Inge mendatangi rumah Devita, dia memberitahu semua kejadian di kantor Abian tadi. Dia berharap, Devita akan memberinya solusi untuk bisa membuat Abian lebih dekat dengannya dan membantunya menyingkirkan Zahira.
"Dari dulu wanita itu selalu menjadi pengganggu rencana kita. Rasanya ingin sekali aku menyingkirkan wanita itu dengan tanganku sendiri," geram Devita.
"Terus kita harus bagaimana, Tante? Aku sudah menekan Mas Abian buat segera menikahiku. Tapi, Mas Abian masih kekeh tidak mau menikah denganku sebelum ingatannya balik," keluh Inge.
"Apa kita kudu singkirin si Zahira dulu ya biar Abian mau nikahin kamu?" ucap Devita.
"Nah itu yang aku harapkan. Tante singkirin Zahira, jadi dia nggak akan bisa lagi mempengaruhi Mas Abian," cicit Inge.
"Sebenarnya kehadiran Zahira nggak akan ngerusak rencana kita kalau kamu setia sama Abian. Tapi, kamu malah diam-diam menjalin hubungan sama laki-laki lain. Mana ketahuan lagi dan lebih apesnya kamu ketahuan pas lagi ***-*** sama tuh laki. Ya Abian langsung ilfillah. Makanya jangan ganjen!" sinis Devita.
"Aku kan cuma bosen, Tan, sama Abian. Padahal waktu itu kita akan segera bertunangan. Eh, pas aku minta begituan dia nolak. Alasannya belum halal lah, dosa lah, kan kesel. Padahal sebagian teman-temanku juga meski status mereka masih pada pacaran, mereka sering kok ngelakuin hubungan layaknya suami-istri. Abiannya saja yang pemikirannya kolot," jawab Inge.
"Kamu itu yang aneh, Nge! Laki-laki yang seperti itu justru laki-laki yang baik karena dia memuliakanmu." Devita geleng-geleng kepala.
"Heleh, kayak Tante nggak pernah seperti aku aja. Aku tahu kok kalau Tante berhasil nikah dengan papanya Abian juga karena berhasil menjebaknya untuk tidur dengan Tante," kata Inge.
Devita melotot. Bagaimana Inge tahu tentang rahasianya itu? Padahal tidak ada yang mengetahui kejadian yang sebenarnya terjadi di hari selain Ranti (ibunya Zahira). Wanita itu pun tahu bukan karena disengaja.
"Tante Devi nggak perlu tahu, yang jelas kita ini sama. Jadi, jangan berkata seolah-olah hanyan aku yang tidak baik disini." Inge mencebik.
"Iya-iya, kita sama. Udah kita gak usah bahas itu. Sekarang lebih baik kita pikirkan gimana caranya agar kita bisa singkirin Zahira agar dia tidak mengganggu jalan kita untuk mengendalikan Abian?" ujar Devita.
"Tidak ada satu orang pun yang boleh nyakitin Zahira!" sela Armand. Pria itu baru saja tiba di rumahnya saat mendengar Ibu dan Inge membicarakan Zahira.
"Mand, kamu masih menyukai wanita itu? Inget, Mand. Dia itu sudah jadi istri kakak tirimu." Devita mencoba untuk mengingatkan.
"Tapi, kalau Mbak Inge berhasil menikah dengan Mas Abian, bukankah Zahira akan menjadi janda?"
"Maksudmu, kamu akan menikahi Zahira jika wanita miskin itu sudah cerai dari Abian, Mand?" Devita menatap putranya tak percaya. "Nggak! Pokoknya mama nggak akan sudi menerima wanita itu jadi mantu!" tegas Devita.
"Terserah. Pokoknya, mama setuju atau enggak. Kalau Zahira dan Mas Abian akhirnya bercerai, aku akan menikah dengannya," jawab Armand. "Kalau Mama tidak setuju dan masih ingin mencelakai Zahira. Aku tidak akan membantu rencana kalian buat nguasai harta Mas Abian!" ancam Armand.
Devita dan Inge saling melemparkan pandangan. Mereka benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Armand. Bisa-bisanya dia menyukai Zahira. Wanita yang usianya lebih tua.
"Bagaimana? Kalian setuju untuk tidak mencelakai Zahira kan?" tanya Armand. Dia ingin memastikan jika mamanya dan Inge tidak akan menyentuh Zahiranya.
"Iya-iya, kami tidak akan mencelakai wanita itu," terpaksa Devita mengiyakan. Dia tidak mau putranya membencinya.
"Tapi, Tan... kalau kita nggak nyingkirin Zahira gimana kita bisa ngedeketin Mas Abian?" Kali ini Inge tidak sejalan dengan Devita.
"Ya mau bagaimana lagi, Armand nggak setuju kalau kita nyelakain wanita itu. Meski aku gak suka sama Zahira, aku nggak mungkin mau kalau putra kandungku membenciku," jawab Devita.
Inge menghela napasnya. "Terus rencana kita selanjutnya apa untuk membuat Zahira menjauh dari Mas Abian?" tanya ketus.
"Aku akan bantu memikirkannya. Jadi, jangan pernah berpikir untuk mencelakai Zahira dengan cara apa pun!" sahut Armand.
Devita menatap Inge dan menyuruh wanita itu untuk mengangguk.
"Baiklah. Aku tidak akan melakukan apa pun terhadap wanita itu. Asal kamu bisa membuat aku dekat dengan Abian."
"Bagus. Aku akan pikirkan caranya nanti. Sekarang aku mau masuk ke kamar dulu," pamit Armand. Anak kandung Devita itu menaiki satu per satu anak tangga menuju ke kamarnya yang ada di lantai dua.
"Tante yakin akan membiarkan Armand mendekati wanita itu?" tanya Inge ketika tubuh Armand tak lagi terlihat.
"Ya enggaklah. Enak saja! Pokoknya sampai kapanpun aku nggak sudi punya mantu miskin seperti dia," jawab Devita. "Tapi, untuk sementara kita pura-pura saja menuruti kemauan Armand agar dia mau membantu kita."
Inge mengangguk.
"Ya sudah, Tan. Aku pamit pulang sekarang. Nanti malam aku ke sini lagi untuk menemui Mas Abian," pamit Inge.
"Iya. Kamu hati-hati, Nge," jawab Devita.
Kepala Devita jadi ikutan pusing karena putra kesayangannya ternyata menyukai Zahira. "Selain harus membuat Abian membenci Zahira, aku juga harus membuat Armand membencinya. Jangan sampai gara-gara itu, Armand menghancurkan rencanaku," gumam Devita. Dia tentu sangat tidak rela jika putra kesayangannya memilih Zahira sebagai pendamping hidup.
***
Zahira kembali masuk ke ruang kerja Abian setelah Ernando selesai mengobati Abian. Sebagai seorang istri dan wanita yang mencintai Abian, tentu dia sangat mengkhawatirkan keadaan suaminya tersebut. Ya, meski Abian belum mengingatnya sebagai istri.
"Bagaimana Mas Nando keadaan Mas Abian? Apa punggungnya melepuh gara-gara air panas tadi?" tanya Zahira cemas.
"Untungnya nggak sampai melepuh kok. Setelah diolesi salep beberapa kali juga bakalan sembuh," jawab Ernando.
Zahira bernapas lega.
"Maafkan saya ya, Mas. Gara-gara ingin melindungi saya, Mas Abian jadi harus kena air panas. Sekali lagi maafin saya ya, Mas!" ucap Zahira.
"Aku nggak apa-apa kok, Hira. Lagian yang akan berbuat jahat kepadamu itu kan calon tunanganku. Aku tidak mungkin membiarkan dia menjadi orang jahat. Justru sebagai calon tunangannya aku minta maaf atas tindakan Inge barusan," jawab Abian seraya meminta maaf.
Sesak. Itulah yang Zahira rasakan saat ini. Suaminya meminta maaf untuk wanita lain. Zahira hanya mengangguk tanpa mengatakan apa-apa.
"Kamu bisa pulang sekarang untuk mengerjakan pekerjaanmu di rumah. Jangan sampai mama marah-marah!" seru Abian. Dia meminta Zahira untuk pulang. "Besok kamu sudah bisa mulai magang di sini. Nanti malam akan kujelaskan sama mama soal ini, biar nanti beliau bisa memaklumi."
Sekali lagi Zahira mengangguk. "Kalau begitu saya permisi ya, Mas. Assalammualaikum," ucap Zahira.
"Waalaikumsalam warahmutullahi wabarakatuh," jawab Abian.
Abian terkejut ketika Zahira tiba-tiba meraih tangan dan mencium punggung tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Yuli maelany
sekali nya jahat tetep aja orang jahat, entar yang ada malah Inge sama Devita saling rebutan harta kalo mereka berhasil rebut harta Abian....
2023-10-03
1