Naira Ayo turun!"ajak Zidan membuyarkan lamunan Naira. Naira sedikit terkejut, lalu segelas tersenyum tipis. Naira dan Zidan turun dari mobil Dan disambut dua penjaga villa, penjaga yang dulu juga bekerja bersama Tuan Pratama.
"Selamat datang Tuan, Selamat datang nona."sambut penjaga villa mengira Naira adalah kekasih Zidane. Zidane hanya mengangguk dan Naira hanya tersenyum, akan tetapi pikiran melayang ke masa lalu sehingga Ia hanya tersenyum tipis.
"Pak Usman, Bi Siti, tolong turunkan koper dan makanan, serta bahan makanan dari mobil ya! titah Zidane pada kedua penjaga villa.
"Baik Tuan,"
"Oh iya. sudah disiapkan kamar untuk dua orang?"tanya Zidan. Zidane sebelumnya sudah mengabari jika akan datang ke villa.
"Tuan maaf, tapi kamar yang satunya atapnya kurang bagus. Ada sedikit tampias karena jendelanya pecah dan belum selesai diperbaiki.
"Astaga! Lalu bagaimana, mana mungkin kami satu kamar Pak, kami bukan suami istri."
"Ah!! Tuan. Sebentar lagi juga jadi suami istri, satu kamar dulu tidak apa-apa." Goda Bi Siti. Naira dan Zidan saling pandang, dan hanya tersenyum tipis.
"Bi saya bukan..."
"Sudah, tidak apa-apa, nanti aku bisa tidur di sofa."jawab Zidan memotong ucapan Naira. lalu menarik pergelangan tangan Naira untuk masuk ke dalam villa
"Tapi mas, Mana mungkin kita satu kamar."ucap Naira saat di dalam kamar dan melihat Zidane membuka jaketnya.
"Sudah tidak apa-apa. Kalau kamu nggak mau, biar aku tidur di luar."
"Ya, mana mungkin Mas. Kan Naira tidak enak hati, kalau mas tidur di sofa, apalagi mas itu majikan ku."
"Majikan mu kalau di rumah. Ini kita sedang liburan, jadi kita sebagai teman."Naira hanya hanya tersenyum. Kemudian membuka pintu, karena penjaga villa mengetuk pintunya.
"Tuan, Nona, ini kopernya dan ini selimutnya." ucap Bi Siti.
"Bi, ada selimut lagi? tanya Naira. Karena selimutnya hanya satu.
"Ada Nona, sebentar ya. Saya ambilkan."Naira hanya mengangguk kemudian bi Siti mengambilkan selimutnya.
Naira menarik dua kopernya, lalu meletakkannya di pojok lemari dia pun berlalu ke kamar mandi untuk sekedar membersihkan wajahnya.
Sedangkan Zidane sedang menikmati pemandangan dari luar jendela. Ia menatap hamparan taman yang begitu indah dari jendela. Dia merentangkan tangannya, meluapkan segala emosi dan beban pikirannya. Dia menghirup udara yang begitu segar, menghirupnya dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan.
"Mas! Panggil Naira setelah dirinya selesai membersihkan wajahnya.
"Hemm."
"Mau makan apa?
"Nanti saja, aku mau mandi dulu."balas Zidan Sembari berjalan menghampiri Naira yang mengambil koper milik Zidane.
Naira mengambilkan baju dan peralatan mandi untuk Zidane, semua yang dibutuhkan Zidan, Naira sudah sangat hafal. Kadang Zidan merasa sudah seperti memiliki istri yang sangat mengerti dan tulus merawat dirinya.
Zidan juga tidak habis pikir kenapa Naira mau menjadi seorang pembantu, Padahal dia mempunyai gelar dan bisa bekerja selain pembantu. Tapi entah kenapa, Zidane begitu nyaman dilayani oleh pembantu yang satu ini. Dia bingung dengan perasaannya sendiri.
"Naira, kamu nggak mau cari kerja lain gitu? kamu kan bisa ngelamar jadi guru di yayasan sekolah punya mamaku."Naira tersenyum dan sekilas melihat Zidan.
"Terus yang ngurus Mas, siapa? aku kan masih terikat kontrak kerja jadi pembantu Mas selama dua tahun ini.
"Bisa saja Naira, bagi waktu saja."
"Terus kuliahku, bagaimana?"
"kKan kamu kuliah siang."
Naira hanya diam, dan tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Zidan mungkin lupa jika mengurus dirinya saja sudah seperti mengurus bayi, harus detail dan teliti. Mana mungkin bisa membagi waktunya yang begitu padat, jika harus memberi waktu antara mengurusi Zidan, kuliah, dan mengajar.
"Sudah, lebih baik Mas mandi sana, ini handuk sama sabun dan yang lainnya."Naira memberikannya pada Zidan dan mendorong Zidane sampai ke depan kamar mandi.
Banyak orang yang tidak mengetahui status mereka, di mata orang lain mereka seperti pasangan suami istri yang harmonis. Padahal nyatanya mereka hanyalah pembantu dan sang majikan.
Mungkin karena perlakuan Zidan pada Naira yang berbeda, Zidan memperlakukan Naira terkadang seperti seorang adik, teman, bahkan terkadang seperti kekasih. Mungkin mereka belum menyadari perasaan mereka masing-masing. Jika mereka sebenarnya sudah saling jatuh cinta.
Mungkin saat ini Zidane masih teringat kisah cintanya pada Melisa, tidak mudah memang melupakan mantan begitu saja. Di sisi lain Ia juga senang ada gadis cantik yang mengerti akan dirinya.
Naif memang, akan tetapi tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Terlebih masalah hati, Tuhan dengan mudah membalikan semuanya dengan sekejap. Yang berawal saling mencintai, bisa menjadi benci, begitu juga sebaliknya.
Akan Tetapi tidak semua seperti itu, ada yang bertemu satu kali dan akhirnya bersama selamanya. Ya itulah takdir, tidak ada yang tahu, hati Kita berlabuh ke mana.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments