"Mas, lihat apa yang Zahira lakukan padaku?" adu Inge.
Abian menghampiri Inge. Dia membantu wanita itu untuk berdiri.
"Semua ini dia yang lakukan, Mas. Dia kesal sama aku terus mendorongku. Kalau saja aku gak cekatan, pasti keningku sudah benjol karena terbentur lantai," tuduh Inge lagi yang semakin mendramatisasi.
"Mas, aku nggak melakukan pun. Semua itu nggak benar." Zahira berusaha membela diri sebelum Abian marah kepadanya. "Kalau kamu nggak percaya, tanya saja Bik Darsih," lanjutnya.
Abian menatap Zahira dari atas hingga bawah setelah itu tatapan beralih ke arah Bik Asih yang masih berdiri di dekat meja makan.
"Tanya saja sama Bik Darsih, Mas. Aku nggak bohong!" Inge memberikan menatap tajam Bik Darsih dan mengancamnya tanpa bersuara.
"E... Den... anu... itu... apa... e... Mbak Inge—"
"Kita kembali ke atas saja, Nge!" potong Abian. Laki-laki itu tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia menatap Zahira lagi kemudian membawa Inge pergi dari sana.
"Apa Mas Abian akan membenciku gara-gara masalah ini?" gumam Zahira. Dia kembali mengingat tatapan terakhir Abian kepadanya. Itu bukanlah tatapan kemarahan atau pun tatapan kebencian. "Apa arti tatapanmu itu, Mas?" lirihnya.
Bik Darsih menghampiri.Zahira. "Maaf ya, Mbak karena tadi saya nggak membela Mbak Hira. Saya takut kalau Mbak Inge ngadu macam-macam sama Nyonya Devi terus saya dipecat. Keluarga saya masih membutuhkan saya, Mbak. Sekali lagi maafin saya ya Mbak," ucap Bik Darsih merasa bersalah. Sebagai seorang pembantu dia harus selalu menuruti kata majikan.
"Nggak apa-apa kok, Bik. Lagian Mas Abian tidak mengatakan apapun kan barusan?" jawab Zahira. Istri Abian itu tersenyum seperti biasanya.
"Makasih ya, Mbak karena udah maafin Bibik."
"Iya, Bik. Sama-sama." Zahira mengusap pundak ringkih Bik Darsih.
"Ohya Mbak Hira kan belum makan. Gimana kalau saya bikinkan nasi goreng buat Mbak?" ucap Bik Darsih.
"Nasi putihnya kan sudah habis. Nanti biar aku order saja," jawab Zahira.
"Sekali lagi makasih ya, Mbak," ucap Bik Darsih.
***
Abian dan Inge kembali ke lantai atas. Abian langsung melepaskan papahannya terhadap Inge.
Inge yang sedari terus menyalahkan Zahira dan mengatakan hal macam-macam tentangnya langsung diam. Dia menatap balik Abian yang saat ini sedang menatapnya.
"Mas, kenapa menatapku aeperti itu? Harusnya aku marah lho Mas sama kamu karena kamu nggak ngomelin Si Zahira. Padahal gara-gara wanita licik itu badan aku sakit." Inge memasang wajah sok manja.
"Sampai kapan?"
Inge bingung mendengar pertanyaan Abian itu. "Sampai kapan apanya, Mas?" tanyanya.
"Sampai kapan kamu akan berbohong kalau Zahira mendorongmu tadi?"
Mata Inge terbelalak. Dia tidak percaya kalau Abian melontarkan pertanyaan seperti itu. Padahal, aktingnya sebagai wanita yang teraniaya sudah cukup lumayan.
"Si... si... siapa yang bohong, Mas?" tanya Inge salah tingkah.
"Nge, kamu masih belum mengaku juga? Disini hanya ada kita berdua lho dan kamu masih mau berbohong kepadaku?" tanya Abian.
"Tapi kan aku beneran nggak bohong, Mas. Tadi itu Zahira tiba-tiba mendorongku. Entah apa salahku sampai-sampai tak ada angin dan tak hujan dia mendorongku seperti itu," cerocos Inge yang masih betah dengan tuduhannya. "Aku kesal sama Mas Abian karena tidak memarahi Zahira tadi. Harusnya Mas Abian marahi wanita itu kalau perlu pecat sekalian. Kenapa Mas Abian diam saja sih?" protesnya.
Abian tertawa sumbang mendengar tuduhan Inge terhadap Zahira itu. "Kamu masih nggak mau jujur kepadaku, Nge?" sinisnya.
"Ih, Mas Abian ngomong apa sih? Aku nggak nuduh kok. Semua yang aku katakan benar. Kalau Mas nggak percaya, harusnya Mas tanya sama Bik Darsih tadi," Inge masih mempertahankan tuduhannya.
"Zahira mendorongmu dari depan atau belakang?" tanya Abian lagi.
"Dari depan."
Abian menghela napasnya. "Nge, kalau dia mendorongmu dari depan harusnya kamu jatuh dalam posisi duduk atau telentang, bukan malah seperti posisimu tadi," ujarnya.
"Aku salah ingat, Mas. Tadi dia mendorongku dari belakang. Iya, Mas benaran dari belakang." Inge meralat jawabannya.
Abian terkekeh. "Apa sebegitunya kamu ingin menjatuhkan Hira di depanku?"
"Maksudmu, Mas?"
"Nge, kalau Zahira mendorongmu dari belakang harusnya posisi Zahira berada di belakang kamu. Tapi apa? Dia ada di depan kamu."
"Dia berpindah karena ingin menolongku agar gak ketahuan sama kamu."
"Untungnya apa?"
"Ya... ya biar kamu nggak cerein dia lah," jawab Inge.
Abian kembali menarik napas panjang dan menghembuskannya. "Posisi dia menyerong, Nge. Gak tepat menghadap kamu. Tangan Zahira juga bsah sepertinya dia baru saja mencuci tangannya. Jadi, kalau dia yang mendorongmu seenggaknya ada bekas telapan tangannya di bajumu!"
Abian mulai kesal. Rasanya Inge sudah keterlaluan karena berusaha menjelekan Zahira dengan mencoba memfitnahnya.
"Zahira kan–"
"Cukup, Nge! Kepalaku pusing, aku mau istrahat! Aku tidak suka dengan wanita yang selalu mencoba menjatuhkan orang lain. Pergilah dan jangan temui aku sebelum kamu menginstrospeksi diri!" usir Abian. Dia merasa lelah dengan drama Inge barusan.
"Mas–"
"Pulanglah. Akan kusuruh sopir untuk mengantarmu!"
Setelah mengatakan hal itu, Abian masuk ke kamarnya. Dia terlalu kecewa dengan sikap Inge.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Hafifah Hafifah
namanya juga ratu drama.semoga ingetan abian cepet kembali
2023-10-20
1
Yuli maelany
biasanya orang yang suka banyak omong emang suka banyak bohong...
2023-10-19
0
Acep Herdiansyah
ye✊✊ayo abian ingat hira abaikan inge usir jauh2 ulet bulu itu😂😂
2023-10-19
0