Bab 9

Tok-tok-tok!

Ketukan dari arah pintu, menginterupsi obrolan Abian dan Inge. Kedua orang itu sontak menoleh ke arah pintu secara bersamaan.

Wajah Inge berubah memberengut ketika melihat siapa datang. Namun berbeda dengan Abian, dia merasa lega karena akhirnya bisa menghindar dari pertanyaan Inge barusan. Bukan Abian tidak mencintai Inge lagi, hanya saja pasca kecelakaan yang menimpanya, entah kenapa dia selalu merasa ada sesuatu yang mengganjal di hati kala berduaan dengan Inge.

"Mas Abian boleh saya masuk?" tanya wanita yang baru saja mengetuk pintu.

"Masuk saja, Hira!" suruh Abian.

"Ngapain sih dia kesini?" gumam Inge, dia kesal karena istri Abian itu selalu mengganggunya.

Iya, wanita yang baru saja datang itu adalah Zahira. Zahira melangkahkan kakinya mendekat ke meja Abian.

"Maaf, apa saya mengganggu waktu Mas Abian?" tanya Zahira. Tentu saja pertanyaan tersebut hanya untuk berbasi-basi karena memang kedatangannya sengaja untuk menggagalkan rencana busuk Inge.

"Tidak kok. Kebetulan pekerjaan saya juga udah selesai," jawab Abian. "Ada apa? Apa kamu ada perlu denganku?"

Zahira menarik napas panjang kemudian menghembuskannya.

"Katakan saja!" suruh Abian.

"Saya mau minta bantuan Mas Abian, tapi.... " Zahira menjeda kalimatnya. Dia melihat ke arah Inge kemudian menunduk.

"Katakan saja, Hira! Inge nggak akan marah kok. Iya kan, Sayang?" Abian melemparkan pandangannya ke arah Inge yang masih memberengut.

Mendengar Abian memanggil Inge dengan panggilan Sayang membuat hati Zahira mencolos. Namun, dia bergegas menyadarkan diri bahwa Abian melakukan itu karena Abian tidak mengingat dirinya. Dan tugasnyalah yang harus membuat Abian kembali mengingatnya.

"Begini, Mas. Saya ada tugas magang dari kampus, tapi saya bingung karena sampai sekarang proposal yang saya kirim ke beberapa perusahaan belum satupun yang dibalas. Padahal saya sudah pingin secepatnya nyelesaiin tugas magang ini biar saya cepat wisuda dan bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus. Biar ibu saya nggak kesusahan lagi. Saya kasihan melihat ibu saya yang harus bekerja keras di masa tuanya," jawab Zahira dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin.

"Lho, bukannya Bik Ranti sudah tidak kerja lagi?" tanya Abian penasaran.

"Iya, ibu memang saya suruh berhenti jadi pembantu. Tapi, di desa dia tetap bekerja di toko sembako. Katanya nggak mau ngerepotin saya, Mas. Ibu nggak mau membebani biaya hidupnya di desa sama saya. Apalagi dia tahu biaya kuliah itu mahal." Lagi, Zahira memasang wajah sedih.

"Maafkan aku, Mas karena aku membohongimu. Aku terpaksa melakukan ini agar bisa terus berada di sisimu dan melindungimu dari rencana kotor Inge dan Mama Devi," batin Zahira.

Flashback beberapa menit sebelumnya....

Ernando segera menghubungi Zahira saat melihat Inge datang ke kantor menemui Abian. Dia yakin kalau wanita ular itu akan memanfaatkan kondisi Abian guna memuluskan rencananya. Dan benar, dia meminta Abian untuk menikahinya.

Ernando : [Buk, cepat datang ke perusahaan sekarang. Mbak Inge sepertinya mau memaksa Pak Abian buat nikahin dia]

Zahira: [Aku ke sana sekarang. Kamu pokoknya usahakan agar Mas Abian tidak memberi jawaban apa pun kepada Inge!]

Ernando: [Baik, Bu. Tapi, Ibu cepat ya!]

Zahira: [Paling kurang dari 5 menit aku sampai, kebetulan aku memang sedang ingin menemui Mas Abian. Aku berbohong sama Mama Devi kalau aku mau pergi ke pasar]

Ernando: [Aku akan suruh pegawai yang ada di meja reseptionis menunggu kedatangan Ibu. Jadi, Ibu bisa langsung ke ruang kerja Pak Abian tanpa ditanya-tanya]

Zahira: [Thank ya, Ndo karena kamu mau membantuku]

Ernando: [Kapanpun Ibu membutuhkan bantuan, aku akan selalu siap. Aku tidak rela kalau Mbak Inge memanfaatkan kondisi Pak Abian]

Chat itu pun berakhir. Ernando yang berada di depan ruang Abian harap-harap cemas. Dia takut, Abian akan mengiyakan permintaan Inge di tengah kondisinya yang amnesia.

Ernando merasa lega ketika melihat Zahira datang.

Flashback off.

Dan disinilah Zahira sekarang berada. Sedang berdiri di hadapan Abian dengan memasang wajah sedih.

"Jangan mau, Mas. Dia bohong!" ujar Inge.

Abian menautkan alisnya.

"Mana mungkin Bik Ranti di desa wong dia udah pindah ke Jakarta kok sejak Zahira menikah dengan Mas Ab.... "

Inge langsung membekap mulutnya sendiri. Hampir saja dia keceplosan tentang pernikahan Abian dan Zahira.

"Kamu ngomong apa, Nge barusan?" tanya Abian.

"Aku nggak ngomong apa-apa kok, Mas," elak Inge.

"Nggak-nggak. Aku yakin tadi kamu bilang kalau Bik Ranti udah nggak tinggal di desa karena dia udah menetap di Jakarta sejak Zahira menikah. Memangnya Zahira menikah dengan siapa?" tanya Abian lagi.

"Gawat. Kalau aku kekeh bilang Bik Ranti udah tinggal di Jakarta karena Zahira sudah menikah. Pasti Mas Abian akan mencari tahu siapa suami Zahira. Itu bahaya! Kalau Zahira bilang bahwa Mas Abianlah suaminya terus nunjukin foto pernikahan mereka, bisa gagal deh semua rencanaku dan Tante Devita." Inge berbicara sendiri dalam hati.

"Nge," panggil Abian.

Inge menoleh. "Nggak, Mas. Aku tadi cuma salah ngomong," jawab Inge.

"Jadi, kamu nggak masalah kan kalau Hira magang di sini?" tanya Abian.

"Iya, terserah Mas Abian saja," jawab Inge. Dia menatap Zahira dengan tatapan kesal.

"Hira. Mulai besok kamu bisa magang di perusahaan saya," jawab Abian. "Inge nggak keberatan kok."

"Terima kasih, Mas Abian. Terima kasih, Mbak Inge," ucap Zahira.

"Mas Abian boleh nggak saya peluk Mbak Inge? Saya terharu karena Mbak Inge udah ngizinin saya magang di perusahaan Mas Abian?" Zahira meminta izin.

"Tentu saja boleh. Iyakan, Nge?"

Inge terpaksa mengangguk.

Zahira segera memeluk Inge. "Mbak. Sekarang tidak hanya di rumah. Aku bisa selalu dekat dengan Mas Abian bahkan di perusahaan. Aku akan lakukan apapun untuk mengembalikan ingatan Mas Abian," ujar Zahira tepat di telinga Inge. Dan tentu hanya Inge yang bisa mendengarnya.

"Mbak Inge makasih banyak ya, berkat Mbak Inge Mas Abian mau menerima saya magang di sini." Kali ini Zahira sengaja mengatakan itu dengan suara lantang.

"Tapi, inget. Kamu tetap pembantu di rumah. Jadi, jangan lupakan pekerjaan utamamu di rumah Tante Devita!" ucap Inge. Dia yakin, lama-lama Zahira nggak akan tahan karena harus mengerjakan dua pekerjaan sekaligus.

"Beres, Mbak. Sebelum berangkat ke perusahaan aku pastikan semua pekerjaan di rumah sudah selesai," jawab Zahira.

Bagi Zahira mengerjakan pekerjaan rumah bukanlah hal yang sulit karena dia sudah biasa mengerjakan itu.

Zahira melepaskan pelukannya.

"Sekali lagi makasih ya, Mbak Inge, Mas Abian. Saya pasti akan bekerja dengan baik," ucap Zahira.

"Mas, kamu belum jawab pertanyaanku yang tadi lho." Inge mengingatkan dia ingin membuat Zahira kesal.

"Pertanyaan yang mana?" tanya Abian.

"Yang soal menikah. Mas Abian mau kan nikahin aku dulu nggak usah nunggu sampai ingatan Mas Abian pulih dulu?" tanya Inge. Dia melirik Zahira dengan senyum mengejek.

Terpopuler

Comments

Yuli maelany

Yuli maelany

big no,Jan mau bikin alasan apapun lah Jan mau kamu nikah sama kadal buntung.....

2023-09-30

0

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

ayo bilang tidak ya abian

2023-09-30

1

Eni Istiarsi

Eni Istiarsi

nggak mau kalah ni ulet bulu 🙄

2023-09-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!