Setelah cukup lama tidak sadarkan diri, tak selang beberapa menit, Robin kembali terbangun dengan kondisi yang linglung. Dan juga dirinya sedikit merasakan perasaan pusing yang tersisa akibat hal itu.
Robin dengan linglung mengedarkan pandangannya, dan tak lama setelah itu dia mengalihkan perhatiannya ke arah notifikasi yang masih mengambang di hadapannya.
[Sistem Kekayaan Ganda tercipta!]
[ :) ]
[Dengan Sistem ini, anda akan mendapatkan beberapa misi di samping misi utama yang memiliki hubungan kuat dengan niat balas dendam Anda!]
[Sistem akan menggandakan kekayaan Anda setiap minggunya, sehingga Anda dapat terus mengumpulkan kekayaan Anda dengan cara menyelesaikan misi yang telah disiapkan!]
[Hadiah perkenalan: 1.000.000 rupiah, 10 Point Sistem]
Robin tampak beberapa kali mengucek matanya dengan kegembiraan yang bercampur kebingungan. Namun, setelah memastikan semuanya nyata, perlahan senyuman lebar terukir di wajahnya.
"... Aah, aku benar-benar beruntung!" Seru dirinya hendak untuk melompat kegirangan.
Namun sebelum melakukan itu, seketika dibenaknya terbesit sebuah kenangan masa lalu yang membuat wajah bahagianya mulai luntur.
"Ya, benar. Aku tidak boleh terlalu berlarut dalam kebahagiaan, aku masih perlu untuk melakukan sesuatu yang lebih besar!" Ungkapnya kemudian berbalik dan berjalan memasuki mansion.
Di dalam mansion, Robin langsung berpapasan dengan Bibi pembantu yang telah menjadi temannya selama ini. Dan dia jugalah yang telah membantu Robin dalam melakukan sesuatu yang bersangkutan dengan pekerjaan rumah.
"Robin? Sedang apa kau di sana?" Tanya bibi Sainah sambil memegang sapu.
Sesaat Robin tak menjawabnya, dia membeku di tempatnya sambil terus menatap Sainah dalam diam. Namun, beberapa saat kemudian dia kembali tersadar dan tersenyum masam sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ah? Ahaha, tidak, aku hanya selesai membersihkan halaman…" Dalih Robin kemudian berjalan menghampiri Sainah.
Tentu saja itu berbohong, karena sebelumnya dia tidak sadarkan diri tanpa ada seorangpun yang melihat atau mengetahuinya. Sehingga akan terdengar aneh jika sampai dia mengatakan hal itu kepada Sainah
"Hmm? Perasaan... bibi sudah menyapunya. Apa itu kotor lagi, ya?" Kebingungan Sainah sambil mencoba untuk terus mengingat.
"Y-ya, mungkin seperti itu, Bi." Ucap Robin mencoba meyakinkan Sainah, "Bibi sendiri sedang apa?"
Mendengar pertanyaan Robin, tampak wajah Sainah langsung berubah menjadi panik, kemudian dia pergi sambil membawa sapu dan berkata, "Ah! Bibi lupa, sekarang Tuan rumah dan keluarganya akan makan malam sebentar lagi! Astaga, kenapa Bibi sampai melupakan itu!"
Robin hanya tertawa canggung ketika melihat reaksi Sainah yang begitu lucu. Namun setelah keberadaan Sainah menghilang dari pandangannya, Robin kembali memasang wajah masam.
'Aku melihatnya lagi, padahal di masa depan dia akan mati di tangan Soni karena berusaha menyelamatkan diriku dari siksaan mereka. Sungguh, aku harus menyelamatkan nya kali ini!' Batin Robin dengan yakin.
Setelah cukup lama berdiam diri, pada akhirnya Robin pergi menghampiri Sainah dengan niat untuk membantunya dalam memasak. Mengingat hanya Sainah seorang diri yang selalu memasak makanan.
"Sini Bi, aku akan bantu!" Usul Robin ketika berada di samping Sainah.
"Memangnya kamu sudah yakin dengan kemampuan memasak mu? Terakhir kali bibi ngerasain masakan kamu itu asin banget!" Ucap Sainah memperagakan ekspresinya ketika memakan masakan Robin.
"Haha! Maafkan aku Bi, itu namanya pengalaman pertama! Tapi tenang, sekarang aku hanya ingin membantu memotong sayuran saja. Apa tidak masalah?" Tanya Robin dibalas anggukan setelah cukup lama menunggu balasan Sainah.
"Baiklah, kalau cuma itu saja tidak masalah! Asalkan jangan sampai sentuh bumbu masakan!" Tegas Sainah berpesan.
"Iya, iya, baiklah." Sahut Robin dengan senyuman terpaksa.
Ya, kekhawatiran Sainah memiliki alasan tersendiri. Mengingat Robin yang selalu jadi kambing hitam di dalam keluarga, Sainah menjadi selalu khawatir jika sampai Robin melakukan kesalahan yang cukup fatal, dan berakhir mengenaskan di tangan keluarganya sendiri.
Walaupun mereka tidak layak disebut sebagai keluarga Robin, namun kenyataan bahwa dirinya hanyalah anak haram tidak dapat dipungkiri lagi.
Memang tak semua orang yang ada di keluarga ini tahu tentang fakta itu, tetapi sikap mereka kepada Robin benar-benar tidak berperikemanusiaan.
Mengesampingkan hal itu, setelah cukup lama memakan waktu, akhirnya masakan telah siap. Bisa terlihat kemewahan dari beberapa makanan yang telah dimasak, itu sangat menggugah selera.
Dan ketika makanan itu dibawa ke ruang makan, terlihat sudah ada satu keluarga duduk diantara kursi yang mengelilingi meja berbentuk persegi panjang itu.
Robin yang saat ini membantu Sainah tampak sedang menahan gejolak amarah ketika melihat sosok ayahnya yang benar-benar menjijikkan.
Karena dibalik sikapnya yang terlihat tenang, dia merupakan manusia paling hina yang pernah Robin temui. Bahkan hingga saat ini keberadaan ibunya masih disembunyikan oleh pria itu.
"Kenapa lama sekali sih, Bi? Kita sudah menunggunya dari tadi!" Keluh Tania dengan ekspresi kesal menatap Saniah.
"Maafkan Bibi." Tak berani membantah, Sainah menjawabnya dengan sopan.
Walaupun begitu, Tania tampak tidak puas, dia terus menatap tajam ke arah Saniah dan terlihat hendak untuk melakukan sesuatu kepadanya.
Namun, ketika dia melihat Robin, amarahnya tiba-tiba dialihkan kepada pemuda tidak bersalah itu.
"Ini pasti karena si sampah itu, kan? Kenapa sih dia masih ada di rumah ini? Bahkan bekerja saja dia jarang, dan setiap hari hanya menikmati waktu sebagai pengangguran akut." Cibir Tania dengan wajah angkuh.
Mendengar ucapannya, seketika orang-orang langsung mengalihkan pandangannya ke arah Robin yang tampak sudah selesai dengan pekerjaannya.
Robin sendiri merasa kesal dengan ucapan Tania yang berniat untuk menjadikan dirinya sebagai kambing hitam lagi.
"Benar, aku juga merasakan hal yang sama sepertimu, Kak! Itu sangat memalukan, menetap di rumah orang lain tanpa melakukan pekerjaan sangat mencerminkan seorang sampah!" Sambung Soni, adiknya Tania.
Mendengar itu, tampak kerutan di wajah Anton, Ayahnya Robin serta kedua manusia aneh itu. Sesaat dirinya menatap ke arah Robin, namun tak lama kemudian mengalihkan pandangannya ke arah kedua anaknya dan menegur mereka.
"Sudah hentikan itu! Saat ini kita akan makan malam. Jangan merusak suasana!" Anton meninggikan suaranya ketika menegur kedua anaknya itu.
Namun, tegurannya tersebut membuat istrinya menjadi geram dan langsung murka, "Apa? Sekarang kau malah membentak kedua anakmu!? Padahal sudah jelas mereka tidak salah! Kenapa kau malah membentak mereka, bukan si sampah itu!?"
"Sudah cukup! Hentikan, hentikan ini sejenak. Aku tak ingin membahasnya lebih lanjut tentang si sampah atau si berlian, sekarang lebih baik kita lanjutkan makan." Ucap Anton mencoba menenangkan suasana.
Sementara itu, disaat mereka sedang bertengkar, Robin kini terlihat sudah kembali dan melihat layar hologram di depan matanya yang menunjukkan sebuah misi pertamanya dengan hadiah fantastis.
"Apa? Apakah aku bisa mendapatkan ini?" Tanya Robin tidak percaya, sambil sesekali menampar pipinya.
"Ini terlalu menggiurkan walaupun cukup merepotkan!" Lanjutnya dengan senyuman.
[Misi terpicu!]
[Lakukanlah sesuatu untuk membuat Tuan diusir secara tidak hormat dari tempat saat ini!]
[Hadiah: 10.000.000 rupiah dan 1 point sistem]
[Hukuman: Kehilangan penglihatan]
[Durasi: 00:47:20:48]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Arga Wijaya
lanjut
2023-09-18
1
Edi Sudrajat
lanjut thor
2023-09-17
1