Bab 16

"Ada apa? Kenapa kamu kelihatan panik sekali?" tanya Ernando kepada karyawan yang baru datang tersebut.

"Begini Pak Nando, barusan Pak Yohan menelepon katanya gudang kita yang ada di Surabaya terbakar," jawab karyawan tersebut.

"Apa?!" pekik Ernando, pria itu bahkan sampai bangun dari tempatnya duduk.

"Er, memang gudang apa yang terbakar? Apa gudang yang terbakar itu bagian dari perusahaan kita?" tanya Abian dengan wajah bingung.

"Kamu bisa pergi dari sini, nanti biar aku yang sendiri yang akan bertanya langsung kepada Pak Yohan!" seru Ernando kepada karyawan tersebut.

"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi." Karyawan tersebut langsung meninggalkan ruang kerja Abian sesuai perintah Ernando.

Ernando menghembuskan napasnya. Sangat wajar kalau Abian juga melupakan perusahaan yang gudangnya terbakar itu karena memang perusahaan ini baru bekerjasama setahun yang lalu. Dan Abian melupakan hal-hal yang terjadi selama rentang waktu 2,5 tahun ini. Jadi, Abian juga pasti tidak ingat menjalin kerjasama dengan perusahaan di Surabaya tersebut.

"Kita baru bekerjasama dengan perusahaan itu setahun yang lalu," jawab Ernandom

"Maaf ya, Er, aku sama sekali nggak ingat," ucap Abian.

"Tidak masalah. Kan bukan keinginan kamu juga buat lupa dengan semuanya," jawab Ernando. "Aku akan menghubungi Pak Yohan dulu untuk menanyakan seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut."

Abian mengangguk. Ernando keluar dari ruang kerja Abian untuk berbincang serius dengan Pak Yohan. Bagaimana pun selama ingatan Abian belum kembali, dia harus bertanggung jawab dengan beberapa kerjasama yang sudah ditandatangani oleh Abian karena dia tidak bisa mengandalkan Armand.

Tidak lama, Ernando kembali lagi ke ruang kerja Abian.

"Sepertinya aku harus ke Surabaya untuk mengecek langsung. Kamu bisa menangani pekerjaanmu disini sendiri kan?" Ernando bukan tidak percaya dengan Abian. Tapi, ingatan Abian yang belum pulih membuatnya takut ada orang-orang yang akan memanfaatkan kondisinya tersebut. Terutama ibu tiri dan adik tiri dari Abian.

"Aku pasti bisa menghandle pekerjaanku disini. Jangan khawatir!" jawab Abian. Dia tahu kalau Ernando mengkhawatirkan keadaannya. "Lagian aku kan cuma kehilangan sebagian ingatanku, bukan kemampuanku."

"Baiklah. Aku percaya. Tapi, aku minta tempatkan Zahira sebagai sekretaris untuk membantumu."

Abian mengernyit.

"Aku lebih mempercayai dia untuk mendampingimu bekerja daripada harus mempercayakan Inge atau Armand untuk mendampingimu. Kali ini, aku minta padamu percayalah padaku. Nanti setelah keadaan di Surabaya bisa aku handle aku akan menjelaskan semua hal yang terjadi antara kamu dan Zahira. Kamu percaya padaku kan, Bian?"

Abian bingung. Selama ini dia tahu, sahabat sekaligus asistennya itu tidak pernah berbohong apalagi mengkhianati dirinya. Tapi, menjadikan Zahira sebagai sekretaris? Masih belum terpikirkan oleh Abian. Apalagi Abian tahu kalau Inge dan ibu tirinya tidak menyukai Zahira.

"Bian," panggil Ernando. Dia belum merasa tenang meninggalkan Abian kalau sahabatnya belum setuju, Zahira menjadi sekretaris.

"Iya-iya. Nanti aku pindahkan Zahira di posisi itu," jawab Abian mengiyakan. Setidaknya dia tidak ingin membuat Ernando mengkhawatirkan keadaannya di sini.

"Kalau gitu, aku berangkat ke Surabaya sekarang." Setelah mengatakan hal tersebut Ernando benar-benar pergi meninggalkan Abian.

Abian masih memikirkan perkataan Ernando untuk menjadikan Zahira sekretaris. Melongok ke luar untuk melihat wanita itu, sesaat kemudian kembali duduk. Abian masih ragu untuk menjalankan saran dari Ernando tersebut. Terlebih ketika ia tahu bahwa dirinya dan Zahira sudah menikah di belakang Inge. Setidaknya itulay yang ada di pikiran Abian. Dia takut Inge makin terluka, jika menempatkan Zahira sebagai sekretarisnya.

"Apa Inge tahu tentang pernikahanku dengan Hira?" gumam Abian. Dia merasa menjadi laki-laki yang tidak baik karena sudah mengkhianati Inge. Padahal hubungannya dengan Inge sudah terjalin sangat lama.

Tok tok tok

Pintu ruang kerja Abian diketuk, tidak lama Zahira muncul dari balik pintu.

"Maaf, Pak. Ini adalah berkas yang harus Anda tandatangani," ucap Zahira. "Apa saya boleh masuk?" tanyanya meminta izin.

"Hm. Masuk saja." Abian mempersilakan.

Zahira meletakkan berkas di tangannya ke atas meja Abian. "Silakan ditanda tangani, Pak!" ucap Zahira.

Tanpa banyak bicara Abian menandatangani berkas yang dibawa oleh Zahira tersebut.

"Saya permisi, Pak," pamit Zahira. Meski sebenarnya ada hal yang ingin dia tanyakan soal perubahan sikap Abian kepadanya.

"Hm," jawab Abiyan tanpa menatap Zahira.

Namun, saat Zahira sudah memegang handle pintu dan hendak membukanya, Abian memanggil.

"Hira."

Zahira menoleh. "Iya, Pak. Apa Anda butuh sesuatu?" tanyanya.

"Zahira ada yang ingin aku tanyakan kepadamu."

"Soal?"

"Apa benar kalau kita sudah meni.... "

"Surprise!" ucap seseorang dari arah pintu. Tentu saja hal tersebut membuat Abian urung untuk menanyakan sesuatu kepada Zahira.

"Mama, Inge, ada apa kalian datang ke kantor?" tanya Abian kepada dua orang yang baru datang tersebut yang tak lain adalah Inge dan Devita.

"Nggak ada apa-apa, cuma mau ngasih kejutan aja," jawab Inge dengan nada manja. Dia langsung menghampiri Abian dan memeluk lengan pria itu.

"Bian, kamu pasti belum makan kan? Sudah sana ajak Inge makan siang bareng gih! Kasihan dia dari pagi tadi bantuin mama mengerjakan pekerjaan rumah yang harusnya menjadi tanggung jawab Zahira," jawab Devita sambil menatap Zahira sinis.

"Maaf, Buk, tapi sebelum berangkat ke kantor untuk magang saya sudah.... "

"Apa? Kamu mau berbohong sama Abian kalau kamu sudah menyelesaikan pekerjaan rumah sebelum berangkat, begitu?" sela Devita.

"Tapi, Buk, kenyataannyakan memang saya sudah mengerjakan itu semua," kekeh Zahira karena memang dia sudah menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Memasak sarapan, mencuci baju, dan ngepel. Dia bahkan sudah menyiram tanaman bunga di kebun belakang. Dan sesuai kesepakatan, makan siang akan dimasak oleh Bik Darsih.

"Ohya? Tapi, nyatanya sejak pagi Ingelah yang memasak, nyuci piring, baju, dan juga ngepel!" sanggah Devita.

Abian menatap Zahira dan mamanya bergantian. Dia bingung harus mempercayai siapa diantara keduanya.

"Kalau kamu nggak percaya dengan perkataan mama, kamu bisa tanya sama Si Armand, Bian. Atau kamu bisa tanya sama Bik Darsih," ucap Devita yang bisa membaca keraguan anak tirinya tersebut.

"Makanya, Mas. Mendingan kamu suruh Zahira milih saja, mau tetep magang atau mau jadi pembantu di rumah? Jangan biarkan dia berbuat semaunya." Inge ikut mengompori.

Abian menatap Zahira.

"Iya, Bian. Kalau dia masih mau magang, mamakan akan mencari pembantu lain. Biar kerjaan di rumah nggak terbengkalai," Devita ikut menambahkan.

"Hira... kamu sudah dengar sendiri kan? Silakan kamu pilih mau tetap magang disini atau bekerja di rumah mama?" tanya Abian yang akhirnya termakan omongan Devita dan Inge.

Zahira dilanda dilema. Dia bingung antara harus bekerja di perusahaan milik Abian itu atau tetap menjadi pembantu di rumah Devita. Keduanya memiliki plus-minus sendiri-sendiri, itulah sebabnya Zahira berusaha untuk bisa berada di dua tempat tersebut. Dia tidak mau membiarkan Inge dan Devita memanfaatkan kondisi Abian. Tapi, sekarang dia dipaksa harus memilih. Dan tentu hal tersebut membuatnya bingung.

"Hei, buruan pilih! Jangan kemaruk!" sentak Devita.

"Saya....

Terpopuler

Comments

Yuli maelany

Yuli maelany

lanjut......

2023-10-11

0

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

lebih baik mundur aja deh hira toh lakimu udah g inget dari pada makan ati lebih baik ngademin ati biar g kena kanker hati

2023-10-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!