Bab 7

"Mas Abian, katanya mau istirahat kok sudah ada di sini?" tanya Zahira.

Abian masih diam.

"Apa ada hal yang Mas butuhkan?" tanya Zahira lagi.

"Kenapa mama dan Inge seperti tidak menyukaimu padahal seingatku mama dulu menyukai Bik Ranti?"

"Saya juga tidak tahu, Mas. Mungkin wajah saya terlihat menyebalkan di mata mereka," jawab Zahira sekenanya. Lagi pula Zahira tidak mungkin kan bilang ke Abian kalau alasan mereka tidak menyukainya karena dia adalah istri Abiaj.

"Ohya, apa ada yang Mas Abian butuhkan?" tanya Zahira kepada suami yang hingga saat ini belum mengingatnya.

"Aku haus, makanya aku turun," jawab Abian.

"Maaf ya, Mas. Aku lupa menyediakan air putih di dalam kamar Mas Abian. Padahal Mas Abian akan minum air putih tiap bangun," ucap Zahira. "Mas Abian tunggu saja di atas nanti saya bawakan air putih ke kamar Mas Abian!"

"Tidak usah, aku tunggu di sini saja. Bukankah kamu yang bilag kalau pria dan wanita yang bukan mahramnya tidak boleh berduaan di dalam kamar?"

"Tapi, aku istrimu, Mas." Tentu saja jawaban itu hanya tercekat di tenggorokan.

"I-iya, Mas. Sebentar ya." Buru-buru Zahira ke dapur.

Tidak lama kemudian dia datang dengan membawa segelas air putih. "Ini, Mas." Zahira menyerahkan gelas tersebut kepada Abian.

"Terima kasih," ucap Abian sambil menerima gelas berisi air putih tersebut. "Kamu belum membawa kopermu ke kamar?" tanya Abian ketika masih melihat koper teronggok disana.

"Iya, Mas. Ini baru mau saya bawa ke kamar belakang," jawab Zahira sambil meraih gagang koper miliknya.

Abian meletakkan gelas berisi air putih di tangannya ke atas meja. Dia kemudian meraih gagang koper yang dipegang oleh Zahira. "Sini biar aku bantu!" ucapnya.

"Tidak usah, Mas," tolak Zahira.

"Sudah. Tidak apa-apa." Abian melangkah mendahului Zahira menuju ke kamar belakang. Kamar itu tepat di sebelah dapur. Ada 3 kamar yang ada di sana. Dua kamar sudah diisi oleh Bik Sulis dan satu lagi oleh Bik Darsih.

Bik Sulis dan Bik Darsih langsung menghentikan pekerjaannya ketika melihat Abian di sana.

"Tuan, biar saya saja yang membantu Nyonya Hira," ucap Bik Darsih. Dia hendak mengambil koper milik Zahira dari tangan Abian.

"Nyonya?" Alis Abian saling bertaut.

Bik Darsih menatap Zahira. Dia baru menyadari kalau dia keceplosan. Padahal Nyonya Devita sudah memberitahunya tadi bahwa Zahira akan tinggal di sini lagi sebagai pembantu. Seperti status wanita itu sebelumnya.

"Mas Abian salah dengar, tadi Bik Darsih bilang dia disuruh Nyonya Devita untuk menunjukkan kamar saya. Iya kan Bik Darsih?" cepat-cepat Zahira meralat jawaban Bik Darsih. Bagaiamana pun dia tidak ingin Abian berusaha mengais ingatannya sekarang karena itu tidak baik untuk kesehatannya saat ini.

"I-iya. Itu maksud saya, Tuan," jawab Bik Darsih mengiyakan.

"Tapi, tadi.... "

"Maaf, Mas Abian saya mau beres-beres kamar sebentar mumpung belum ada pekerjaan. Permisi." Potong Zahira. Dia meraih gagang koper yang masih berada di tangan Abian.

"Kalau begitu saya juga permisi, Tuan." Bik Darsih ikut menghindar. Dia takut kalau Tuannya itu akan kembali melemparkan pertanyaan yang sama. Bik Darsih yang gampang keceplosan bisa-bisa mengatakan hal yang sebenarnya yang belum seharusnya dikatakan sekarang.

Abian masih terpaku di tempatnya. Kepalanya mendadak sakit saat ia berusaha menggali ingatannya tentang Zahira.

"Mas, kamu tidak apa-apa?" tanya Zahira dengan raut cemas.

"Kepalaku tiba-tiba sakit."

Zahira memapah Abian dan membantunya duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan.

"Mas, Dokter melarang Mas Abian untuk berpikir keras."

"Tapi, aku ingin tahu hal apa saja yang terlewatkan Hira," jawab Abian dengan nada frustasi.

"Mas Abian harus bersabar. Saya yakin kok kalau ingatan Mas Abian akan segera kembali. Percayalah. Saya akan membantu Mas Abian untuk mengembalikan ingatan yang hilang itu," jawab Zahira.

Sama halnya dengan Abian, Zahira pun menginginkan ingatan suaminya itu kembali pulih. Hanya saja dia tidak ingin melakukannya secara terburu-buru karena ini juga menyangkut kesehatan Abian sendiri.

Untuk mengembalikan ingatan Abian, dokter menyarankan agar Zahira mengenalkan aktivitas yang biasa pria itu lakukan. Agar ingatannya bekerja secara alami untuk mengingat hal tersebut.

"Mau saya ambilkan minum?" tanya Zahira lagi.

"Tidak usah, antar saja saya ke kamar," jawab Abian.

Zahira kembali memapah Abian dan mengantar suaminya tersebut ke kamar.

"Mas Abian istirahat saja. Nanti kalau Mas Abian butuh sesuatu bisa memanggil saya. Saya ambil air putih dulu ya buat Mas Abian." Zahira kemudian beranjak dari sana. Dia kembali lagi ke kamar itu untuk membawakan air putih untuk suaminya.

"Selamat istirahat ya, Mas. Aku berharap ingatanmu segera pulih dan Mas Abian akan mengingatku lagi," lirih Zahira. Dia menatap Abian yang kali ini sudah memejamkan matanya. Mungkin karena pusing tadi.

Dengan berhati-hati Zahira meninggalkan kamar Abian. Saat baru keluar dia dikejutkan dengan keberadaan Armand di luar kamar.

"Astaghgirullah halazdim, Armand. Kamu ngagetin Mbak aja," pekik Zahira sambil mengusap dada.

"Cih. Caper. Padahal meski caper pun, Mas Bian nggak ingat Mbak sebagai istrinya," desis Armand.

"Bukan nggak ingat, tapi belum ingat. Garis bawahi itu," jawab Zahira. "Dan saol caper, rasa-rasanya nggak ada undang-undang atau dalil yang melarang istri untuk caper ke suami."

"Apa sih yang Mbak suka dari Mas Bian? Perasaan dari dulu aku juga baik sama Mbak Hira. Kenapa Mbak Hira nggak bisa suka sama aku? Apa karena aku bukan pewaris utama Keluarga Reegan?" tanya Armand.

Iya, dari dulu Armand memang sudah menyukai Zahira bahkan sebelum wanita itu menikah dengan kakak tirinya.

"Ya Allah, Armand. Ingat, umur Mbak lebih tua dua tahun dari kamu. Lagian, Mbak mencintai Mas Abian bukan karena dia pewaris utama."

"Banyak kok pasangan yang usia cowoknya lebih muda dari cewek, tapi mereka happy-happy aja. Dan soal baik, aku juga selalu bersikap baik sama Mbak Hira kalau Mbak Hira lupa," jawab Armand.

"Iya, kamu memang baik. Hanya saja sikap baikmu itu karena kamu memiliki maksud, nggak tulus dari hati. Buktinya kamu selalu meminta imbalan dari kebaikanmu. Tapi, terlepas dari itu yang namanya hati mana bisa diatur, Mand," jawab Zahira. "Armand, Mbak yakin suatu hari nanti kamu bakalan nemuin gadis yang mencintai kamu dengan tulus. Percaya sama, Mbak."

Armand tidak menjawab.

"Tolong, jangan ikuti sifat jelek ibumu. Sebagai anak harusnya kamu mengingatkan dia untuk berada di jalan yang benar," tambah Zahira

Armand sebenarnya adalah orang yang baik. Tapi, karena hasutan Sang Ibu dia jadi ikut memusuhi Abian. Padahal waktu masih kecil, dia dan Abian selalu hidup rukun dan saling menyayangi. Sifat Armand berubah saat pemuda itu menginjak sekolah Menengah Atas. Entah apa yang membuatnya tiba-tiba berubah jahat terhadap Abian dan berusaha merebut harta milik kakak tirinya itu.

Terpopuler

Comments

Yuli maelany

Yuli maelany

padahal kalo mereka gak serakah dan meminta harta dengan baik tanpa ingin memiliki seutuhnya pasti Abian akan ngasih tinggal Arman juga belajar bisnis supaya kekayaan dan hartanya bisa bertambah bahkan lebih banyak Asalkan Arman pandai mengatur keuangan

2023-09-27

2

Viela

Viela

yg sabar ya zahira...kebahagiaan sedang menunggumu...untuk kk owner up ny kok lama apa kk lee sdang sbuk d realkah...

2023-09-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!