Zahira menyentuh tangan Devita yang mencengkram pundaknya lalu menghempaskannya.
"Aku tidak akan membiarkan rencana kalian berhasil!" ujarnya. Istri dari Abian itu melangkah menuju ke kamar lama Abian yang ada di lantai dua.
Sambil melangkah, Zahira terus berpikir untuk bisa mendapatkan alasan yang tepat agar dia bisa masuk ke kamar suaminya. Hingga akhirnya dia ingat bahwa obat Abian masih ada di tangannya. Zahira bisa menggunakan itu agar bisa masuk ke kamar suaminya.
Tok! Tok! Tok!
Zahira mengetuk daun pintu di hadapannya. Tidak lama pintu itu terbuka. Inge mendengkus sebal saat tahu yang datang adalah Zahira. Padahal ia baru saja berhasil mengusir Armand keluar dari kamar agar bisa melancarkan aksinya merayu Abian. Tapi, kini?
"Ada apa?" tanya Inge dengan nada ketus.
"Maaf, Pak Abian. Boleh saya masuk?" Zahira tidak mempedulikan Inge dan malah bertanya pada Abian yang saat itu sedang duduk di atas ranjang dengan kepala bersandar pada headboard.
"Silakan!" Abian mempersilakan.
"Minggir!" seru Zahira.
Inge memberengut. Dengan terpaksa ia sedikit menggeser tubuhnya dan membiarkan Zahira masuk.
"Ada apa, Hira? Apa kamu ada perlu denganku?" tanya Abian.
"Saya hanya ingin menyerahkan obat dari rumah sakit kepada Anda, Mas," jawab Zahira. Dia mengambil obat yang dimaksud dari dalam tas.
"Letakkan saja di atas nakas!" suruh Abian.
Zahira mengangguk. Dia meletakkan obat di tangannya di atas nakas yang ada di sebelah kanan tempat tidur Abian.
Zahira tidak langsung pergi, dia masih berdiri di tempatnya.
"Ada apa? Apa ada hal yang ingin kamu katakan?" tanya Abian lagi.
Zahira tampak ragu. Namun, beberapa menit kemudian dia akhirnya membuka mulut. "Maaf sebelumnya, Mas Abian, kalau saya lancang," ucapnya.
"Soal?"
"Anda dan Mbak Inge belum menikah, jadi saya rasa tidak baik kalau kalian berada di ruangan yang sama hanya berdua. Maaf, bukan saya menggurui. Akan tetapi sebagai sesama muslim, kita wajib saling mengingatkan," jawab Zahira. Dia kemudian menunduk saat Abian memberikan tatapan tajam kepadanya.
"Kenapa pembantu seperti kamu ikut campur urusan majikan? Lagian apa salahnya aku berduaan dengan calon tunangan sendiri? Toh, nggak ngerugiin kamu juga," desis Inge. Dia begitu sewot dengan tingkah istri Abian itu.
"Maaf, Mbak Inge. Kan baru calon tunangan, belum menjadi istri. Lagian kalau masih calon masih bisa bubar di tengah jalankan? Mungkin saja suatu hari nanti ada salah satu dari kalian yang merasa bosan, terus selingkuh." Zahira sengaja menyindir Inge.
Dulu wanita itulah yang mengkhianati Abian dengan berselingkuh dengan wanita lain dan sempat membuat Abian frustasi. Beruntung, Zahira bisa menghibur Abian dan membuat laki-laki itu kembali semangat menjalani hari-harinya. Hingga akhirnya melamar dan meminta Zahira untuk menjadi istri.
"Kamu bilang apa barusan?!" sentak Inge. Wanita sangat kesal karena Zahira berani terangan-terangan menyindirnya.
"Kenapa Mbak Inge? Merasa tersindir ya?" sinis Zahira.
"Mas, kamu dengarkan ucapan pembantu itu? Dia menuduhku berselingkuh, Mas. Kamu masih mau memberinya kesempatan bekerja di sini?" Inge merajuk. Dia meminta pembelaan dari Abian. Syukur-syukur bisa membuat Zahira diusir.
"Inge, sepertinya kamu salah mengartikan ucapan Zahira. Dia itu nggak menuduh kamu berselingkuh. Dia hanya mengkhawatirkan jika hal itu terjadi," Abian membela Zahira.
Diam-diam Zahira tersenyum. Dia senang karena Abian membelanya.
"Kamu benar, Hira. Seharusnya meski Inge adalah calon tunanganku tidak seharusnya kami berduaan di kamar. Terima kasih ya sudah mengingatkan aku," ucap Abian tersenyum simpul.
Inge memutar bola matanya. Lama-lama ia kesal dengan tingkah laku Zahira. Apalagi meski kehilangan sebagian ingatannya, Abian masih mendengarkan perkataan Zahira.
"Tapi, kalau memang Mbak Inge pengen disini nemenin Mas Abian, saya bersedia kok tetap ada di sini juga bersama kalian," ucap Zahira dengan menampilkan deretan gigi putihnya. Dia senang melihat Inge kesal.
"Hari ini sepertinya belum ada hal lain lagi yang ingin aku katakan sama Inge. Aku mau tidur sebentar." Abian berbaring.
Zahira melirik Inge. Dia meminta wanita itu untuk meninggalkan kamar suaminya.
"Aku pulang dulu, Mas. Besok aku kesini lagi," pamit Inge.
Dengan wajah kesal wanita berpakaian minum itu menyambar tasnya yang tadi sempat ditaruh di atas tempat tidur Abian. Inge lalu sengaja menabrak bahu Zahira sebelum melenggang meninggalkan kamar.
"Kamu kenapa nggak ikut keluar?" tanya Abian ketika Zahira masih berdiam diri di tempatnya.
"Iya, Mas. Ini mau keluar. Selamat istirahat ya, Mas Abian. Permisi." Zahira kemudian ikut keluar dari kamar suaminya itu.
Abian menatap tubuh Zahira yang menghilang di balik pintu dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia kemudian memejamkan matanya karena dokter memintanya untuk lebih banyak beristirahat untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Selain Dokter juga meminta Abian agar tidak memaksakan otaknya mengingat sesuatu dan membiarkan agar ingatan itu datang dengan sendirinya.
***
Zahira melangkah menuruni anak tangga ketika mata Devita dan Inge menyorot ke arahnya. Dia yakin dua wanita itu ingin mengatakan sesuatu kepada dirinya.
"Apa ada hal yang ingin kalian katakan kepadaku?" tanya Zahira begitu ia tiba di lantai bawah dan berdiri tepat di hadapan mertua dan calon pelakor yang disiapkan oleh Sang mertua.
"Jangan sok kamu ya, mentang-mentang Abian bersedia membawamu ke sini. Ingat! Abian hanya menganggapmu pembantu. Dia lupa kalau kamu adalah istrinya. Dan akan kupastikan selamanya Abian hanya akan menganggapmu pembantu dan melupakanmu!" ujar Devita sambil menunjuk-menunjuk Zahira.
"Apa Mama kira aku akan diam saja? Kalau itu yang ada di pikiran Mama, Mama salah. Dengan cara apa pun, akan kupastikan kalau Mas Abian akan mengingatku sebagai istri," balas Zahira.
"Kamu!" Kemarahan Devita sudah sampai di ubun-ubun. Sayangnya dia tidak bisa melampiaskan itu pada Zahira. Wanita itu terlalu tangguh untuk ia lawan secara terang-terangan.
Devita melempar koper milik Zahira ke arah wanita berhijab tersebut.
"Kamarmu ada di belakang di sebelah kamar Bik Darsih! Kamu pasti sudah tahu kan dimana tempatnya? Aku rasa kami tidak perlu mengantarmu kesana," ucap Devita dengan tatapan mengejek. "Ayo, Nge. Kita ke jalan-jalan! Pusing aku kalau harus melihat wanita miskin itu!"
"Ayo, Tante. Aku gedeg ngelihat dia," sahut Inge.
Kedua wanita berhati jahat itu pun pergi dari sana.
Zahira menarik napas lega. Setidaknya selama Inge ikut pergi bersama dengan Devita, wanita itu tidak akan ke kamar Abian untuk menggodanya.
"Alhamdulillah ya Allah. Hamba bisa sedikit tenang sekarang. Semoga saja Mama dan Inge agak lama perginya." Zahira mengucap syukur seraya berharap. "Sebaiknya aku segera membawa koperku ke belakang."
Zahira menarik gagang koper untuk membawanya ke kamar belakang. Namun, saat dia berbalik dia terkejut ketika melihat Abian sudah berdiri tepat di belakangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Yuli maelany
ku harap Abian cuma pura-pura cuma buat ngungkap sesuatu......
2023-09-26
1
Eni Istiarsi
Kira kira Abian denger nggak ya waktu Devita bilang dia hanya menganggap Zahira sebagai pembantu
2023-09-25
1
Hafifah Hafifah
si abian denger g ya obrolan mereka
2023-09-25
2