Hari Sabtu pun tiba, Haura dan suaminya pulang bersama Elsa dan Nuri. Kedua wanita itu begitu takjub melihat rumah mewah yang mereka injak.
Lessa dan Rafin menghampiri keluarga dari suami putrinya untuk menyapa.
"Pasti kalian ingin bilang kalau rumah ini begitu mewah," sindir Lessa tersenyum sinis menatap tamunya.
"Iya, Bu. Rumahnya sangat besar," ucap Nuri begitu senang.
"Ibu? Kamu memanggilku dengan sebutan itu!" Lessa tampak marah. "Panggil aku Nyonya dan suamiku Tuan!" lanjutnya.
"Maaf, Nyonya." Kata Nuri menundukkan kepalanya.
Haura dan Rafin menghela napas melihat sikap istrinya.
"Ibu, Nuri, ayo kita makan siang bersama!" ajak Haura.
Mereka berjalan ke ruang makan bersama-sama.
Lessa tak suka dengan keluarganya Ezzy memasang wajah ketus mengekori mereka yang lebih dahulu berjalan.
"Silahkan!" ucap Rafin mempersilakan tamunya duduk.
Elsa dan putrinya manggut diiringi senyum tipis.
"Berapa lama kalian di sini?" tanya Lessa dengan tampang cetus.
"Ma, sopan sedikit bicara dengan besan kamu," kata Rafin pelan di dekat telinga istrinya.
"Kenapa harus sopan? Pernikahan anak kita juga terpaksa," ujar Lessa menyeringai.
"Ma, mereka adalah tamu aku tolong hargai," ucap Haura.
Lessa dengan sinis menatap putrinya.
"Maafkan istri saya!" kata Rafin.
Ezzy, ibu dan adiknya menunjukkan senyum terpaksa.
Selesai makan, Lessa lebih dahulu meninggalkan meja. Selang 10 menit kemudian, disusul Rafin.
"Ibu, Nuri, kalian beristirahatlah dahulu," ucap Haura.
"Aku tunjukkan di mana kamarnya," ujar Ezzy.
"Maaf, aku tidak dapat mengantarkan ibu dan Nuri ke kamar," kata Haura.
"Tidak apa-apa," ucap Elsa.
Haura kemudian berlalu.
Tas yang dibawa Elsa dan putrinya terlebih dahulu diantar ke salah satu kamar tamu oleh 2 orang pelayan pria.
Begitu sampai di kamar, keduanya tampak takjub. Ruangan yang sangat besar seukuran rumah mereka di kampung.
"Kenapa kamu begitu betah tinggal di sini, Zy?" tanya Elsa.
"Karena rumahnya sangat besar dan fasilitas di sini lengkap," Nuri yang menjawab.
"Ibu bertanya pada kakak kamu, kenapa dia betah di sini. Padahal mama mertuanya sangat menakutkan," ujar Elsa.
"Haura alasan aku bertahan," kata Ezzy.
"Kakak sangat mencintainya, ya?" tanya Nuri.
Ezzy tersenyum lalu mengangguk.
"Harusnya kamu sadar, Haura kaya raya. Pernikahan kalian terjadi untuk menguntungkan satu sama lain," ujar Elsa mengingatkan putranya.
Elsa dan Nuri sudah tahu alasan kenapa Ezzy menikahi Haura yaitu kesembuhan gadis itu.
"Iya, Bu. Aku sadar, tapi perasaan tidak dapat dibohongi," kata Ezzy.
"Lupakan perasaan semu kamu itu, kalian tidak dapat bersatu. Kesenjangan diantara kalian begitu jauh," ujar Elsa.
Ezzy terdiam.
"Ibu tak sanggup mendengar dan melihat kamu di hina mama mertuamu," ucap Elsa.
"Bu, sudahlah. Jangan terus menceramahi Kak Ezzy, tujuan kita di sini untuk mengawasi wanita itu," ujar Nuri.
"Kalau tahu sikap Mama Haura begitu, Ibu tak mau ke sini," kata Elsa kesal.
"Bu.. kasihan Kak Ezzy. Dia begitu senang kita ke sini, malah diomelin. Lagian dia aja tak terlalu dimasalahkan," ucap Nuri.
"Kamu tidak tahu rasanya sakit hatinya Ibu," ketus Elsa.
"Maaf, Bu." Nuri menundukkan kepalanya.
"Lebih baik Ibu istirahat, nanti aku membawakan cemilan ke sini," ucap Ezzy.
Elsa pun berhenti mengoceh.
Ezzy kemudian keluar dari kamar ibu dan adiknya.
Ezzy menuju dapur untuk memotong kue yang sempat mereka beli saat sedang di perjalanan.
Selesai menyusun potongan kue ke dalam piring, Ezzy membawanya menuju kamar ibu dan adiknya. Tanpa sengaja, telinganya mendengar seseorang berbicara di pojok di balik dinding dapur.
Seketika langkah Ezzy berhenti, ia pun mendengarkan Wia yang sedang bertelepon.
"Kalau begini, mereka akan sangat lama kita singkirkan," ucap Wia.
Jleb...
Mata Ezzy membulat, tebakannya ternyata benar. Jika Wia memang pelaku utamanya. Ezzy lalu memperhatikan langit-langit bangunan untuk mencari kamera pengawas namun tak satupun ia temui.
"Bagaimana caranya membongkar kebusukannya?" batin Ezzy.
Ezzy meraba kantong celananya, mencari ponselnya ia baru ingat jika benda itu berada di tas istrinya.
Ezzy bertekad akan menunjukkan kelicikan Wia kepada kedua mertuanya. Orang yang selama ini dipercaya mereka ternyata pengkhianat.
Ezzy pun melanjutkan langkah kakinya ke kamar ibu dan adiknya.
Setelah memberikan kue dan air minum, Ezzy gegas menemui Haura yang berada di taman belakang sedang memainkan ponselnya.
Ezzy menariknya tangannya lalu membawanya ke kamar.
"Ada apa, Zy?" Haura tampak heran karena tiba-tiba suaminya datang menarik tangannya.
"Kenapa di ruang dapur tidak memiliki kamera pengawas?" tanya Ezzy.
"Aku tidak tahu. Hanya paman Alon yang mengetahui alasannya," jawab Haura.
"Kenapa harus Paman Alon?" Ezzy bertanya lagi m
"Karena dia asisten pribadinya papa, semua urusan diserahkan kepadanya."
"Di seluruh ruangan ada kamera pengawas kecuali kamar tidur, kamar mandi, ruang kerja papa kamu dan dapur. Padahal dia menaruh obat tidur di tempat itu," tutur Ezzy.
"Entahlah, aku pun tak mengerti."
"Kalian pernah bilang kalau kamu sudah dibawa berobat kepada siapapun tapi tak mengetahui penyakitnya. Apa Paman Alon juga yang menunjukkan tempatnya?"
Haura mengangguk mengiyakan.
"Kenapa dia juga?"
"Ya, dia orang kepercayaan papa."
"Aku mencurigainya!" Ezzy lantas dengan mudah menuduh jika Alon ikut terlibat.
Haura mengernyitkan keningnya.
"Entah kenapa perasaan aku mengatakan kalau dia orang yang harus kalian pantau juga," kata Ezzy yakin.
"Kamu menuduh Paman Alon terlibat dalam rencana ini?" tanya Haura.
"Kita hanya perlu waspada padanya!" jawab Ezzy.
"Aku tak yakin kalau Paman Alon juga menjadi pengkhianat. Dia mengabdi di keluarga ini sejak tiga belas tahun lalu," ujar Haura.
"Terserah kamu mau yakin atau tidak," kata Ezzy.
Haura terdiam.
"Apa perlu kita beritahu papa?" Haura meminta pendapat.
"Tidak perlu, kita harus sama-sama menyelidikinya terlebih dahulu. Aku akan meminta bantuan Nuri dan ibu."
Haura pun setuju saja apa yang akan dilakukan suaminya.
Malam harinya, Lessa dan Rafin memilih makan di luar karena sang istri masih belum menerima kehadiran mertuanya Haura.
Selesai makan malam, mereka lanjut mengobrol di balkon rumah. Nuri yang merasa haus lantas pergi ke dapur.
Haura sempat meminta adiknya tak perlu ke dapur biar pelayan yang membuatnya namun gadis berusia 20 tahun itu menolaknya.
Nuri menuangkan air putih ke dalam 4 gelas. Tanpa sengaja kakinya menyentuh suatu benda di bawah meja.
Nuri menundukkan kepalanya melihatnya. Tampak botol hitam tepat di bawah kakinya. Nuri lalu mengambilnya dan memasukkannya ke dalam saku rok.
Nuri gegas pergi meninggalkan dapur.
Sesampainya di balkon, Nuri menunjukkan botol tersebut kepada Ezzy.
"Di mana kamu menemukan ini?" tanya Ezzy memegang botol.
"Di bawah meja dapur," jawab Nuri.
"Apa botol ini yang kamu maksud kemarin?" tanya Haura pada suaminya.
"Iya," jawab Ezzy.
"Kita simpan sebagai bukti," ucap Haura.
***
Esok harinya, Haura sengaja pagi-pagi sekali ke dapur padahal dia jarang sekali ke sana. Benar saja kehadirannya membuat Wia dan 2 pelayan wanita lainnya terkejut.
"Apa ada yang Nona inginkan?" tanya Wia masih posisi jongkok tepat dibawah meja yang Nuri katakan.
"Bibi Wia cari apa?" Haura malah balik bertanya.
"Tidak cari apa-apa, Nona." Wia lantas berdiri.
"Oh."
"Apa Nona butuh sesuatu?" tanya Wia lagi.
"Sarapan ini aku mau kalian membuatkan sop ayam," jawab Haura.
"Baiklah, kami akan membuatkannya," kata Wia.
"Jangan lupa potongkan buah apel hijau dan bengkoang!" ucap Haura.
"Baik, Nona. Ada lagi?" tanya Wia.
"Tidak ada. Cukup itu saja," jawab Haura.
Setelah menyampaikan permintaannya dan memastikan Wia mencari botol obatnya, Haura kemudian berlalu.
...----------------...
Jangan Lupa Mampir 😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Ari Peny
alon wia dan bari mungkin
2023-12-29
0
lily
masih misteri
2023-12-01
1
💫Mars JuPiter🪐
lanjut thor👍
2023-09-26
0