Bab 3

Zahira duduk di kursi di samping brankar. Tatapannya kosong setelah mendengar penjelasn dari dokter beberapa saat yang lalu bahwa suaminya mengalami amnesia parsial. Dia melupakan kejadian yang terjadi dalam kurun waktu dua setengah tahun dan hanya mengingat kejadian sebelum kurun waktu tersebut.

"Dari hasil pemeriksaan dan perbincangan saya dengan pasien, sepertinya pasien hanya mengingat kejadian sebelum dia bertunangan. Dia hanya ingat kalau dia dirawat disini karena kecelakaan saat ia mengendarai motor," ujar Sang Dokter menjelaskan.

Zahira memang tidak melihat langsung kejadian yang terjadi 2,5 tahun yang lalu itu. Akan tetapi menurut cerita dari ibunya pada hari itu Abian memang pernah mengalami kecelakaan ringan saat naik sepeda motor.

"Yang sabar ya Nak, ibu tahu ini berat bagimu. Tapi bagaimanapun kamu harus bisa melalui ini. Ibu yakin, Abian akan segera mengingatmu." Ranti mengusap kepala putrinya dengan sayang.

"Tapi... Bagaimana kalau Mas Abian nggak akan mengingat aku sebagai istrinya, Bu? Apa yang harus aku lakukan?"

Zahira memeluk ibunya sambil sesegukan.

"Nak, ibu yakin Abian pasti akan mengingatmu lagi. Percayalah." Ranti terus meguatkan putrinya. "Tapi, kamu juga jangan lupa terus berdoa dan meminta bantuan sama Gusti Allah karena hanya Dialah yang bisa mengabulkan semua doa-doamu."

Zahira mengangguk. Meski kelihatannya sulit, ia yakin kalau suatu hari nanti Abian pasti akan mengingatnya. Pasti.

Devita tersenyum senang setelah mendengar keadaan Abian sekarang. Itu artinya ada kesempatan untuk dirinya dan Armand menguasai harta Abian.

"Bener, Ma kalau Mas Abian amnesia?" tanya Armand untuk memastikan kabar yang baru saja ia dengar dari ibunya itu.

"Seratus persen bener. Dan itu artinya kita bisa memanfaatkan kondisi Abian ini untuk merebut semua hartanya," jawab Devita.

"Caranya?" tanya Armand ingin tahu.

"Kan Abian cuma mengingat kejadian sebelum dia bertunangan dengan Inge. Kita hadirkan lagi saja Si Inge ke dalam kehidupan Abian," jawab Devita. Ia yakin idenya kali ini akan berhasil.

"Tapi, Si Ingekan pernah menyelingkuhi Mas Abian. Memang Mas Abian mau balik lagi sama cewek tukang selingkuh?"

"Mand, mana mungkin Abian ingat itu? Dia aja lupa kalau dia sudah menikah dengan anak pembantu," jawab Devita. Dia sangat yakin kalau Abian juga pasti lupa dengan perselingkuhan yang pernah dilakukan oleh calon tunangannya itu.

"Terus bagaimana dengan Mbak Hira? Dia nggak mungkin diam saja kan kita ngedeketin suaminya sama wanita lain?" ujar Armand.

"Bener juga sih. Tapi, memangnya apa yang bisa dia lakukan wong Abian aja lupa sama dirinya," jawab Devita sambil terkekeh. "Sudah, sekarang kamu telepon Inge. Suruh dia datang ke rumah sakit. Kamu jelaskan juga sama dia tentang rencana kita!" Devita menyuruh Armand untuk segera menghubungi Inge.

"Armand cari tempat yang aman buat nelpon Mbak Inge ya, Ma. Takutnya kalau disini ada yang denger tentang rencana kita."

"Iya. Mama tunggu di ruangan Abian ya."

Armand menjawab dengan mengacungkan ibu jari.

Devita masuk ke ruang rawat Abian. Disana masih ada Zahira dan ibunya yang duduk di samping brankar.

"Dokter bilang apa tentang Abian?" tanya Devita dengan nada ketus. Meski tadi dia sudah mendengarkan secara diam-diam penjelasan dari Dokter tentang kondisi anak tirinya. Tapi, Devita ingin memastikannya sekali lagi.

"Dokter bilang Mas Abian amnesia, Ma. Dia melupakan semua kejadian yang terjadi selama 2,5 tahun ini," jelas Zahira dengan tatapan sendu.

"Berarti Abian lupa dong kalau dia sudah nikah dengan wanita rendahan seperti kamu?" tanya Devita dengan tatapan mengejek.

"Maaf, Bu Devi. Saat ini putri saya sedang bersedih karena suaminya lupa akan dirinya. Jadi, tidak seharusnya Anda mengatai putri saya wanita rendahan." Ranti tentu tidak terima putrinya dianggap wanita rendahan.

"Lho kan memang kenyataannya putrimu itu cuma anak pembantu dan pembantu itu status sosialnya rendah. Jadi, wajar dong kalau anakmu ini saya sebut sebagai wanita rendahan?" ujar Devita.

Ranti hendak menyahut lagi, namun dia urungkan saat Zahira menggenggam pergelangan tangan ibunya sambil menggeleng.

"Bu, aku tidak ingin ada kegaduhan di ruang rawat Mas Abian. Dia butuh istirahat yang cukup untuk memulihkan kondisi kesehatannya. Jadi, please ya, Bu. Apapun yang dikatakan oleh Mama Devi, Ibu tidak usah menggubrisnya!" pinta Zahira.

Ranti mengangguk. Bagaimanapun saat ini yang paling penting adalah kondisi kesehatan menantunya. Ranti hanya berharap semoga Abian bisa segera mengingat istrinya.

"Iya, Ibu akan pura-pura tuli. Apalagi berhadapan dengan wanita sok kaya seperti mertuamu ini. Dia pikir ibu nggak tahu apa kalau dulu dia cuma seorang LC. Dia berhasil menjadi istri Tuan Reegan karena berhasil menjebaknya," sinis Ranti.

Ranti sudah lama bekerja dengan keluarga Reegan bahkan sejak ibu kandung dari Abian itu masih hidup. Dia juga tahu bagaimana akhirnya Devita bisa menikah dengan duda kaya raya tersebut.

"Kamu!"

"Apa?!" Ranti sama sekali tak gentar. Demi membela putri semata wayangnya, dia tidak akan takut pada apa pun.

"Kalian sedang apa?" Abian yang baru saja siuman langsung bertanya.

"Ma, kenapa Mama marah-marah sama Bik Ranti? Apa Bik Ranti melakukan kesalahan?" tanya Abian saat melihat pertengkaran antara Devita dan Ranti.

"Nak Abian, kamu tidak ingat siapa Ibu?" tanya Ranti dia berharap Abian akan mengenalinya sebagai mertua.

"Tentu saja aku ingat, Bik. Bibik adalah Bik Ranti. Bibik adalah pembantu yang paling lama bekerja dengan keluarga kami," jawab Abian. Dia hanya mengingat Ranti sebagai pembantu yang bekerja di rumahnya.

"Nak.... " Ranti ingin mengatakan sesuatu, namun dicegah oleh Zahira. Wanita berhijab itu menggeleng sambil menatap ibunya.

"Bu, Ibu ingatkan kata Dokter? Jika kita memaksa Mas Abian untuk mengingat sesuatu yang sudah dia lupakan, itu malah bisa membuat ingatannya hilang secara permanen. Ibu sendiri kan yang menyuruh Zahira untuk sabar dan percaya bahwa suatu hari nanti Mas Abian bakal kembali mengingat Zahira," ucap Zahira dengan suara sangat pelan dan hanya bisa didengar oleh Ranti.

Ranti hanya bisa menghembuskan napas berat. Dia memang menasehati putrinya untuk sabar, tapi ternyata dia sendiri justru yang tidak sabaran.

"Bik Ranti, Bik Ranti barusan ingin bilang apa?" tanya Abian.

"Tidak, Nak Abian. Bibik cuma ingin bilang semoga Nak Abian bisa cepat pulih seperti sedia kala karena ada wanita yang menunggu Nak Abian dengan cinta," jawab Ranti.

"Pasti maksud Bibik Inge kan? Aku pasti akan beraha cepat pulih demi Inge. Apalagi sebentar lagi kita akan bertunangan," jawab Abian dengan wajah bahagia.

Ranti tak lagi membuka mulut. Rasanya dia ikut sakit hati karena menantunya justru mengingat wanita lain.

Zahira meraih tangan ibunya. "Tidak apa-apa, Bu," ucapnya tanpa bersuara.

"Ma, kok Inge belum datang? Mama sudah ngasih tahu Inge kan kalau aku sedang dirawat di rumah sakit?" tanya Abian saat tidak melihat keberadaan Inge.

"Sebentar lagi, Nak. Yang sabar ya," jawab Devita. Dia menatap Ranti dan Zahira dengan tatapan mengejek.

"Ma, aku haus."

Buru-buru Devita memberikan gelas berisi air putih yang terletak di atas nakas. "Ini, Nak!"

Devita berlagak menjadi ibu tiri yang sangat baik.

Abian langsung menempelkan bibir gelas itu ke mulut. Namun, saat dia akan menenggak minuman tersebut matanya beralih menatap jari manisnya yang ternyata sudah memakai cincin berwarna perak keputih-putihan.

"Ma, ini cincin apa?" tanya Abian.

Terpopuler

Comments

Yuli maelany

Yuli maelany

ku harap Abian gak terlalu lama hilang ingatan 😔😔😔😔😔

2023-09-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!