Dijalan menuju arah pulang, masih belum puas Robin menepuk pundak Seno untuk menepi dan beristirahat di suatu restoran cepat saji. Sungguh lapar perut Robin walau sudah sarapan.
Seno tanpa bantahan mengikuti keinginan Robin, mereka segera menepi di salah satu restoran cepat saji. Setelah itu Robin turun dari motor dan memberikan helm kepada Seno.
"Bapak tidak sekalian makan bareng saya?" tanya Robin mengajaknya kembali.
Seno tertawa kering, "Haha, kebetulan saya sudah makan, mas. Silahkan aja mas makan siang, semoga bisa kenyang…" candanya.
"Baiklah, tunggu sebentar ya, Pak. Rencananya saya cuma mau bungkus aja buat di rumah." ucap Robin kemudian berbalik dan masuk ke dalam restoran itu.
Seno mengangguk, menatap Robin yang telah masuk ke dalam restoran. Mau berapapun kali dia melihat kebaikannya, Seno benar-benar tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Robin.
Ketika sudah berada di dalam restoran, dengan cepat Robin menghampiri tempat pemesanan untuk memesan makanan. Robin bersyukur karena tidak ada antrian, mengingat perutnya sudah terlalu lapar.
"Mau beli apa, kak?" tanya pegawai wanita di depannya.
"Mbak, tolong tiga paketan jumbo dengan satu paket anak-anak. Dibungkus saja ya, mbak!" ucap Robin kepada pegawai wanita di depannya.
"Baiklah, mohon ditunggu sebentar…"
Robin mengangguk, kemudian menunggu makanannya tiba sambil sesekali melihat ke kanan dan kiri atas dasar menghilangkan rasa bosan.
Hingga belasan menit kemudian, makanannya telah datang dengan bungkusan yang rapih. Tampak pegawai wanita itu langsung menyodorkan kresek yang berisikan pesanan kepada Robin.
"Totalnya jadi tiga ratus ribu, kak!" ucapnya dengan senyuman ramah.
Robin segera memberikan tiga lembar kertas warna merah, "Terimakasih." ujarnya kemudian berbalik dan pergi.
Dengan makanan yang telah didapatkan, Robin segera kembali kepada Seno yang terkejut ketika melihat Robin berbelanja dengan banyak lagi. Namun kemudian dia tersenyum.
"Sudah selesai, mas?"
Robin mengangguk, "Iya, lebih cepat dari yang saya duga." jawabnya kemudian naik ke jok belakang sambil memegang dua kresek di tangannya.
"Tidak disimpan di depan aja kreseknya, mas? Saya takut itu jatuh atau mas nya kerepotan…" usul Seno sambil menoleh.
"Tidak perlu, ini masih bisa saya atasi."
"Baiklah…"
Kemudian Seno menjalankan motornya dengan kecepatan rata-rata cenderung lambat untuk meminimalisir terjadinya getaran yang kemungkinan dapat membuat Robin kerepotan.
Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk tiba di depan gerbang perumahan. Dengan barang belanjaan yang begitu banyak tentu saja membuat kedua satpam di sana tampak terkejut, namun mereka menganggap itu hal wajar, mengingat perumahan ini sangatlah bergengsi.
"Terimakasih atas bantuannya, pak." ucap Robin setelah menerima barang-barang belanjaannya.
"Sama-sama, mas. Dan terimakasih juga sudah memberikan saya tip sebanyak ini!" Seno tersenyum ramah, tidak tahu harus bersikap seperti apa lagi.
"Iya." jawab Robin. "Baiklah, titipkan salam dari saya untuk istri dan anak bapak di rumah. Dan ini hadiah selanjutnya dari saya, makanlah bersama-sama ketika berada di rumah, ya pak?"
Seno tampak terkejut, matanya terbuka lebar diikuti dengan mulut yang sama terbuka. Dia mengalihkan pandangannya kepada kresek dan Robin secara berulang.
Pikirannya langsung berdengung, tidak ada yang bisa dia lakukan selain tercengang dengan wajah yang memalukan. Namun Robin menanggapinya dengan senyuman dan berbalik pergi mengabaikan reaksi Seno.
"T-terimakasih banyak, mas! Saya akan membalasnya lain kali!" teriak Seno penuh syukur ketika melihat Robin pergi.
Menanggapi itu, Robin menoleh dan mengangguk, kemudian melakukan hal yang sama kepada kedua satpam di sana dan pergi menuju rumahnya dengan berjalan.
Robin memilih untuk berjalan, walaupun dirinya bisa meminta Seno untuk mengantarkannya sampai ke depan rumah. Namun itu akan merepotkan Seno, dia ingin pria tua itu segera pulang dan merayakan kebahagiaan bersama dengan keluarga kecilnya.
"Anda sangat bermurah hati, Tuan!"
Terdengar suara berat dari dalam bayangan milik Robin, dan hal itu membuatnya tertawa kecil.
"Benarkah?"
"Tentu saja, Tuan! Saya merasa kebaikan Anda sudah bisa di sejajarkan dengan langit!" jawab Xiao Hang berlebihan.
Tawa keras semakin terdengar ketika dirinya mendengar sanjungan berlebihan itu. Dan pada akhirnya mereka saling berbincang hingga tak terasa mereka telah tiba di rumah.
"Yah … ini perjalanan yang sangat seru! Aku jadi tidak sabar untuk bertemu dengannya…" ucap Robin langsung menjatuhkan diri di atas sofa. "Ngomong-ngomong, dia sedang apa yang di rumah pria bangkai itu?"
Robin menatap langit-langit rumahnya sambil membayangkan wajah sang istri sedang bekerja di rumah yang membayar jasanya.
***
Di sebuah Mansion besar lainnya, lebih tepatnya tempat tinggal keluarga Mustofa. Tampak seorang wanita muda sedang mencuci piring setelah makan siang dilakukan.
Sambil bersenandung wanita itu menggosok setiap cucian yang ada, tangan putih halusnya bergerak ke segala sisi dengan lembut. Tampaknya, wanita ini sangat menyukai pekerjaannya!
"Hei, kau terlihat bersemangat seperti biasanya!"
Tiba-tiba muncul suara disertai tepukan pada kedua bahunya dari belakang. Ketika menoleh, wanita itu mendapati temannya sedang memasang wajah tenang.
"Tentu saja, pekerjaanku adalah hobi ku! Mana mungkin aku tidak bersemangat!" jawabnya benar-benar menunjukkan semangatnya.
Temannya itu tertawa sambil perlahan berjalan ke sampingnya, "Yah itu sangat disayangkan untuk seorang wanita cantik sepertimu terjebak di rumah menakutkan ini…" ucapnya sambil menyimpan satu persatu piring ke dalam rak.
Wanita itu menoleh, menekuk alisnya dan bertanya, "Apa maksudmu?"
"Hmm?" Temannya memasang ekspresi polos. "Tidak~ nanti juga kau akan tahu dengan sendirinya~"
"Hei, kau mencoba untuk menyembunyikannya dariku, kan!?" Wanita itu mendekatkan wajahnya dengan marah.
Namun, temannya malah terdiam sambil menatapnya dengan intens, "Hee… wajah marah mu tidak terlalu buruk!" ucapnya dengan seringai tipis.
"Kau malah bercanda!" Wanita itu mencubit pelan perut temannya hingga membuatnya menggeliat kesakitan.
"A-aduh… sakit tau, neng!"
"Hentikan nada suaramu yang seperti om-om genit!" ucap wanita itu melepaskan cubitannya.
Kemudian dia langsung kembali mengalihkan pandangannya pada pekerjaannya yang sudah tersisa sedikit lagi. Mengabaikan temannya yang terus mengoceh tidak jelas.
***
Sementara itu, Robin yang sedang beristirahat di sofa tiba-tiba mendengar suara teriakan Sanaka yang berasal dari lantai kedua rumahnya.
"Apa yang terjadi?" Robin mengernyit kemudian bangkit.
"Kemungkinan Sanaka sedang dalam bahaya, Tuan!" sahut Xiao Hang berwajah serius.
"Gawat!" Robin segera berlari menuju lantai kedua dan mencari keberadaan Sanaka yang cukup jauh.
"Rumah besar itu menyebalkan!" gerutu Robin setelah mengecek ke beberapa ruangan, namun tak pernah ia melihat batang hidung Sanaka.
Hingga pada akhirnya, Xiao Hang yang selalu berada di sampingnya langsung melesat menuju salah satu ruangan yang ada di depan dan melakukan sesuatu yang mengejutkan.
"Kena kau, brengsek!" ucap Xiao Hang menekankan suaranya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments