Kesal

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya Robin telah tiba di rumah, kemudian membawa Vino yang ketakutan itu masuk ke dalam sambil terus mencoba untuk menenangkannya.

"Sekarang sudah berakhir, kau tak perlu khawatir lagi..." ucap Robin dengan lembut kepada Vino yang berada dalam pelukannya.

"..." Vino tak menjawab, dia hanya menguatkan pelukannya dengan wajah terbenam dalam tubuh Robin.

Kejadian sebelumnya walaupun terlihat seperti perkelahian biasa, berhasil membuat Vino ketakutan setengah mati dan hampir berpikiran bahwa dirinya akan kehilangan Robin dalam waktu dekat.

Memang benar bahwa mereka tidak terlalu dekat, namun tanpa diketahui oleh Robin, sebenarnya Vino selalu mengintip aktivitas yang sering dilakukan oleh Robin dengan perasaan ingin dekat bermain bersamanya.

Namun karena pesan dari Haris membuat Vino tak bisa untuk melebihi batas, dia tidak ingin jika sampai dirinya di usir karena telah bertindak tidak sopan pada pemilik rumah sekaligus pahlawan baginya.

"Kita sudah ada di dalam, apa kau ingin turun?" tanya Robin ketika sudah berada di dalam rumah.

Vino tak menjawab, dia hanya mengangguk kemudian turun secara perlahan dengan kepala yang terus menunduk. Sementara itu, tampak Haris serta Xiao Hang datang dari belakang dengan ekspresi kebingungan.

Mereka memang tidak mengetahui perkelahian sebelumnya, namun kali ini tampak kekhawatiran terpampang jelas dari tatapan mata mereka. Hal itu disebabkan oleh pakaian Robin yang terlihat kotor dan kusut, ditambah dengan sikap Vino yang seolah sedang ketakutan.

Xiao Hang dan Haris segera membungkuk ketika berada di dekat Robin. "Selamat datang kembali!" mereka dengan kompak menyambut kedatangan Robin.

Tak menjawab, Robin hanya mengangguk, kemudian menepuk kepala Vino dan berkata, "Bawa Vino bermain, aku rasa dia pasti ketakutan dengan apa yang terjadi sebelumnya..."

Mendengar itu, tampak kekhawatiran semakin jelas di wajah mereka. Menyadari hal itu, Robin hanya menggeleng kecil dan kembali menambahkan kalimatnya, "Untuk sekarang bawa dia kepada Sanaka dan Kakaknya, nanti aku akan menjelaskan semuanya di ruang keluarga..."

Haris mengangguk atas ucapan Robin, dan ketika dirinya hendak membawa adiknya itu, Robin kembali mengatakan sesuatu, namun kali ini kepada Vino yang masih berada di sampingnya.

"Kau bermain dulu bersama Kakak dan Sanaka, oke? Dan jangan lupa untuk tidak menceritakan itu, karena dikhawatirkan mereka akan ketakutan sampai terkencing di celana!" ucap Robin tersenyum tipis sambil mengelus kepala Vino.

"Baiklah..." Vino mengangguk, kemudian pergi bersama Haris menuju ruang bermain yang berada di lantai dua.

Sementara itu, Robin dan Xiao Hang tak melanjutkan perbincangan mereka, namun segera berjalan menuju ruang keluarga untuk membahas masalah sebelumnya tanpa mengikut sertakan Sanaka.

***

Setelah kejadian itu, beberapa video pertarungan mereka sudah tersebar ke seluruh platform sosial media dan berhasil trending dalam waktu singkat.

Hal itu menyebabkan video nya sampai kepada keluarga Wijaya, atau keluarga Anton. Semuanya tampak sangat kesal ketika melihat itu, terkecuali bagi Anton yang sepanjang menonton video itu tampak sangat kalem tanpa mengatakan sepatah katapun.

Namun, itu berbeda bagi istri serta anaknya yang merasakan perasaan kesal, gelisah, amarah dalam waktu yang bersama. Sehingga membuat keduanya menjadi tidak terkontrol dan berkahir marah-marah dengan urat-urat bermunculan di kening mereka.

"Bagaimana bisa dia selamat! Bukankah dia sudah dilempar oleh mereka ke tengah jalan!?" Tania berteriak, menggebrak meja di depannya yang membuat seluruh barang yang diletakkan di atasnya bergoyang.

Sementara itu, Sintia mengernyit, "Terlepas dari selamat atau tidaknya dia, yang aku pertanyakan adalah, kemana luka dari wajahnya dan siapa bocah yang berada di dekatnya itu?"

Pertanyaan Sintia berhasil membuat Tania kembali tenang, namun kali ini keduanya tampak memikirkan hal yang sama. Entah bagaimana caranya Robin melakukan itu, tetapi satu hal yang berada di dalam kepala mereka hanya satu kalimat.

""Mungkinkah dia bekerja di tempat lain?"" Keduanya benar-benar berpikir hal yang serupa hingga bisa berbicara secara bersamaan.

Sintia dan Tania saling bertukar pandang, "Itu memang kemungkinan terbesarnya, tetapi dia tidak memiliki koneksi dengan siapapun. Jikalau memang benar kenyataannya seperti itu, tidak mungkin juga dirinya memiliki kebebasan hingga bisa pergi ke mall dengan seorang anak kecil." Sintia bergumam dengan serius.

"Bayangkan, dia baru beberapa hari keluar dari rumah ini. Kemudian bekerja dengan seseorang. Tetapi bisa mendapatkan akses untuk transportasi dan bahkan membawa seorang anak kecil bersamanya? Itu mustahil untuk dilakukan bagi siapapun, karena membangun kepercayaan sangatlah sulit." Tambahnya membuat Tania semakin kebingungan.

Namun, setelah beberapa menit dilanda dengan kebingungan, Sintia kembali mendongak dan menatap anaknya untuk kemudian bertanya, "Lupakan tentang itu, sekarang bagaimana dengan cincin pertunangan mu? Apakah itu sudah ditemukan?"

Tania melebarkan matanya ketika mendengar pertanyaan itu, dia kembali teringat dengan masalahnya yang mana cincin pertunangannya masih belum ditemukan, bahkan setelah mencarinya ke setiap sudut yang ada di dalam kamar Robin.

"Tidak... Aku sudah mencarinya kemana-mana, tetapi itu masih belum ditemukan. Rasanya benda itu sudah menghilang dari tempat ini, tetapi si sampah itu sudah dipastikan tidak membawanya pergi..." jawab Tania memasang wajah murung.

"Itu bencana..." Sintia berkata dengan kekhawatiran.

"Bagaimana ini? Bagaimana jika sampai mereka tahu!?" Tania tampak sangat khawatir dan resah dengan kondisinya saat ini.

Itu wajar, karena beberapa hari, atau dalam minggu ini keluarga tunangannya akan berkunjung ke rumah mereka dengan tujuan untuk membahas pernikahan mereka yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.

Namun, itu akan menjadi sebuah bencana jika sampai cincin tunangan itu masih belum ditemukan! Bahkan rasanya keluarga mereka akan dinilai tidak memegang amanah dan tak bisa dipercaya!

Itu bencana, karena sejak awal pernikahan ini dilakukan hanya karena perjodohan, yang mana keluarga Wijaya hanya bertujuan untuk menjadi kerabat dekat bagi keluarga Miranda yang terkenal sangat berpengaruh di kota Solan.

Walaupun mereka bisa masuk dalam jajaran keluarga yang berpengaruh, namun tetap saja kekuatan mereka lebih lemah jika harus dibandingkan dengan keluarga Miranda. Dan dengan adanya pernikahan ini, maka status mereka di kota atau bahkan di negara bisa semakin meningkat! Itu sangat menguntungkan!

Tetapi, ini semua akan hancur, harapan mereka akan lenyap tak tersisa hanya karena satu kesalahan ini. Sungguh, mereka sangat khawatir jika semua kemungkinan itu akan benar-benar terjadi.

"Bagaimana ini, Mah!? Aku tidak ingin sampai direndahkan oleh mereka! Aku juga tidak ingin semua mimpiku hancur karena satu kesalahan ini!" khawatir Tania mendesak Sintia.

Sintia tak bisa mengatakan apa-apa, dia hanya bisa berdiam sambil terus memutar otaknya untuk mencari jalan keluar, walaupun rencana itu sangat beresiko bagi mereka.

Setelah cukup lama memikirkan rencana, tiba-tiba mata Sintia terbuka lebar, dia segera mendongak dan menatap anaknya penuh kepercayaan diri.

"Tenang saja! Bagaimana jika kita melakukannya!?" Sintia berkata dengan wajah yang begitu bahagia.

Sementara itu, Tania yang mendengar ucapan Sintia mengernyit sambil mengangkat satu alisnya dengan bingung.

"Melakukannya? Melakukan apa?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!