Zidane merenggangkan pelukannya dari Naira. Dia menatap Naira dengan tatapan penuh penyesalan.
"Sekarang makan, ya. Nanti kalau nggak makan kamu sakit."Naira mengangguk patuh seperti anak kecil. Naira duduk dan makan pelan-pelan.
"Sayurnya dimakan!"ucap Zidane. Sedangkan Naira hanya melihat Zidan dengan sekilas.
"Sekali lagi aku minta maaf Naira, aku benar-benar khilaf."ucap Zidane.
"Khilaf Mas, gak lucu."
"Mau maafin aku nggak?"
"Enggak."
"Ayolah Naira, Aku janji nggak lakuin itu lagi."
"Janji ?"
"Hemm."
Naira melihat wajah Zidane. Dia mencari penyesalan di raut wajah Zidan, Zidan terlihat benar-benar menyesal sudah melampiaskan emosi dan amarah pada gadis yang tidak tahu apa-apa.
Naira hanya mengangguk, kemudian melanjutkan makannya. Naira juga tidak ingin menanyakan apa masalah Zidan yang sebenarnya. Naira takut nanti dikira terlalu ingin banyak tahu masalah orang lain.
Zidan merasa senang naira sudah Maafkan ya, gadis di sampingnya itu benar-benar lugu dan polos serta terlalu baik
"Naira, kapan kuliahmu dimulai?
"Minggu depan aku sudah mulai aktif di kampus."jawab Naira santai.
"Temani aku liburan, mau nggak?
"Enggak."
"Naira, ayolah kamu belum pernah ke puncak kan?"Zidan terus memaksa Naira.
"Mas, aku nggak mau cuman berdua, nanti Mas aneh-aneh lagi sama aku."
"Kepedean kamu," Zidan tertawa dan mengusap pucuk kepala Naira.
"Ya, Nanti mama dan Bibi Zubaidah ikut.
"Yang lain?
"Naira, kalau semua ikut nanti yang jaga rumah siapa? bayangan kamu."
"Oh iya y. Lupa tapi dalam rangka apa Mas Mau mengajak aku sama mama liburan?
"Mama?
Zidane mengerutkan keningnya. Dia bingung Mama yang dipanggil Naira itu siapa, Apakah Naira memanggil Nyonya Monica dengan panggilan mama atau Ibu Zubaidah?"
"Iya, Mama Zubaidah, Mama Zubaidah mama aku, dia yang besarkan aku dan juga menjagaku selama ini."ucap Naira. Padahal Zidane sudah beranggapan kalau Naira memanggil Nyonya Monica dengan panggilan mama sama seperti dirinya.
"Oh iya Mas, dalam rangka apa pergi liburan ke puncak? tanya Naira kembali.
"Aku mau nenangin pikiran Naira, aku stress sama pekerjaan? Zidane sedikit sendu namun ia tidak ingin menceritakan kisah cintanya yang kandas kepada Naira. Dan Aira hanya tahu jika Zidane masih sendiri.
"Ya sudah, aku keluar dan sekali lagi aku minta maaf.".Naira mengangguk kemudian tersenyum tipis.
"Oh iya, selesai makan nanti tolong siapkan baju-bajuku dan siapkan bajumu buat liburan besok."Naira mengangguk dan Zidan keluar dari kamar Naira.
Zidan tersenyum sendiri saat sampai di kamarnya. Zidan mengingat kecerewetan Naira padanya. Kecerewetan Naira mengingatkan dirinya dengan adiknya. Dari mulai bicara, tingkahnya, seperti kepolosan Naira. Sama Seperti almarhum adiknya. Bedanya adiknya tidak mudah memaafkan kesalahan apapun dari orang yang menyakiti dirinya. Namun, saat ini Zidane hanya bisa mengenang adiknya itu.
Tok ...Tok.. Tok...
Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar jelas di telinga Zidane. Naira mengetuk pintu kamar Zidan. Zidan membukanya dan melihat Naira berdiri di depannya sambil membawa jahe hangat.
"Mas, ini jahe hangat."Zidan tersenyum, lalu mempersilahkan Naira masuk untuk mengepak keperluan Zidan liburan.
"Mas, maaf ya tadi aku nggak nyiapin makan malamnya." ucap Naira saat sudah masuk di kamar Zidan. Zidan tersenyum tipis.
"Nggak apa-apa. Aku ngerti kok. Kamu tadi pasti marah sama aku."kemudian menuju lemari.
"Mas, kopernya mana?"
"Di lemari sebelah kiri, ambil saja yang kecil."membuka lemari sebelah kiri Iya terpana melihat koper dari ukuran kecil, sampai ukuran besar tersusun rapi serta deret paling Zidan memiliki Zidan juga tersusun rapi. Naira lalu mengepak koper kecil milik Zidane.
"Mas, yang ini?"
"Hem, bisa ngambilnya?"
"Bisa!"Naira kemudian mengambil kursi kecil untuk mengambil kopernya.
Naira meletakkan kursi kecil itu di depan lemari, lalu ia menaikinya untuk mengambil koper. Zidan yang melihat Naira naik kursi pun langsung meletakkan gelasnya, kemeja. Zidan melihat Naira sepertinya kesusahan mengambil kopernya.
Zidan segera menghampiri Naira, kursi kecil itu segera akan roboh, benar saja Naira akan terjatuh dan tidak segera menangkapnya. Sesaat pandangan mereka bertemu, posisi tangan Zidan tepat di pinggang Naira dan sedikit menyentuh pinggangnya yang bajunya sedikit tersingkap.
"Maaf Mas!"kemudian mengangkatnya dan menurunkannya dari kursi
"Biar aku aja, kamu pegang kursinya.
"Iya."jawab Naira sedikit gugup. Zidan mengambil koper tersebut, Lalu memberikannya pada Naira. Segera Naira menyiapkan keperluan Zidan untuk keperluan liburan besok.
Zidan melihat Naira begitu lekat, Zidan belum mengetahui usia Naira dan asal-usul siapa sebenarnya Naira. Karena rasnya itu selalu mengingatkan Zidan dengan seseorang yang ia temui waktu kecil.
Pagi hari yang indah matahari sudah memperlihatkan wajahnya di ufuk timur. Pagi ini Zidan dan Naira bersiap untuk pergi liburan. Namun, mereka hanya pergi berdua saja, karena nyonya Monica tidak bisa ikut bersama mereka. Nyonya Monica masih ada pekerjaan yang belum selesai di yayasan sekolahnya. Sedangkan ibu Zubaidah juga sama, tidak bisa ikut bersama mereka dengan alasan ibu Zubaidah masih bermasalah selepas dari kampung.
Akhirnya mereka hanya berangkat berdua menuju puncak. Zidane mengajak Naira pergi ke salah satu villa di dekat resort miliknya. Zidane memang sengaja mengajak Naira pergi berlibur. Karena Zidan sendiri pun ingin melupakan sakit hatinya atas penghianatan dan Melisa padanya, sekaligus mengajak Naira sebagai tanda permintaan maaf, sudah berbuat tidak semestinya kemarin. Semoga saja tidak terjadi lagi nantinya.
Sepanjang perjalanan, Naira menikmati pemandangan dari balik jendela mobil. Tiba-tiba saja Zidan membuka atap mobilnya, Naira terkejut dan melihat Zidane dengan tatapan heran dan bingung. Pasalnya Naira belum pernah menaiki mobil yang atapnya bisa terbuka. Naira hanya melihatnya dari televisi atau internet dan baru pertama kali ia menaiki mobil dengan atap terbuka.
Zidan tertawa heran melihat ekspresi gadis sekaligus pembantu cantiknya itu. Di mata Zidan Naira sangat polos.
"Kalau mau, berdiri saja. Mau teriak juga, nggak apa-apa. lepaskan semua beban pikiran kamu!"ucap Zidane sedikit berteriak.
"Boleh, Mas?"
"Boleh!"Naira kemudian berdiri dan berteriak seolah-olah melepaskan semua beban di hati dan di pundaknya. Sedangkan Zidane hanya melihatnya tersenyum.
Zidan mengerti apa yang dirasakan Naira, kehilangan kedua orang tuanya di saat dia masih kecil. Itu adalah pukulan terbesar bagi seorang anak. Zidan paham akan hal itu, dan itu sangat menyakitkan, karena Zidan juga merasakan hal yang sama seperti Naira yaitu kehilangan Papanya.
Mobil Zidan memasuki pelataran villa miliknya. Naira terdiam melihat sekeliling villa . Matanya terus mengendara di setiap sudut villa itu tidak asing baginya. Kondisi masih sama seperti yang ia lihat saat kecil. hanya saja villa itu sedikit diperbaiki dan direnovasi.
Ya, villa itu dahulu milik keluarga Pratama Wijaya, yang tak lain dan tak bukan adalah Papanya Nair. Ingatan Naira kembali, saat dirinya masih kecil, dirinya dan sang Papa bermain di halaman. Mata Naira berkaca-kaca, namun sebisa mungkin ia harus menguasai dirinya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Sophia Aya
lanjut thor
2023-09-13
0