Hari sudah menjelang malam, tampak seorang gadis sedang menikmati angin Malam Yang sepoi-sepoi di teras villa. Naira mengenakan baju tidur dan jaket tebal, karena udara di puncak sangatlah dingin, begitu juga Zidane.
Karena udaranya semakin dingin, akhirnya Naira memutuskan untuk duduk di ruang Tengah yang di sana terdapat televisi. Zidane juga menghampiri Naira dan duduk di sampingnya, sambil menonton televisi dan membicarakan rencana destinasi yang mau dikunjungi.
"Naira, besok kita ke resort dulu, ya. Aku mau meninjaunya.
"Terserah Mas aja deh, aku kan cuman makmum.
"Makmum?
"Maksudnya ke mana Mas ajak, aku ikut."
"Ke KUA mau?"Naira tertawa sambil meninju pelan lengan Zidan.
"Apaan sih mas bercandanya sampai ke KUA, kejauhan banget."mereka tertawa bersama sambil makan malam.
Setelah selesai makan, mereka melanjutkan menonton televisi, menikmati acara demi acara yang ada di televisi. Namun tiba-tiba ponsel Zidan berdering, Zidane melihat ponselnya dan melihat nama Melisa di layar ponselnya. Kemudian ia membuang ponselnya di sembarangan tempat. Naira melihatnya heran, kenapa Zidan tidak menjawab panggilan dari ponselnya.
"Mas itu ponselnya bunyi lagi."
"Biarin aja.
Naira melanjutkan menonton televisi, hingga Naira tertidur dan posisinya bersandar di sandaran sofa. Zidan melihat Naira yang tertidur pun tersenyum, kemudian ia membopong Naira pindah ke kamar.
Zidane menyelimuti Naira dengan selimut, Zidan melihat wajah Naira dari dekat, mengusap lembut rambutnya. Zidan mengamati wajah Naira begitu lekat, mencoba mengingat sosok gadis kecil yang dulu pernah ia temui saat ia remaja, tapi Ia sepertinya lupa dengan gadis tersebut.
Zidan memilih mengabaikannya, lalu mengambil selimut dan bantal di sebelah Naira, kemudian Ia tidur di sofa panjang. Baru saja ingin memejamkan mata, Zidane mendengar Naira mengigau
"Om, jangan usir, janganlah usir Naira Om!"Zidan segera bangkit dan melihat Naira.
"Papa! Papa."Zidan segera membangunkan Naira dan menepuk lembut pipi Naira. Di dalam mimpi, Naira meneteskan air matanya memanggil sang Papa. Akhir-akhir ini Naira merindukan Papanya, Dan teringat insiden pengusiran dirinya saat masih kecil.
"Naira! Naira!"
"Naira, bangun!"Zidan menepuk-nepuk pipi Naira.
"Papa!! akhirnya Naira membuka matanya, dan melihat Zidane. Nafasnya masih belum teratur, kemudian ia bangkit dengan keadaan bingung dengan mimpinya akhir-akhir ini.
Zidan melihatnya dengan cemas, kemudian Zidan mengambilkan minuman untuk Naira. Zidan hanya bisa menerka apa yang terjadi dengan masa lalu pembantunya itu, sampai sampai belakangan ini sering mimpi yang sama dengan mengigau Dengan menyebut nama yang sama.
"Ini minum."Naira kemudian meminumnya dengan bantuan Zidane.
"Terima kasih
"Tidur lagi ya."ucap Zidan mengusap rambut Naira, Naira mengangguk dan tersenyum tipis kemudian ia berbaring kembali. Saat Zidan hendak menuju sofa, Naira menahan tangan Zidane.
"Mas, jangan pergi! Zidane duduk kembali melihat Naira merasa kasihan.
"Iya, aku di sini. tidurlah,"namun Naira justru menangis, dia benar-benar merindukan Papanya.
"Maaf Mas! ucapnya sembari mengusap air matanya.
"Tidak apa-apa, nangis aja, biar hati lega"Naira kembali melelehkan air matanya lalu menutupi wajahnya dengan selimut. Zidane begitu iba, tapi ia juga tidak tahu harus berbuat apa?
Zidane kemudian berbaring di samping Naira, dan memeluknya dari belakang.
"Menangislah!
Zidane mendekap Naira erat dan Naira menangis sejadi-jadinya tanpa suara. Karena hanya itu yang bisa ia lakukan saat merindukan Papanya dan Mamanya. Naira tanpa sadar membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Zidan dan menangis di dada Zidane.
Pelukan yang diberikan Zidan membuat dirinya sedikit rasa nyaman dan damai. Karena wanita berusia 22 tahun itu memang benar-benar rapuh. Hanya saja selama ini ia pandai menutupinya dari teman dan sahabatnya di kampung, Hanya ibu Zubaidah yang mengetahui kerapuhan dirinya. Dan saat ini Zidane juga sudah mengetahuinya.
Akhirnya keduanya tertidur bersama sampai pagi, dan masih memeluk satu sama lain. Zidan bangun lebih awal dan tersenyum melihat Naira yang masih tertidur sambil memeluknya. Zidane sepertinya memang benar-benar sudah jatuh cinta pada Naira. Atau ia hanya kagum sesaat. Yang jelas Zidan saat ini melupakan cintanya pada Melisa dan semoga Naira bukan tempat pelampiasannya.
Zidan bangun dan langsung keluar kamar, dan membiarkan Naira masih tidur. Zidan menuju dapur dan mengambil air minum. Ia minum sambil melihat para pekerja bangunan di luar, yang sedang memperbaiki villanya.
"Bi Siti, tolong buatkan teh hangat untuk Naira dan untukku."perintah Zidan
"Baik Tuan, Oh iya mau sarapan apa Tuan?
"Nggak usah Bi, nanti aja. Mungkin nanti sarapan di luar saja. Hari ini kan ada pasar dadakan di ujung jalan sana.
"Iya Tuan, di sana banyak jualan! tegas Ibu Siti. Zidan tersenyum kemudian melangkah menuju kamar, sambil membawa segelas air putih untuk Naira.
Zidan melihat Naira duduk mendekat kedua lututnya di tempat tidur, pandangannya kosong dan entah apa yang ia pikirkan.
"Minum dulu." ucap Zidan memberikan gelasnya pada Naira.
"Terima kasih."
Zidan tersenyum tipis lalu merebahkan punggungnya di atas tempat tidur.
"Keluar yuk, cari sarapan.'
"Boleh, tapi aku mandi dulu.
"Iya, pokoknya liburan ini kamu bebas tugas melayaniku.
"Yakin? Mas aja kalau mandi sering lupa bawa handuk,"Naira tertawa kecil begitu juga Zidan. Zidan memang lupa dengan hal-hal kecil. Seperti lupa membawa handuk saat mandi, lupa bawa sabun, dan sabunnya habis, dan tidak tahu letak dasinya dan sebagainya.
"Iya juga sih, Naira. Kalau nggak ada kamu , mungkin semua berantakan
"Nanti kalau Mas sudah nikah sama pacarnya, aku sudah nggak bisa siapin ini itu untuk Mas.
"Aku sudah putus sama Melisa Naira semuanya sudah berakhir!"jawab Zidan mengenang masa-masa bersama Melisa.
"Maaf Mas."
"Nggak apa-apa."
"Mas Pasti sedih ya."goda Naira mencoba menghibur Zidane karena Zidane terlihat Sendu. Zidan memberikan tubuhnya dan melihat.
"Ya gitulah, makanya aku ngajak kamu buat liburan. Aku mau ngelupain dia dan kamu refreshing dan pekerjaan di rumah."
"Auh, so sweet banget sih tuanku yang satu ini,"ucap Naira manja dibuat-buat. Zidan pun tertawa melihat ekspresi manja Naira yang dibuat-buat, kemudian menepuk Naira dengan guling.
"Aduh!! Awas ya!! Naira membalas dengan cara menggelitik tentang Zidane, Zidan memberontak Sambil tertawa, tak sengaja Zidan menarik tangan Naira. Mata mereka saling bertemu, memandang satu sama lain. namun itu tak berlangsung lama, Naira buru-buru bangkit.
"Aku mau mandi dulu."Zidan menahan tangan Naira.
"Naira, mau jadi pacarku."
"Mas gak usah bercanda deh, udah ah aku mau mandi."Naira berusaha menghindar, karena dia juga harus sadar diri Siapa dirinya dan statusnya apa.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments