terlalu kuat. Tapi saya sangat mencurigainya," jelas Ezzy.
"Siapa pelayan yang menurutmu mencurigakan?" tanya Rafin mengarahkan pandangannya kepada menantunya.
"Bibi Wia," jawab Ezzy.
Sontak, Haura dan kedua orang tuanya terkejut mendengarnya.
"Saya tak sengaja melihatnya mencampurkan serbuk ke dalam masakan. Saya juga bertanya, apa benda tersebut. Dia menjawab kalau hanya bumbu. Tapi saya tidak percaya, karena botolnya berbeda," ungkap Ezzy.
"Aku tidak percaya Wia melakukan itu, dia sudah sepuluh tahun mengabdi di keluarga ini. Kamu jangan memfitnahnya!" Lessa tak senang.
"Saya juga pernah mencicipi masakan yang dicampur serbuk tersebut dan memang efeknya sangat aneh di tubuh," kata Ezzy.
"Bagaimana efeknya?" tanya Haura yang penasaran.
"Hatinya saya terasa jengkel dan cemas, ingin marah dan melemparkan sesuatu. Tapi saya coba bertahan agar tak meledak," jawab Ezzy.
"Mirip yang aku rasakan," kata Haura.
"Lalu bagaimana kamu menanganinya?" tanya Rafin.
"Saya berusaha tenang dan mengguyur air ke seluruh tubuh," jawab Ezzy.
"Pantas saja kamu menyuruhku mandi," ucap Haura.
"Kamu yakin jika Wia pelakunya?" tanya Rafin.
"Saya tidak terlalu yakin, lebih baik Tuan selidiki terlebih dahulu," saran Ezzy.
"Baiklah, aku akan meminta Alon untuk menyelidikinya," ucap Rafin.
"Kalian harus berhati-hati juga," lanjut Rafin.
"Apa tujuan dia melakukan itu kepada Haura?" tanya Lessa.
"Jika sudah menemukan bukti bahwa memang dia pelakunya, maka kita akan tahu alasannya melakukan itu," jawab Rafin.
Haura dan Ezzy kembali ke kamar, di bawah tangga keduanya tidak sengaja bertemu dengan Bari.
Pria itu tampak terkejut melihat Haura dan suaminya.
"Kak Bari!" tegur Ezzy.
"Eh, Tuan dan Nona!" Bari nyengir sembari menggaruk-garuk kepalanya.
"Kenapa kamu berkeliaran di dalam rumah? Bukankah tugasmu menjaga diluar?" tanya Haura. Karena tak biasanya pekerja yang bagian keamanan masuk ke dalam.
"Kami ingin minum kopi, tapi sampai sekarang belum dibuatkan. Makanya saya masuk ke dalam untuk mengingatkan, eh malah tak ada pelayan sama sekali," jelas Bari.
"Oh, begitu." Kata Haura.
"Maaf, Nona. Kalau lancang," Bari menundukkan kepalanya karena sudah bersalah.
"Kamu telepon saja kamar Bi Wia atau Mba Ra," kata Haura memberikan saran.
"Baiklah, Nona. Sekali lagi saya minta maaf!" ucap Bari.
Haura tersenyum tipis dengan sedikit menggerakkan dagunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments