Bab 15

Hari berikutnya....

Abian berangkat ke perusahaannya lebih pagi dari hari sebelumnya. Dia tidak mau berpapasan dengan Zahira. Dia sudah bertekad untuk menjauhi Zahira untuk menjaga perasaan Inge, calon tunangan yang sudah ia khianati. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Abian.

Abian berpikir kalau dia menduakan Inge dengan Zahira. Pasti selama ini tunangannya sangat menderita karena ulahnya itu.

Abian tersentak dari lamunannya kala-Ernando masuk ke runag kerjanya.

"Kenapa masuk ke ruang kerjaku tanpa ketuk pintu dulu sih?" protes Ernando.

"Maaf, Pak. Saya sudah ketuk pintu beberapa kali. Tapi, karena Pak Abian nggak denger saya putuskan langsung masuk. Maaf ya, Pak," jawab Ernando sambil menunjukan deretan gigi putihnya.

"Ya sudahlah, tapi lain kali jangan masuk sebelum aku mempersilakannya!" tegas Abian.

"Sip. Tapi, sekarang saya boleh duduk kan, Pak?"

"Duduk saja." Abian mempersilakan.

Asisten pribadi Abian itu kemudian duduk di kursi yang ada di depan meja Abian.

"Ini laporan keuangan bulan ini." Ernando menyerahkan berkas berisi laporan keuangan perusahaan kepada Abian.

Abian menerima berkas tersebut dan membuka berkas laporan itu satu per satu.

"Sepertinya pengeluaran perusahaan bulan ini lebih besar dari bulan kemarin," ucap Abian setelah selesai membaca laporan dari Ernando tersebut.

"Tapi, pendapatan kita juga lebih meningkat 3 kali lipat dari bulan sebelumnya," sahut Ernando.

"Ohya, ini pengeluaran untuk apa?" tanya Abian saat melihat ada pengualaran diluar biaya operasional perusahaan. Dan jumlahnya lumayan besar juga.

"Itu Pak Armand yang mengambil. Dia bilang itu bagian dia bulan lalu," jawab Ernando.

Perusahaan yang dijalankan oleh Abian, memang tidak sepenuhnya milik Abian karena ada sekitar 30% masih ada saham milik Armand. Sayangnya, adik tirinya tersebut hanya bisa mengambil keuntungan tanpa mau berkontribusi di perusahaan tersebut. Dia masih suka berfoya-foya.

Abian hanya menghembuskan napas berat. Sampai kapan Armand akan bersikap seperti itu? Seharusnya sebagai kakak-adik keduanya saling bahu membahu membangun perusahaan peninggalan ayah mereka agar lebih berkembang lagi.

"Apa saya perlu membatasi uang yang akan diambil oleh Pak Armand?" tanya Ernando.

"Tidak usah. Biarkan saja dia berbuat semaunya. Lagian kalau dibatasi, dia akan menganggap aku tidak adil," jawab Abian.

"Tapi kan kamu yang bekerja keras menjalankan perusahaan ini. Jadi, wajar dong kalau kamu membatasi keuangan adikmu itu." Ernando berpendapat.

"Tidak apa-apa. Lagian aku bekerja keras juga untuk membahagiakan keluargaku. Aku cuma punya Armand dan Mama Devita. Jadi, biarkan saja."

"Istrimu?" celetuk Ernando.

Abian menautkan alis menatap Ernando. "Istriku? Inge maksudnya?" tanyanya.

"Ah... iya, Inge," jawab Ernando salah tingkah.

"Kan masih calon, jadi belum ada kewajibanku untuk memberikan uang lebih buat Inge. Iya kan?" sahut Abian.

"Iya, sih. Kamu nggak ada kewajiban untuk menafkahi Inge," ucap Ernando lagi. Dia lupa kalau Abian masih lupa kalau istri yang dimaksud olehnya adalah Zahira.

"Ohya, kenapa Zahira kamu tempatkan di devisi pemasaran? Kan kuliahnya jurusan management perkantoran? Kenapa nggak kamu tempatkan sebagai sekretarismu saja?" tanya Ernando.

Entah kenapa dia merasa kalau sepertinya Abian sedang menghindari Zahira dan ntah apa alasannya. Padahal sebagai asisten pribadi sekaligus sahabat dari Abian, dia ingin agar Abian dan Zahira bisa selalu berdekatan. Siapa tahu dengan begitu ingatan Abian akan segera kembali.

"Tidak apa-apa. Aku rasa dia cocok disana," jawab Abian.

"Padahal menurut saya, dia lebih cocok jadi sekretarismu. Apalagi saat ini kamu kan nggak punya sekretaris," sahut Ernando.

Abian menatap Ernando. "Kok aku ngerasa kalau kamu ingin agar aku dekat dengan Zahira, kenapa?" Abian menatap Ernando curiga.

"Ya, wajar dong sebagai asisten pribadi saya memberi saran. Memang saya salah?"

"Nggak sih," jawab Abian. Abian kembali terdiam. Dia kembali memikirkan sesuatu. "Ndo," panggilnya.

"Iya? Ada apa?"

Abian menatap Ernando dengan tatapan aneh.

"Kamu kenapa?" tanya Ernando.

"Berapa lama kita sudah sahabatan?" Bukannya menjawab, Abian malah balik melemparkan pertanyaan.

Ernando melebarkan jari-jarinya dan mulai menghitung. "Kayaknya lebih dari 10 tahun sih," jawab Ernando.

"Berarti kita nggak pernah saling merahasiakan sesuatu dong?" tanya Abian lagi.

"Sepertinya iya sih. Nggak ada," jawab Ernando. "Bentar, saya ambil minum dulu. Haus."

"Minum ini saja." Abian mendorong teh hangat manis dalam cangkir miliknya ke hadapan Ernando.

"Thanks," ucap Ernando. Asisten pribadi Abian itu mengangkat cangkir berisi teh hangat manis dari tatakan, lalu menempelkannya di di bibir untuk diminum.

"Berarti kamu tahu dong, kalau aku dan Zahira sudah menikah?"

Uhuk... Uhuk... Uhuk!

Perkataan Abian membuat Ernando tersedak. Dia kemudian menatap lekat Abian.

"Kamu sudah ingat semuanya?"

Abian menggeleng.

"Terus?"

Abian menarik napas kemudian menghembuskannya. "Kemarin sebelum aku pingsan, aku mendengar suara Zahira," jawab Abian.

"Maksud kamu?" Ernando menatap Abian dengan serius.

Abian mulai menceritakan kejadian sesaat dirinya sebelum pingsan kemarin. Bagaimana dia melihat bayangan dirinya yang sedang menyetir sambil bertelepon. Dia tidak begitu ingat apa yang ia bicarakan saat itu. Namun, satu hal yang ia ingat. Sebelum mengakhiri obrolan, dia mendengar bagaimana Zahira mengatakan kata 'love you'.

"Er, katakan dengan jujur! Apa sebenarnya aku dan Zahira ada hubungan?" tanya Abian.

Ernando diam untuk beberapa saat. Dia dila antara harus mengatakan yang sebenarnya atau berpura-pura tidak tahu seperti instruksi Zahira sebelumnya. Tapi, bukankah situasinya ini berbeda? Dia tidak memaksa Abian untuk mengingat Zahira, tapi ingatan itu yang tiba-tiba muncul. "Mungkin ini saatnya aku bilang ke Abian bahwa dia dan Zahira memang sudah menikah," batin Abian.

"Er," panggil Abian.

"Bian, sebenarnya kamu dan Zahira memang sudah menikah."

Mata Abian melotot mendengar jawaban dari Ernando tersebut.

"Jadi, benar kalau aku dan Zahira sudah menikah?" tanya Abian memastikan.

Ernando mengangguk.

"Astaghfirullah, berarti selama ini aku menduakan Inge?" ucap Abian frustasi. Dia merasa menjadi laki-laki bejat yang diam-diam menikah dengan wanita lain. Padahal dia sudah memiliki Inge sebagai calon tunangan.

Ernando terlonjak mendengar omongan terakhir Abian. "Eh?"

"Bian, bukan itu maksudnya. Kamu dan Zahira itu.... "

Belum sempat Ernando mengatakan sesuatu, ada salah satu staf Abian datang dengan wajah cemas.

Terpopuler

Comments

Yuli maelany

Yuli maelany

lanjut....

2023-10-11

0

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

yg diduain itu kamu sama inge.karna siinge ketahuan selingkuh jadi pertunangan kalian batal

2023-10-09

1

Eni Istiarsi

Eni Istiarsi

yaah salah paham dech

2023-10-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!