"E... Nge, bukan aku tidak mau menikahimu sekarang. Hanya saja, aku tidak mau salah dalam mengambil keputusan." Abian menjawab dengan sangat hati-hati. Dia tidak mau jika Inge salah paham dengan keputusan nya saat ini.
"Tapi, Mas. Sampai kapan aku harus menunggu ingatan Mas Abian pulih? Bagaimana jika ingatan Mas Abian nggak kembali? Apa Mas Abian akan tetap menyuruhku menunggu?" tanya Inge. Dia ikutan memasang wajah sedih.
"Begini saja kalau sampai dalam 3 bulan ke depan ingatanku belum kembali, saat itu juga kita menikah. Setuju?" Abian memberikan solusi.
"Baiklah, aku setuju," jawab Inge yang terpaksa harus menyetujui solusi yang Abian tawarkan.
"Terima kasih ya, Nge karena kamu mau ngertiin aku," ucap Abian.
Inge mengangguk. Melihat Zahira tak kunjung pergi dari ruang kerja Abian membuat Inge memiliki ide jitu untuk membuat Zahira cemburu. "Mas," panggil Inge.
"Iya?"
"Aku boleh minta peluk nggak? Aku kangen sama kamu soalnya." Inge merentangkan kedua tangannya untuk menyambut pelukan dari Abian.
"Iya, baiklah," jawab Abian. Dia berjalan mendekati Inge.
"Tidak! Aku tidak bisa membiarkan mereka berpelukan. Tapi, apa yang bisa aku lakukan sekarang?" Zahira tampak berpikir.
Senyum Inge makin lebar karena sebentar lagi Abian akan memeluknya di depan Zahira. Dia yakin, istri sah Abian itu tengah merasakan cemburu. Namun, saat tinggal selangkah lagi Abian memeluk Inge. Lelaki itu justru berbalik arah memeluk Zahira yang hampir terjatuh.
"Kamu tidak apa-apa, Hira?" tanya Abian.
"Kepala saya tiba-tiba pusing, Mas," jawab Zahira sambil memegangi kepalanya.
"Ayo aku bantu duduk di sofa!" seru Abian.
Zahira mencoba melangkah, tapi malah ia jatuh pingsan. Tentu saja itu membuat Abian secara spontan membopong tubuh Zahira untuk dibaringkan di atas sofa.
"Ernando, Ernando, cepat kemari!" Abian memanggil asisten pribadinya itu.
Buru-buru Ernando datang. "Ada apa, Pak?" tanyanya.
"Panggil dokter, Zahira tiba-tiba pingsan!" titah Abian.
Ernando menatap ke arah Zahira. Wanita itu sedikit membuka matanya. Dia mengedipkan sebelah matanya ke Ernando sebagai kode.
"Baik, Pak," jawab Ernando. Asisten pribadi Abian itu tentu tahu hal apa yang harus dia lakukan.
"Mas, aku yakin dia ini pura-pura pingsan karena nggak rela kamu mau peluk aku tadi," protes Inge.
"Jadi menurut kamu Zahira cemburu gitu? Apa alasannya coba sampai ia harus cemburu?" Abian tidak mengerti dengan jalan pikiran Inge.
"Ya... ya pokoknya aku yakin kalau dia itu cemburu sama kita," jawab Inge yang makin sewot karena bingung harus memberi jawaban seperti apa kepada Abian. Tapi, Inge sangat yakin kalau Zahira hanya pura-pura pingsan.
"Nge, jangan suka berpikiran negatif sama orang. Lagian nggak mungkinlah Zahira cemburu." Abian menggeleng melihat tingkah Inge.
"Bagaimana, Ndo? Kapan dokternya datang?" tanya Abian kepada asisten pribadinya itu.
"Paling sebentar lagi," jawab Ernando.
"Mas, sudah ku bilang. Zahira ini cuma pura-pura." Inge masih tidak terima.
"Nge, please!"
"Lihat saja, aku akan buktikan sama kamu kalau dia cuma pura-pura," kekeh Inge. Dia berjalan ke meja Abian. Kebetulan di meja itu ada gelas berisi air putih. Inge mengambil gelas itu dan membawanya ke hadapan Zahira yang masih memejamkan matanya.
"Nge, kamu mau apa?" tanya Abian lagi. Bukannya menjawab, Inge langsung menyiram wajah Zahira dengan air yang ada di dalam gelas.
"Bangun kamu, nggak usah pura-pura!" seru Inge.
Zahira masih tetap menutup matanya.
"Oh... Jadi, air ini nggak bikin kamu jera ya? Bagaimana kalau air yang akan aku siramkan ke wajahmu itu air panas? Apa kamu masih mau pura-pura pingsan seperti ini?" gertak Inge.
"Nge! Jangan macam-macam!" sentak Abian.
Ernando sedikit mengkhawatirkan Zahira. Bagaimana kalau Inge benar-benar merealisasikan perkataannya? Menyiram Zahira dengan air panas? Ernando berusaha memikirkan sesuatu agar hal itu tidak terjadi.
Inge tidak mempedulikan perkataan Abian. Kali ini dia mengambil air panas dari dispenser.
"Rasakan ini!" ujar Inge. Dia langsung menyiramkan air panas di tangannya itu.
Byuurrr.
Mata Inge terbelalak ketika melihat ternyata yang dia siram bukan wajah Zahira. Melainkan punggung Abian. Ternyata laki-laki itu melindungi Zahira dengan tubuhnya.
"M-Mas... maafkan aku!" ucap Inge, dia segera menghampiri Abian. "Kamu... kamu tidak apakan, Mas?"
"Pak Abian." Ernando membantu Abian untuk berdiri.
"Nge, sudah hentikan! Jangan melakukan hal yang aneh-aneh lagi!" seru Abian. Dia meringis menahan rasa panas di punggungnya.
Zahira membuka matanya seolah ia baru saja sadar. Padahal sejak tadi dia sangat cemas. Zahira tidak menyangka meski ingatan Abian belum pulih, laki-laki itu tetap berusaha melindunginya.
"Lho? Pak... Pak Abian kenapa?" tanya Zahira.
"Ini semua gara-gara kamu, Hira!" sentak Inge.
"Nge, plis stop! Kalau kamu masih mau nggak bisa tenang, lebih baik kamu pulang sekarang!" seru Abian.
"Kamu ngusir aku, Mas?" Inge tidak percaya.
"Iya, lebih baik kamu pergi dari sini daripada selalu cemburu gak jelas," jawab Abian yang mulai jengah dengan sikap Inge.
Inge menghentakkan kakinya. Dia menatap Zahira sambil berkata, "Lihat saja, aku pasti akan membuat perhitungan denganmu!"
Setelah mengataman hal itu, Inge lalu pergi dari ruang kerja Abian.
"Mas Abian, maaf ya. Gara-gara aku Mas Abian jadi bertengkar dengan Mbak Inge," ucap Zahira. Dia sebenarnya sangat mengkhawatirkan punggung Abian yang terkena air panas tadi. Tapi, jika dia langsung bertanya tentang keadaan punggung Abian. Suaminya itu akan tahu kalau tadi dia hanya sedang berpura-pura pingsan.
"Kenapa Mas Abian meringis? Dan kenapa punggung Mas Abian basah?" tanya Zahira. Padahal dia sudah tidak sabar ingin membantu mengobati suaminya.
"Pak Abian kena air panas, Mbak. Tadi Mbak Inge mau menyiram Mbak Hira dengan air panas, jadi Pak Abian melindungi Anda dengan menjadi perisai," jawab Ernando.
"Ya Allah, Mas. Pasti panas banget," pekik Zahira. "Sini lepas dulu jas dan kemejanya!"
Zahira hendak membantu Abian melepaskan jasnya, namun Abian sudah terlebih dulu menahan tangannya.
"Biar Ernando saja yang membantuku karena kita bukan muhrim," ucap Abian.
Zahira kembali sadar bahwa Abian belum mengingatnya sebagai istri. "Iya, Mas. Maaf," jawab Zahira.
"Bagaimana kondisimu? Apa masih pusing?" Abian terlihat mengkhawatirkan keadaan Zahira.
"Sudah enggak, Mas."
"Syukurlah. Maaf sebelumnya, bukan aku mengusirmu, tapi aku mau melepas bajuku. Rasanya tidak pantas kalau kamu masih ada di sini." Abian agak sungkan mengatakan hal tersebut. Dia takut Zahira tersinggung.
"Iya, Mas. Saya akan menunggu di luar," jawab Zahira lagi. "Mas Nando, tolong jaga Mas Abian ya. Saya tunggu di luar."
Setelah mengatakan itu Zahira meninggalkan ruang kerja Abian. Tidak lama dokter datang dan masuk ke ruang kerja Abian.
"Inge benar-benar harus diberi pelajaran," gumam Zahira. Istri sah Abian itu berjanji akan memberikan Inge pelajaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Yuli maelany
ada yaa pelakor macam gitu lebih ngehak d banding istri sahnya sendiri 🤦😒😒
kamu gak boleh lemah Zahira demi terhindar nya suami kamu dari dosa yang gak d sadari nya....
2023-10-03
0
Hafifah Hafifah
bagus zahira jangan mau ditindas lawan aja tuh mereka biar g berbuat macem"
2023-10-01
2
Eni Istiarsi
good job Zahira
2023-10-01
0