Bahaya mengintai

"Ini sudah waktunya menggunakan mu, sayang..." gumam Robin dengan seringai tipis.

Di dalam ruangan yang gelap, tampak Robin sedang berdiri kemudian menaiki sesuatu yang tak lain ada motornya. Itu merupakan hadiah Sistem ketika berhasil memenangkan Sanaka yang menggila.

Dia menyalakan motornya itu, dan kemudian terdengar deru mesin yang begitu menggelegar. Gagahnya motor tersebut langsung menarik minat Vino yang tampak mengintip dari balik pintu.

Dia sangat tertarik dengan motor Robin sejak awal melihatnya, namun baru kali ini dia melihat motor itu dipakai setelah beberapa hari bersarang di dalam garasi.

Ketika Robin sedang mencoba-coba untuk mengecek suara motornya, di belakang secara mengejutkan terdengar suara benda besar yang terjatuh. Secara spontan dia menoleh dan mendapati sosok Vino sedang dalam posisi mencium lantai.

"Vino? Apa yang kau lakukan!" Robin dengan cepat turun dari motornya dan menolong Vino untuk bangkit. Tidak lupa dia menyalakan lampu garasi.

"Kenapa kau bisa sampai terjatuh?" tanya kembali Robin sambil menepuk-nepuk baju Vino yang kotor.

Vino tampak malu, dia tertunduk dengan wajah memerah. Sungguh memalukan baginya karena telah ketahuan mengintip setelah sebelumnya terpleset karena lantai yang licin.

"T-tidak, Tuan..." Vino tidak berani menatap Robin.

"Jangan panggil aku dengan sebutan itu! Sudah kukatakan untuk memanggil 'Kakak' saja!" Robin mengingatkan.

Namun tampaknya Vino tidak siap untuk memanggil pahlawannya dengan panggilan itu. Karena bagi Vino yang sudah lama hidup berkecukupan, rasanya tidak sopan untuk memanggil seseorang yang kaya sekaligus pahlawannya dengan panggilan seperti itu.

"Haish, ya sudah kalau tidak mau..." Robin menghela nafas setelah mendapati Vino yang terdiam tanpa menjawab. "Juga, cepat ganti pakaianmu ini! Kelihatannya sudah kotor gara-gara terjatuh tadi!"

Mendengarnya, Vino ikut melihat pakaiannya yang ternyata tidak terlalu kotor. Namun entah untuk alasan apa Robin menganggapnya seperti itu.

Apakah memang begini jalan pikiran orang kaya? pikir Vino kebingungan.

"T-tapi ini tidak kotor, Tuan... Saya rasa saya masih bisa memakainya hingga nanti..." ucap Vino masih belum berani untuk menatap Robin.

"Ya, memang tidak terlalu kotor. Cuma, aku mau kamu ganti itu karena sekarang kita akan pergi jalan-jalan menggunakan motor baru!" ujar Robin dengan senyuman lebar.

"Jalan-jalan?" Vino melebarkan matanya.

***

"Bagaimana? Apakah ini menyenangkan?"

"Sangat menyenangkan, Tuan!!"

"Baguslah..."

Sekarang, di tengah jalanan tampak motor hijau berjenis Kawasaki sedang melaju dengan kecepatan normal. Mereka adalah Robin dan Vino yang sedang mencoba untuk mengetes motor barunya.

Vino terlihat sangat bahagia, dia memandangi sekitar dengan senyuman lebar. Itu membuat Robin merasa bahagia, karena sudah dari awal dirinya ingin semakin dekat dengan Vino.

Melihat Vino mengingatkannya kepada anaknya di masa depan. Itu sangat membahagiakan. Apalagi mereka berdua memiliki kesamaan dari beberapa hal, seperti saat ini.

Tak hanya Vino, anak Robin di masa depan juga sangat mendambakan perjalanan dengan menggunakan motor yang keren. Dan Robin pikir tidak ada salahnya untuk melakukan hal tersebut kepada Vino.

"Tapi jangan terlalu berpuas dengan ini! Karena kita akan segera bersenang-senang!" ucap Robin bersemangat.

"Senang-senang?" Vino merenung dengan wajah menyimpan segudang pertanyaan.

Mereka kemudian kembali fokus dengan perjalanan, hingga tak terasa mereka telah tiba di mall, tempat dimana Robin akan membeli kebutuhan untuk kedua adiknya yang baru beberapa hari datang ke rumahnya.

"Tuan, kenapa kita kesini?" tanya Vino mendongak.

Robin tersenyum dan mengelus kepalanya, "Yah, lebih baik kita belanja sesuatu untukmu dan juga kakakmu. Bagaimana? Bukankah kalian sudah lama ingin membeli mainan serta pakaian baru?"

Vino tampak enggan, dia sudah diingatkan beberapa kali oleh Haris untuk menjadi anak yang baik dan sopan kepada Robin. Namun kali ini pria itu akan memberikannya mainan dan pakaian?

Kemurahan hati Robin menimbulkan perasaan ambigu di dalam diri Vino. Di satu sisi dia ingin menerimanya, namun disisi lain dia merasa tidak sopan jika menerima hadiahnya tersebut.

Sungguh, Vino hanya bisa terdiam tanpa berani melihat wajah Robin. Tetapi beruntung baginya karena Robin bisa memahami perasaannya saat ini, dan tanpa memberikan pilihan lain, Robin menurunkan tubuh si bocah dengan perlahan.

"Sudah tak perlu memikirkan apapun. Jika Haris memarahi mu, maka aku akan pastikan hidupnya akan penuh teror!" ucap Robin memasang wajah serius.

Namun kemudian dia tertawa ketika melihat ekspresi Vino yang tampak ketakutan. Itu terlihat sangat menggemaskan dan membangkitkan ingatan masa lalu.

"Apakah Tuan akan melakukannya...?" tanya Vino bersuara rendah.

Robin kembali tertawa, "Haha, tentu saja tidak! Bagaimana mungkin aku akan melakukan itu kepada keluargaku. Jadi, biarkan Tuan mu ini memberikan apapun yang kalian suka, mengerti?"

Mendapati pertanyaan seperti itu, Vino mengangguk kecil. Kemudian mereka pun pergi masuk ke dalam setelah meninggalkan motor di parkiran.

Namun baru beberapa langkah mereka berjalan, tiba-tiba saja terdengar suara teriakan dari arah samping yang sontak membuat mereka menoleh dan mendapati sekelompok orang sedang menatap mereka dengan tatapan permusuhan.

"Itu dia!" teriak wanita berpakaian modis dan mewah.

Robin mengernyit, "Kalian...?"

"Apa? Apakah kau sudah mengingat kami!? Sungguh najis diingat oleh manusia kotor sepe—"

"Maaf, aku tidak ingat. Permisi..."

Tanpa menunggu wanita itu menyelesaikan ucapannya, Robin dengan cepat mengalihkan kembali pandangannya dan berjalan segera melanjutkan langkah mereka.

Hal itu langsung membuat si wanita merasa sangat terhina, dia segera memerintahkan anak buahnya untuk menghentikan mereka dan menuntut permintaan maaf dari Robin.

"Sialan..." wanita itu mengeram seperti singa. "Kalian, cepatlah kejar mereka dan buat si kotor itu berlutut di hadapanku!" titahnya kepada sekelompok pria berjas di belakangnya.

""Baik, Nona!""

Serempak mereka berlari menuju Robin, kemudian memotong jalan mereka dengan sengaja menampakkan diri sambil menatap tajam Robin dengan dominasi yang mereka miliki.

"Apa yang kalian inginkan?" tanya Robin dengan tenang, namun Vino yang tampak ketakutan langsung bersembunyi di belakangnya.

"Sekarang kami akan berbaik hati. Berlutut lah kepada Nona Rosa dengan penyesalan karena telah merendahkannya berkali-kali! Kalau tidak..." mereka mulai menunjukkan sikap mengancam.

"Bukankah kalian seharusnya malu karena membuat anak kecil sepertinya ketakutan? Dimana letak rasa malu kalian?" tanya Robin yang mulai tak nyaman dengan situasinya.

"Sudah tutup mulutmu dan cepatlah berlutut dihadapan Nona Rosa!" teriak salah satu dari mereka memicu perhatian dari sekitar. "Jika kau tidak melakukannya, maka dengan terpaksa kami akan menggusur kau dan bahkan adikmu untuk berlutut di hadapannya Nona Rosa! Tanpa terkecuali!"

Robin yang mendengar itu mulai merasakan perasaan bahaya, apalagi dengan mereka yang mulai menyebar dan mengelilingi Robin sambil memegang senjata tajam.

"Kau benar-benar tidak memiliki rasa malu..." ucap Robin dengan suara dan tatapan yang begitu dingin.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!