Sayatan Luka
"Kakak! aku senang bisa berbagi kamar dengan mu, tapi ayah bilang sebaiknya kita menempati kamar masing-masing, itu sungguh menyebalkan bukan? padahal aku ingin tidur bersama kakak malam ini,"
"Apa kakak lelah? kenapa tidak juga menjawab pertanyaan ku? apa kakak tidak menyukai ku? apa diriku terlalu cerewet kak?"
Seorang gadis dengan usia lima tahun lebih muda dari Resta membuat ia tersenyum perlahan, penampakan wajah tulus dari adiknya membuat Resta selalu sedikit lebih bersyukur atas kehadiran Rensi adiknya yang terlihat begitu manja.
"Rensi, kakak mu pasti masih lelah. Biarkan saja dia beristirahat Nak!" sang ibu nampak kembali memperingatkan putri bungsunya.
"Biar saja Rensi tidur bersama ku ibu, aku juga merindukan nya."
"Benarkah kak? kakak tidak keberatan?"
Gadis itu kembali girang karena mendengar pembelaan dari sang kakak perempuan, ia kembali melonjak dan berlari memeluk Resta.
"Kakak memang yang terbaik!"
Baru beberapa langkah Resta menarik kopernya dengan genggam tangan kanan yang berada pada jemarinya adiknya sang Ayah kembali menghentikan langkahnya.
"Rensi! kau tak bisa tidur bersamanya Nak!"
"Tapi ayah!"
"Ayah tidak ingin dibantah, kalian paham bukan?" suara serta tatapan tajam dari Tuan Adam membuat kedua Rensi terdiam.
Resta hanya menghela nafas kasar,
Ia tahu betul bagaimana watak ayahnya.
"Kakak?"
"Tak apa, kita bisa tidur bersama lain waktu bukan?" Resta tersenyum lembut menatap manik mata adiknya.
Kehadiran Resta dikediaman keluarga baru ayahnya membuat ia terlihat serba salah, ibu tirinya merupakan wanita yang lembut penuh perhatian namun tetap saja itu bukan ibu kandungnya.
"Bagaimana kuliah mu Nak?"
"Semua berjalan lancar Bu, sangat sesuai dengan keinginan ayah juga ibu." Resta tersenyum lembut meskipun apa yang diucapkannya nyatanya tak sesuai dengan isi hatinya.
...***...
"Aaaaaghh, sial! kenapa harus ada paku disini? apa petugas kebersihan di area ini sama sekali tak bekerja dengan benar? apa mereka memakan gaji buta?"
Pemuda bertubuh jangkung dengan paras tampan itu nampak mengumpat seorang diri sambil memeriksa kebocoran pada roda sepedanya.
"Hey kau! bisa tolong pinjam sepeda mu? aku ingin menghubungi temanku!"
"Apa kau sedang demam? bagaimana caramu menghubungi temanmu dengan sepeda? apa kau tak memiliki gawai?" gadis itu nampak berbicara dan menanggapi dengan acuh, ia bahkan tetap santai menikmati sebatang rokok dengan wajah datarnya.
"Wanita macam apa kau ini?" pria itu dengan lancang merampas dan menginjak puntung rokok milik gadis dihadapannya.
"Apa mau mu Tuan? apa ada masalah?" Resta meninggikan dagunya, ia merasa terusik dengan perlakuan yang ia terima.
"Justru seharusnya aku yang bertanya, apa kau ada masalah? apa dirimu baik-baik saja?"
Ucapan dari bibir pria itu seketika membuat Resta bungkam.
"Tentu saja, semua pasti akan baik-baik saja! buktinya diriku masih bisa bertahan hingga sekarang." Resta tersenyum getir, gadis itu kembali melempar pandangan jauh melewati aliran sungai Lucia.
"Apa aku harus mengantar mu pulang? sepertinya kau memang tidak baik-baik saja."
"Tidak perlu, terima kasih atas basa-basi nya. Kau bisa menggunakan sepeda itu jika memang membutuhkan nya!"
Resta berlalu dan meninggalkan pria itu dengan ekspresi keheranan.
"Tunggu!" pria jangkung yang memiliki rahang tegas itu kembali menghentikan langkah Resta.
"Siapa namamu?"
"Apa itu penting? aku tak tertarik untuk mengenal siapapun disini!" gadis itu kembali mengernyitkan dahinya.
"Bagaimana caraku mengembalikan sepeda mu nanti, jika aku tak mengetahui identitas pemiliknya!"
"Ambil saja, tak perlu mengembalikan nya! itu juga tak begitu penting bagiku! aku masih kuat berjalan."
Lagi ucapan Resta dengan wajah tanpa ekspresi membuat pria itu semakin memperhatikan langkah Resta yang semakin menjauh darinya.
...***...
"Nona Resta! ayah, ibu dan juga Non Rensi telah menunggu Nona di meja makan."
"Terima kasih bi." Resta tersenyum ramah dalam menanggapi kalimat pelayan di rumah ayahnya.
Tatapan tajam Tuan Adam kembali nampak menghujani Resta dengan berbagai pertanyaan.
Pria tua ini, sepertinya akan kembali menghajar mu Res!
"Darimana saja kau ini? apa ibumu memang tak mengajari mu sopan santun?" suara Tuan Adam kembali menggema di ruangan.
"Lebih baik biarkan Rensi dan Nyonya Anne menikmati makan malam mereka terlebih dulu, baru akan ku jelaskan semuanya ayah."
Gadis itu sama sekali tak menghiraukan tatapan tajam dari ayah kandungnya.
Plakk
Wajah Resta tertoleh saat itu jua, rasa panas seketika menjalar pada pipi kirinya.
"Kau menikmati nikotin di pinggir aliran sungai sore tadi? apalagi yang kau lakukan diluar sana? belum puas juga untuk mempermalukan nama orang tuamu Resta?"
Resta hanya terdiam mendengar segala caci maki yang dilontarkan Tuan Adam pada dirinya, ia tak ingin membela apapun tentang dirinya.
"Kau ini apa sudah tidak waras? jika dirimu tak ingin kembali diasingkan di luar negeri, kau harus menuruti semua perkataan orang tua ini Resta!"
Gadis itu tertunduk, ia bahkan mencengkeram kuat jemari tangannya untuk menguatkan hati.
Ayolah, jangan menangis sialan!
Ini bukan apa-apa dibandingkan caci maki wanita ****** yang membesarkan dirimu dulu bukan?
"Sayang tak bisakah kita berbicara baik-baik padanya? Resta pasti memiliki alasan kenapa ia melakukan itu semua."
"Tak perlu membelanya Anne, dia memang keturunan wanita sial! dan kau Rensi jangan dekat-dekat dengannya, dia bukanlah gadis baik-baik seperti kita!"
Semua perkataan ayahnya membuat Resta semakin terpenjara dalam diam, ia tak ingin menghiraukan tapi telinganya mendengar semuanya.
"Maaf," kalimat itu akhirnya terucap dari bibirnya.
Resta berjalan meninggalkan ruang makan dengan tatapan kosongnya, langkah kakinya nampak begitu berat saat menaiki tangga untuk menuju kamarnya.
Anak buangan sialan! bisa-bisanya kau diam saja! cobalah sesekali membalas ucapan pria tua itu, dasar tak berguna!
"Aku harus bagaimana? bahkan diriku sendiri saja mengatakan kalau aku ini tak berguna."
Gadis itu kembali terkekeh dan berbicara seorang diri di atas ranjangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments