Zahira mengemasi barang-barang dari mejanya. Akhirnya setelah mempertimbangkan banyak hal, dia memilih untuk fokus menjadi pembantu saja karena di rumah Devita tidak ada yang bisa diandalkan untuk menjaga Abian. Berbeda dengan di kantor. Dia bisa menyerahkan keselamatan Abian kepada Ernando. Meski saat ini asisten pribadi dari Abian itu masih berada di Surabaya untuk urusan bisnis. Dia sudah berjanji kepada Zahira akan menempatkan orang kepercayaannya untuk menjaga Abian.
Entah apa yang akan dikatakan Ernando waktu Zahira meneleponnya tadi, dia bilang ada sesuatu yang harus Zahira ketahui tentang Abian. Sayangnya ponsel milik Zahira itu ternyata kehabisan daya dan dia lupa membawa carger ponselnya tersebut. Zahira memutuskan untuk menghubungi Ernando lagi nanti.
Zahira sedang menunggu taksi saat Abian dan Inge baru saja keluar dari kantor.
"Belum dapat kendaraan buat pulang?" Abian menyapa Zahira. Jujur saja ada perasaan sedih saat melihat Zahira harus menunggu seperti itu.
Zahira yang saat itu sedang fokus menunggu kendaraan untuk pulang pun menoleh. "Iya, Mas. Mau pesan taksi online, hp batreku abis. Terpaksa nunggu di sini, siapa tahu ada yang lewat," jawab Zahira.
"Aku boleh pesankan taksi untuk Hira, nggak?" Abian meminta pendapat Inge untuk memberikan bantuan kepada Zahira.
Zahira yang melihat itu hatinya meringis. Bisa-bisanya suaminya sendiri harus meminta izin pada orang lain hanya untuk memesankan taksi. Namun, Zahira berusaha mengabaikan itu karena bagaimanapun, Abian melakukan hal tersebut karena mengira Inge adalah calon istrinya.
"Udahlah, Mas. Biarin aja dia nunggu disini sampai taksi dateng. Atau kalau dia memang pingin cepetan pulang, biarkan saja dia naik angkot. Ngapain Mas bantu dia, ntar dia ngelunjak," jawab Inge.
"Tapi, Nge. Bentar lagi maghrib. Biasanya akan makin sulit untuk mendapatkan taksi konvensional," sahut Abiyan.
"Atau kita biarkan Hira ikut mobil kita? Lagian kita searah kan?" Abian memberikan solusi.
"Mas, kamu lupa? Kita kan mau makan malam di luar dulu?"
"Kalau begitu biarkan aku pesankan taksi online untuknya." Tanpa menunggu jawaban dari Inge, Abian sudah memesankan taksi untuk Zahira. Dia juga sudah langsung membayar taksi tersebut melalui aplikasi.
"Lima menit lagi taksinya datang. Kamu tunggu di sini saja ya," ucap Abiyan. "Aku dan Inge duluan," pamitnya.
Inge menatap Zahira dengan senyum mengejek. Dia sengaja semakin mengeratkan pelukannya pada lengan Abian.
"Iya, Mas. Sebelumnya terima kasih karena sudah memesankan taksi buat saya," ucap Zahira.
Abian mengangguk. Dia dan Inge segera ke tempat parkir untuk mengambil mobilnya. Kemudian mobil itu pun meluncur meninggalkan area parkir.
Zahira menghembuskan napasnya. Sebagai seorang istri, hatinya tentu terasa sesak melihat Sang Suami justru memperlakukan wanita lain dengan begitu istimewa. Tapi, dia tidak bisa protes ataupun marah. Mengingat ingatan Abian yang memang belum sepenuhnya pulih. Dia harus bisa untuk berbesar hati dan berharap ingatan Abian cepat kembali.
"Jalan, Pak!" seru Zahira pada Sang Pengemudi taksi online tersebut.
"Saya belum terlalu tua untuk dipanggil Pak, Mbak," protes Si Driver.
Zahira menatap sebentar wajah dari pengemudi taksi online tersebut. Dari wajahnya dia terlihat masih cukup muda. Umurnya mungkin kurang dari 30 tahun.
"Memangnya mau dipanggil apa?" tanya Zahira sedikil kesal. Di tengah hatinya yang tengah galau Si Driver ini malah menambah kekesalannya.
"Mas boleh, Abang juga boleh. Yang penting jangan Pak atau pun Om," jawab Si Driver dengan memasang wajah tanpa dosa.
Tak mau membuat drama yang berkepanjangan, Zahira memilih untuk menurut.b"Ya udah, Mas. Jalan!" serunya memberi instruksi.
"Sesuai aplikasi kan, Mbak?" tanya Si Driver memastikan.
"Hm," jawab Zahira malas.
Supir itupun mulai menyalakan mesin mobilnya dan bergerak meninggalkan lokasi.
Selama perjalanan Zahira lebih banyak diam. Dia lebih sering melamun, bahkan berkali-kali ia menghembuskan napas berat seolah sedang mengeluarkan segala sesak yang sedang melanda.
"Tadi itu suaminya ya, Mbak?" Sang Driver mencoba membuka keheningan.
Zahira menatap Si Driver melalui kaca spion yang menggantung di atas dashboard.
"Laki-laki memang kadang begitu, Mbak. Sudah punya istri cantik. Tapi, masih merasa kurang. Dia juga merasa kalau wanita yang selalu berada di sampingnya, mendampinginya setiap saat membosankan dan menganggap wanita diluaran sana terlihat lebih menggoda," ujar Si Driver sok tahu.
"Memang Masnya bukan laki-laki? Kok enteng bener ngatain kaumnya sendiri?" jawab Zahira kembali melempar pandangannya kepada Si Driver.
"Ya... Laki-laki dong, Mbak. Masa punya jambang kayak gini nggak kelihatan lakinya," jawab Si Driver sambil menoleh ke belakang guna menunjukkan jambangnya.
Zahira terkekeh sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah absurd Si Driver.
"Nah, gitu dong, Mbak. Mbaknya cantik kalau lagi tertawa begitu," puji Si Driver.
Pujian Si Driver justru membuat Zahira langsung menghentikan tawanya dan keheningan pun kembali tercipta.
"Saya salah ngomong ya, Mbak?" tanya Sang Driver yang menyadari perubahan sikap Zahira.
Zahira kembali menggeleng. "Tidak. Aku hanya ingat dengan kebiasaan suamiku. Dia juga sering memuji seperti itu," jawab Zahira jujur. Karena memang saat ini dia merindukan sosok suaminya sebelum hilang ingatan.
Zahira mengingat momen-momen saat Abiyan memujinya. Dia berharap momen itu akan kembali terulang. "Suamiku bukan orang yang seperti Anda sebutkan tadi. Dia baik bahkan sangat baik, makanya dia sering dimanfaatkan." Zahira mengoreksi perkataan Si Driver tentang laki-laki yang tidak pernah puas dengan satu wanita saja karena memang Abiyan bukan orang seperti itu.
"Maaf, Mbak. Saya tidak bermaksud menghina suami Anda. Sekali lagi saya minta maaf," ucap Si Driver.
"Sudah lupakan saja! Lagian Anda kan memang tidak tahu kondisi suami saya. Saya saja yang yang baperan," tukas Zahira.
Di sisi lain. Abian yang sedang bersama dengan Inge di dalam mobil, terus berdiam diri. Meski sudah memesankan taksi online untuk Zahira, tetap saja hatinya tidak tenang.
"Mas, kamu kenapa? Kok dari tadi kayak gelisah begitu?" tanya Inge.
"Tidak ada apa-apa kok," bohong Abian. Dia tidak mungkin menjawab jujur.
"Nggak usah boong deh, Mas. Kamu sedang mikirin istri kamu itu kan?" tanya Inge kesal.
Ciiiiittttt.
Abian menghentikan mobilnya tiba-tiba. Dia menatap Inge menuntut penjelasan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Yuli maelany
bagus Inge makin d bikin kesel makin sering keceplosan...
2023-10-18
0
Hafifah Hafifah
trus aja nge keceplosan biar semua kebohonganmu terbongkar
2023-10-14
1
Eni Istiarsi
makanya,Nge..kalo mau cosplay protagonis,itu mulut dikondisikan.jangan sampai ntar jadi blunder buat kamu sendiri
2023-10-14
0