Beberapa jam lalu, Robin yang masih berada di dalam rumahnya tampak sedang membuka layar status untuk pertama kalinya. Dia tampak menekuk alisnya sambil mencubit dagunya dalam diam.
"Statusku ternyata lebih sampah dari yang kukira. Bagaimana mungkin seorang pria memiliki kekuatan 5 poin saja? Ini sangat memalukan..." gumam Robin mengeluh akan kekurangannya.
[Anda dapat meningkatkan status Anda dengan menggunakan point system yang dimiliki. Bukankah Anda sudah lama ingin menggunakannya?]
Sistem tiba-tiba muncul dan menjelaskan. Robin yang awalnya kebingungan kini tampak melebarkan matanya, dia segera duduk dengan tegak dan serius. Tatapannya sangat lekat, jarinya langsung diangkat dan memencet sesuatu hingga beberapa kali.
'Aku memiliki 15 Poin, sebagian besar kudapatkan dari bonus Sistem. Tetapi semua itu akan habis ku gunakan sekarang juga!' batin Robin.
Jarinya yang telah memencet tombol Strength hingga lima kali itu segera beralih pada tombol Agility yang dapat meningkatkan kecepatannya. Kemudian dia menggunakan sisa lima Poin itu pada tombol Durability untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya.
Dengan begitu, kini tampak statusnya sudah mulai terlihat normal, namun lebih cenderung kuat. Tetapi, Robin tak terlihat menyesal dan justru sedang menyunggingkan senyumannya dengan sombong.
"Haha! Dengan begini aku tidak akan bersembunyi dibalik Xiao Hang lagi!" seru Robin membusungkan dadanya dengan hidung yang memanjang.
[Anda terlihat sangat percaya diri...]
***
"Cih, kenapa dia sangat tangguh!" ucap salah satu pria berjas dengan luka memar di beberapa bagian wajahnya.
"Ini tidak sesuai dengan perkataan Nona yang mengira bahwa pria ini hanyalah pecundang dengan mulut besar!" sambung pria di sampingnya.
Kini, di tempat belanja atau lebih tepatnya mall, tampak Robin sedang bertarung dengan lima orang pria berjas yang tak berbelas kasih karena menggunakan sajam hanya untuk melawan satu orang saja.
Namun itu percuma, untuk beberapa gerakan, senjata mereka langsung terlepas secara paksa setelah ditendang, dipukul, atau bahkan direbut oleh Robin yang terus melakukan perlawanan dengan sikap yang tenang.
Tetapi Robin bukanlah seorang pengecut, dia tidak membutuhkan sajam hanya untuk melawan mereka yang bahkan tidak bisa melukainya sama sekali.
'Aku tak bisa bergerak bebas, dikhawatirkan mereka akan menakuti Vino...' pikir Robin sambil melirik ke arah Vino yang sedang bersembunyi dibelakangnya.
Robin sungguh meminta maaf karena telah mengacaukan kesenangan mereka. Namun prioritasnya kali ini adalah melawan mereka agar tidak terjadi sesuatu yang lebih merepotkan.
Apalagi ketika melihat para pengunjung yang justru lebih memilih untuk merekam mereka ketimbang menolong atau mungkin melerai perkelahian mereka. Entah apa yang menjadi sebuah hambatan bagi mereka untuk menghentikan perkelahian ini.
"Bukankah kalian lebih baik berhenti saja? Tidak baik bertarung di hadapan publik seperti ini, apalagi tak sedikit dari mereka adalah anak kecil. Apa kau tidak khawatir jika perlakuan kalian justru menanamkan ingatan buruk pada mereka?" bujuk Robin yang merasa tak bisa untuk melawan mereka lagi.
"Apa kau akhirnya menyerah? Itu pilihan yang bagus!"
Tak mendengar, beberapa dari mereka malah menerjang ke arah Robin dengan tangan kosong dan kemudian melakukan serangan dari beberapa titik. Namun itu berhasil dihindari oleh Robin yang segera melompat sambil menggendong Vino.
Mereka sungguh merepotkan, Robin tidak bisa untuk terus berada dalam situasi yang tidak menguntungkan ini. Ingin rasanya dia melarikan diri, namun itu bukanlah jalan terbaik karena bisa saja tempat tinggal mereka diketahui oleh musuh berbahaya ini.
"Cih, serang dia secara beruntun!" ucap salah satu dari mereka setelah menyadari tindakan Robin yang hanya bisa terus menghindar.
Namun, pergerakan mereka dengan paksa dihentikan oleh suara gemuruh dari beberapa tembakan senjata api yang berasal dari para polisi yang sudah datang.
"Hentikan pertarungan mengganggu ini!" ucap salah satu polisi dengan karisma yang hebat.
Perlahan wajah Robin menunjukkan kebahagiaan, dia menghela nafas berat sebelum akhirnya tersenyum tipis dan mengelus kepala Vino dengan lembut.
'Syukurlah mereka menelpon polisi...' pikir Robin.
"Polisi?" pria berjas menekuk alisnya. "Apa kau sudah berani mengganggu kami?" tanya dirinya menatap tajam.
Polisi yang melihat itu tampak sedikit ketakutan, namun segera dirinya menepis rasa ragu itu dan kembali memakai sikap yang serius.
"Untuk apa saya tidak berani melakukan itu? Saya adalah polisi, sudah seharusnya saya menyelesaikan keresahan yang terjadi di kota! Dan saya minta kalian untuk menghentikan ini sebelum saya benar-benar menembak kaki kalian satu persatu..." Polisi itu menodongkan senjatanya, diikuti oleh beberapa Polisi dibelakangnya.
"Cih, bahkan sekarang ada polisi yang begitu keras kepala. Apakah si Dony belum menyerah dengan kami?" gerutu pria yang merupakan pemimpin dari kelompok berjas itu.
Walaupun mereka cukup kuat, namun ada baiknya saat ini bagi mereka untuk menyerah. Dengan perlahan mereka kembali ke posisi awal dan berjalan menghampiri pada polisi untuk kemudian menyerahkan diri mereka sendiri.
"Ya, ya, ya, kami salah dan cepatlah tangkap kami sebelum berubah pikiran!" ucap pemimpin kelompok itu dengan tajam.
"Bagus, itu sikap yang seharusnya dilakukan..." Polisi itu menyimpan kembali senjata mereka.
Dikarenakan jumlah polisi lebih unggul, beberapa dari mereka tetap mengacungkan senjata mereka untuk mencegah terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok itu.
Setelah itu, para Polisi berhasil memborgol serta memasukkan mereka ke dalam mobil. Namun sebelum itu, salah satu polisi menghampiri Robin dan memasang senyuman ramah.
"Maafkan kami karena terlambat menghentikan ini."
Robin menggelengkan kepalanya, "Tidak, justru saya yang harus berterimakasih saat ini. Berkat Anda, kami berdua dapat selamat dari mereka."
Polisi itu tersenyum, kemudian mengelus kepala Vino sebelum akhirnya mengatakan sesuatu yang sudah diduga oleh Robin sejak awal.
"Kami akan segera kembali ke kantor, apakah Anda bersedia datang sebagai saksi? Walaupun ini hanya perkelahian, namun tingkat bahayanya sudah mengancam nyawa. Sehingga kami memerlukan saksi untuk menjelaskan asal mula terjadinya perkelahian..." Polisi itu menjelaskan.
"Tidak. Bukannya saya tidak ingin, tetapi memang tidak ingin. Masalahnya saat ini saya berada di pihak korban, dan juga niat awal saya adalah mengajak adik saya untuk bermain. Dan sekarang saya berencana untuk pulang, kemudian menenangkan adik saya yang tampaknya sangat trauma dengan kejadian ini." Robin menolak dengan cepat.
"Anda bisa menjadi orang-orang yang hadir sebagai saksi. Namun satu hal yang ingin saya sampaikan adalah, mereka berada di bawah perintah seseorang, mungkin semacam orang penting di kota atau bahkan di negara ini? Saya tidak tahu. Tapi hanya itu yang bisa saya katakan, terimakasih dan permisi..."
Tanpa menunggu Polisi itu mengatakan sesuatu, Robin segera pergi sambil terus menggendong Vino yang terlihat sangat ketakutan. Bahkan saat ini tubuhnya dipenuhi dengan keringat dingin.
Sementara itu, Polisi tersebut tampak masih mematung di tempatnya. Perlahan wajahnya memperlihatkan kerutan dengan perasaan yang gelisah.
'Jangan sampai ini semua berakhir buruk. Aku tidak tahu siapa yang pria itu maksud, tetapi aku merasa bahwa semuanya tidak akan berjalan dengan lancar... Aku telah membuat kesalahan...' batin Polisi itu sebelum pada akhirnya pergi menuju mobilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments