Bab 14

Abian dilarikan ke rumah sakit oleh supir pribadinya itu. Dia langsung mendapatkan perawatan di IGD sebelum akhirnya dipindahkan ke ruang perawatan.

Devita, Inge, dan juga Armand tiba setengah jam setelah Si Supir menelepon mereka. Zahira menyusul paling belakang karena ia tidak diberitahu. Ia tahu kabar tentang suaminya yang dirawat lagi di rumah sakit justru dari Bik Darsih.

"Mas, kamu tidak apa-apa?" tanya Zahira dengan raut wajah cemas saat Abian mulai membuka matanya.

"Kenapa kamu yang duduk di sini bukan Inge?" tanya Abian dengan tatapan menelisik.

"E... anu Mas, tadi Mbak Inge dan Nyonya Devi sedang berbicara dengan dokter. Makanya saya kesini buat nememenin Mas Abian. Siapa tahu Mas Abian membutuhkan sesuatu," jawab Zahira beralasan.

Tatapan Abian beralih ke arah tangan yang digenggam oleh Zahira.

"Ma-maaf, Mas. Saya refleks menggenggam tangan Mas Abian," ucap Zahira seraya melepaskan genggaman tangannya.

Abian tidak mengatakan apapun, dia hanya merasa kalau genggaman tangan itu begitu nyaman.

Zahira bangkit dari tempat duduknya saat Inge dan Devita datang.

"Mas, kamu nggak apa-apakan? Apanya yang sakit? Aku khawatir tahu saat mendengar kamu tiba-tiba pingsan," cerocos Inge. Dia harus berakting seolah-olah sangat mengkhawatirkan keadaan Abian.

"Iya, Nak. Inge bahkan daritadi menangis terus," tambah Devita.

Zahira yang berdiri di belakang mereka memutar kedua bola matanya.

"Ohya, kamu belum menjawab pertanyaan Inge tadi. Kamu kenapa tiba-tiba pingsan?" tanya Devita.

Abian diam untuk beberapa saat. Setelah itu ia mulai membuka mulutnya. "Tadi... tiba-tiba sebuah bayangan muncul di kepalaku. Aku melihat diriku yang sedang menelepon sambil menyetir. Dan sepertinya itu di jalan tol. Tidak lama setelah aku selesai menelepon, tiba-tiba ada mobil yang berhenti mendadak di depanku dan membuatku banting stir ke kanan."

Zahira menyimak cerita Abian itu. Dan cerita itu sama persis dengan kejadian yang polisi ceritakan kepadanya.

"Terus, Mas?" Zahira ingin tahu kelanjutannya.

Inge dan Devita menatapnya tidak suka. Sementara Abian menatap Zahira dengan tatapan penuh tanya.

"Maaf, saya cuma penasaran kelanjutannya," ucap Zahira.

"Setelah itu apa yang kamu lihat, Bian?" tanya Devita.

Abian menggeleng. "Hanya bayangan itu yang terlintas di kepalaku," jawab Abian. Sebenarnya tidak hanya itu.

Abian ingat dengan suara wanita yang menelponnya.

"Mas, hati-hati ya saat menyetir. Gak usah terburu-buru. Aku tunggu di rumah ya, Mas. Love you."

Suara itu bukan suara Inge, tapi suara.... Abian menatap Zahira.

"Ada apa, Bian?" tanya Devita lagi.

"Ti-tidak, Ma," jawab Abian gugup. "Kalian semua boleh keluar, aku ingin istirahat." Abian mengusir semua orang dari ruang perawatannya.

Inge dan Devita saling tatap, keduanya bingung dengan sikap Abian itu.

"Baiklah, kami keluar." Inge dan Devita keluar dari ruangan itu.

"Mas, saya juga keluar ya. Kalau Mas Abian butuh sesuatu, panggil saja saya. Saya stanby di luar." Zahira ikut berpamitan.

Abian bergeming. Zahira tidak mengatakan apa pun lagi dan memilih ikut keluar bersama Inge dan Devita.

Abian bangun dari posisinya dan duduk. Dia kembali mengingat suara yang ia dengar di kepalanya tadi. Abian yakin itu adalah suara Zahira. Tapi, yang menjadi tanda tanya besar di kepalanya adalah kenapa Zahira mengucapkan kata 'love you' kata yang sering diucapkan oleh pasangan. Padahal dia sudah memiliki Inge sebagai calon tunangan. Mungkinkah....

Abian menggeleng cepat. Tidak mungkin dia menjadi lelaki bejat dan menduakan Inge. Tapi, ketika mengingat semua sikap Zahira kepadanya beberapa hari ini membuatnya tidak bisa mengelak dari prakiraannya itu.

Abian kembali mengingat hari dimana ia sadar pasca kecelakaan. Zahira bilang kalau dia istrinya. Mungkinkah di belakang Inge dia menikah dengan Zahira?

"Aaargghh!" Kepala Abian kembali berdenyut ketika memaksa untuk mengingat sesuatu. Diapun kembali berbaring, mencoba mengesampingkan semua kemungkinan yang terjadi sebelum ingatannya hilang. Apalagi dokter melarangnya untuk berpikir keras.

***

Abian hanya sehari berada di rumah sakit dan selama itu, dia seperti menghindari Zahira. Entah apa yang dipikirkannya. Dia bahkan bersikap dingin terhadap wanita berhijab itu.

Meski tidak tahu apa yang terjadi, tapi Inge dan Devita merasa senang dengan perubahan sikap Abian kepada Zahira.

"Ma, tolong ambilkan aku air putih untuk minum obat!" Abian meminta tolong kepada ibunya.

"Ini, Mas. Saya sudah bawakan air putih untuk Mas Abian." Zahira menyodorkan gelas berisi air putih di tangannya kepada pria itu.

"Terima kasih," ucap Abian dingin. Dia menerima gelas itu tanpa menatap Zahira.

Zahira mengangguk. Hatinya sakit mendapatkan sikap dingin dari Abian itu. Padahal sebelumnya, meski ingatan Abian belum pulih, laki-laki itu masih bersikap baik kepadanya. Tapi, sejak insiden pingsan kemarin sikapnya berubah drastis.

"Ohya, Hira. Mulai sekarang aku melarangmu masuk ke kamarku. Tapi, kamu tenang saja, kamu masih tetap boleh magang di perusahaanku hanya saja aku melarangmu untuk mendekatiku," ujar Abian.

"Tapi kenapa, Mas?" tanya Zahira.

"Aku hanya ingin menjaga perasaan Inge, calon tunanganku. Aku tidak ingin menyakitinya dengan dekat denganmu," jawab Abian.

"Saharusnya aku yang kamu jaga perasaannya, Mas, bukan Inge," batin Zahira.

"Kamu mengertikan?" Abian menatap Zahira.

"Iya, Mas," jawab Zahira. Dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Sekarang keluarlah!" suruh Abian.

Zahira meninggalkan kamar Abian dengan langkah berat. Dia benar-benar ingin menangis.

"Wah, sepertinya Abian membencimu. Sekarang kamu nggak bisa bertingkah macam-macam lagi," Inge mengejek.

Zahira memilih untuk tidak menanggapi. Untuk saat ini dia hanya bisa menuruti keinginan Abian. Zahira akan melakukan apa pun agar Abian kembali bersikap baik kepadanya.

"Kenapa? Apa aku salah ngomong? Mau nangis? Kalau mau nangis, nangis aja kali nggak usah ditahan!" kembali Inge mengejeknya.

Zahira membuang menghembuskan napas berat. Menatap tajam Inge, kemudian pergi dari sana. Wanita berhijab itu tidak mau terlihat lemah didepan Inge.

"Cih. Sudah kalah saja masih sombong!" Inge berdecih. Dia menatap sebal kepergian Zahira.

Terpopuler

Comments

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

tinggalin aja tuh siabian tuk sementara waktu siapa tau dia bisa inget

2023-10-06

1

Yuli maelany

Yuli maelany

kalo iya kamu ngeduain Inge kenap Inge gak kamu nikahin malah Zahira yang kamu nikahi,kalo Zahira jadi perebut pasti status nya kebalik dong...

2023-10-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!