Naira meletakkan dua gelas jahe hangat di atas meja ruang makan di hadapan Zidane. Dengan menahan rasa kantuknya, Naira melihat wajah tampan Zidan, Naira hanya ingin mengetahui pasti setahun Kenapa Tuhannya itu. Setelah puas mengamati Naira tersenyum tipis mengingat ucapan Ibunya juga yang selalu memuji ketampanan majikan mudanya itu.
"Tuan, jahe hangatnya sudah jadi."ucap Naira. Naira masih setia berdiri di samping Zidan.
Zidane sekilas melihat ke arah Naira yang menunduk, lalu tersenyum. Dia tahu wanita itu pasti lagi menahan kantuk, terlihat Naira berdiri sambil memejamkan matanya. Zidan lalu menggeser gelas ke arah depan.
"Duduklah."ucap Zidan pada Naira. Naira sedikit sedikit tersentak
"Iya Tuan, Maaf Anda membutuhkan sesuatu?"jawab Naira sedikit gelagapan.
"Duduk!"perintah Zidan lagi, Naira duduk dengan perlahan, dan tetap menunduk.
"Ini, minum lah biar badanmu hangat." ucap Zidane memberikan segelas jahe hangatnya. Dan dengan sedikit ragu Naira mengambil gelas tersebut. lalu keduanya meminum jahe hangat bersama.
Suasana hening sesaat, Zidane sesekali mencuri pandang. Naira meminum jahe hangatnya, sembari menunduk. Zidan berharap kali ini pembantu pribadinya tidak membuat ulah dan suka mencari perhatian padanya.
"Aku dengar kamu seorang SPdnya. Tapi kenapa kamu mau menjadi pembantu?"tanya Zidan memecah keheningan.
"Pembantu juga pekerjaan halal Tuan. Selagi kita menjalani dengan ikhlas, bekerja dengan sepenuh hati. Jika Tuan ingin menanyakan Kenapa saya tidak bekerja sesuai jurusan kuliah saya, Sebenarnya saya juga ingin. Akan tetapi saya kalah dengan seleksi alam."jawab Naira membuat tawa kecil di bibir Zidan tidak menyangka gadis di depannya itu mempunyai jawaban yang unik.
"Kamu ingin mengajar tingkat sekolah apa?" tanya Zidan.
"Aku lebih suka mengajar di TK paud." Naira tersenyum kemudian meminum jahe hangatnya lagi.
"Kenapa?"
"Karena mereka sangat lucu, dan menggemaskan. Dan pada dasarnya saya menyukai anak-anak, ada tantangan dan tanggung jawab sendiri untuk mengajar dan mendidik mereka. Tidak boleh sembarangan dalam berucap, maupun bertindak. Karena di usia mereka itu, adalah usia selalu mencontoh apa yang kita lakukan dan kita ucapkan."ucap Naira
Zidan tersenyum. Kemudian menghela nafas. Zidane terus memperhatikan Naira yang sudah dari tadi menunduk tidak berani memandang wajahnya.
Zidan merasa menemukan lawan bicara yang pas. Di matanya dan Naira adalah gadis yang cerdas, mandiri, dan bisa menempati dirinya. di balik wajahnya yang cantik, dan menyenangkan, Naira juga cerdas dan ulet , walau sebenarnya Naira adalah gadis manja dan rapuh. Naira bisa rapuh, jika teringat masa lalu yang terjadi pada keluarganya terlebih saat mengingat sang Papa dan Mama.
Setelah mereka selesai meminum jahe hangat, mereka kembali ke kamar masing-masing untuk melanjutkan istirahat mereka yang tertunda.
****
Dua minggu sudah berlalu. Zidane sangat merindukan Melisa, di sisi lain Ia juga terbayang senyum manis Naira, terlebih masakan sopnya. Zidan dan nyonya Monica kini sedang berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan di Bali.
Zidan membeli oleh-oleh untuk kekasihnya Melisa. Sedangkan sang Mama membeli oleh-oleh untuk orang-orang bekerja di rumahnya tidak terkecuali Naira.
Nyonya Monica membeli lima dress untuk Naira, Awalnya Zidane menganggap sang Mama berlebihan, akan tetapi sang Mama menyuruh Zidan tidak ikut campur urusan wanita.
Zidan hanya pasrah dan tidak tahu mau berdebat. Akan tetapi Zidane juga diam-diam membelikan Naira satu jaket, Zidan ingat Naira kedinginan saat tidur temp lalu, maka dari itu ia membeli tanpa sepengetahuan Nyonya Monica.
"Ma, sudah belum?"tanya Zidan. Sang mama hanya melihat Zidan dengan ekor matanya, seketika Zidan diam dan menghela nafas panjang. lalu ia duduk di sofa ruang tunggu. tidak sengaja Nyonya Monica melihat belanjaan Zidan berupa tas wanita, dan jaket.
"Ini untuk siapa?"tanya Nyonya Monica kepada Zidan sambil memperhatikan barang belanjaan Zidan.
"Buat Melisa, Ma"
"Jaketnya? tanya Nyonya Monica lagi.
"Untukku."
Zidane benar-benar bosan harus menunggu nyonya Monica belanja. Menurutnya berbelanja itu, sangat membuang-buang waktu. Tapi demi mamanya bahagia, ia membuang rasa bosan itu jauh-jauh.
Setelah selesai berbelanja. Zidan membayar semuanya, tidak perduli habis ratusan juta, yang terpenting Nyonya Monica senang. Setelahnya Mereka pun kembali ke hotel.
Di dalam kamar hotel, Zidan dan nyonya Monica sedang membereskan barang belanjaannya. Mengepak semua di cover menjadi satu. Zidan tersenyum saat melihat mamanya mencoba salah satu baju yang baru saja dibeli. Nyonya Monica mencoba hanya dengan menempelkan di tubuhnya dan bercermin, tak lupa meminta pendapat dari Sang putra.
"Zidan, bagus nggak?"
"Bagus."
"Tapi warnanya kok terlalu terang, Ya. Kurang pas untuk Mama"
"Bagus Ma, pas buat mama ." Puji Zidan.
"Terlalu mencolok Zidan."Nyonya Monica sekali lagi bercermin dan melihat warna bajunya.
"Mau ditukar? tanya Zidan menghampiri Nyonya Monica.
"Nggak usah, kasih Naira aja."
"Mama kayaknya udah berlebihan sama pembantu baru itu? hati-hati Ma."
"Sudah, kamu tenang saja. Naira itu anaknya baik.Mama percaya sama Zubaidah. lagian Naira itu anak angkatnya." balas Nyonya Monica tidak mau dibantah lagi.
"Terserah mama aja, deh."Zidane kemudian berbaring dan memejamkan matanya ia tersenyum saat membayangkan Naira menggunakan dress nya nanti, akan diberikan mamanya. Pasti sudah seperti ibu-ibu yang mengantarkan dua anaknya ke sekolah.
Alih alih membayangkan Melisa. Menghubungi pun tidak justru jidan lebih sering melihat Naira di kamera pemantau di kamarnya melalui ponselnya. Zidane juga melihat Naira di sudut ruangan lain. Terkadang ia tersenyum dan sampai tertawa terbahak-bahak melihat Apa yang dilakukan Naira.
Apalagi ketika Naira berpose dan berjalan model papan atas di dalam kamar saat sedang membersihkan kamarnya. Sampai Zidane tidak bisa mengontrol tawanya. Mamanya menyadari itu, hanya tersenyum melihat sang anak bisa tertawa lepas seperti dulu.
Semenjak kematian Papanya, Zidan menjadi sedikit tertutup dengan orang-orang. Ia hanya bicara seperlunya dan bercanda dengan orang yang menurutnya penting.
D hidup Zidan setelah Papanya meninggal hanya ada mama dan Melisa. Akan tetapi datangnya Naira sepertinya mengubah hidup Zidan kembali menjadi lebih penuh tawa terlebih pada orang baru.
***
Kini mereka berdua sudah kembali dari Bali, Zidan langsung menuju kamarnya diikutin Naira. Naira yang membawa barang bawaannya. Sedangkan ibu Zubaidah membawa barang bawaan Nyonya Monica menuju ruang tengah, bersama pekerja lainnya.
Zidan duduk di tepi tempat tidur, melepaskan jam tangannya. Kemudian ia meletakkannya di meja nakas. Naira Masih berdiri menunduk menunggu perintah sang majikan untuk melakukan apa.
"Barang ku!"ucap Zidan meminta barang bawaannya
"Ini tuan."Zidan menerimanya.
"Ini untukmu."Naira melihat wajah Zidane untuk memastikan, Zidan sedikit mengangguk. Dengan ragu Naira mengambilnya.
"Terima kasih, Tuan."ucap Naira sedikit menunduk.
"Hemm, Oh iya, siapkan air hangat aku mau berendam.
"Baik Tuan, Naira bergegas ke kamar mandi sambil membawa paper beknya menuju kamar mandi.
Zidan membuka semua baju dan celananya. kemudian melilitkan handuk di pinggangnya. Lalu Zidan menuju kamar mandi.
"Sudah? tanya Zidan. Naira menoleh ke belakang. Naira menjerit saat melihat Zidan bertelanjang dada, sambil menutup kedua matanya dengan kedua telapak tangannya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments