Setelah selesai mencuci dan menjemur pakaian yang dicuci olehnya, Naira lalu mengingat perintah dari sang majikan. Dia pun berjalan menuju ruang kerja Zidane.
"Tuan, ada apa memanggil, saya?"tanya Naira. Zidane intens. Naira berdiri di depan meja kerjanya sambil memegang sebuah amplop coklat. Zidan berdiri lalu menghampiri Naira.
"Ini." Zidan menyodorkan amplop tersebut pada Naira. Naira heran kenapa sang Tuan memberikan amplop kepadanya. Apakah ia akan dipecat dan amplop itu berdasarkan persamaannya.
"Tuan ini apa? tanya daerah cemas. Cemas juga apa yang ada di pikirannya terjadi yaitu dipecat.
"Buka saja!"Naira melihat Zidan, kemudian Ia membuka amplopnya. Naira membaca isi kertas tersebut. Dia tercengang dan begitu bahagia.
"Aku diterima Tuan, aku diterima." ucap Naira girang sampai memeluk Zidan tanpa sadar.
"Apa kau senang?
"Hemm..Hah? Maaf tuan maaf!"Naira tersadar sudah memeluk majikannya. Kemudian ia mundur satu langkah.
"Santai saja aku ikut senang."balas Zidan rambut Naira.
Naira begitu bahagia, karena Ia diterima di salah satu universitas ternama di ibukota. cita-citanya ingin melanjutkan kuliah S2 nya tercapai. Zidan juga ikut senang dan mendukung pembantunya itu yang selalu semangat untuk mengejar ilmu.
"Tapi, apa Tuan mengizinkan saya untuk kuliah lagi? wajah Naira Kwatir dan takut jika Zidane melarangnya. Karena ia masih terikat kontrak menjadi pembantu selama dua tahun ke depan.
"Iya, silakan Aku tidak akan melarang kamu.
"Sungguh?
"Hem..."
"Terima kasih Tuan."Naira begitu bahagia kemudian ia keluar dari ruang kerja Zidane. Zidan hanya tersenyum saat Naira keluar dari ruang kerjanya.
Setelah Naira keluar dari ruang kerja Zidan, Naira menemui Nyonya Monica di kamarnya, Naira berjalan ke arah Nyonya Monica yang sedang duduk di tempat tidur. Nyonya Monica menyadari kedatangan Naira pun, menoleh ke arah Naira.
"Nyonya," Panggil Naira lembut.
"Ada apa Naira? duduk sini." Nyonya Monica menepuk tapi tempat tidur, agar Naira duduk di sampingnya.
"Tapi nyonya?
"Tidak apa-apa." Naira duduk di samping Nyonya Monica dengan sangat hati-hati.
"Ada apa Naira?" tanya Nyonya Monica melihat daerah yang sedikit takut.
"Begini nyonya, Beberapa bulan yang lalu saya mengikuti ujian beasiswa S2 universitas yang ada di kota ini, Nah Kebetulan saya diterima di sana. Emmm... Naira mau minta izin Nyonya, apa Nyonya mengizinkan saya kuliah? dan mungkin saya tidak seharian lagi di rumah?" ucap Naira takut takut.
Nyonya Monica tersenyum, dan mengusap lembut kepala Naira.
Nyonya Monica menatap Naira. Dia bangga walau dia bekerja menjadi pembantu Naira masih memikirkan pendidikan. Dan nyonya Monica juga salut pada Naira yang tidak pernah malu mengerjakan apapun.
"Ya, mungkin karena pada dasarnya Naira garis berpendidikan, jadi pola pikirnya pun berbeda dengan orang-orang yang bekerja pada Nyonya Monica sebelumnya. Mereka membantah jika diberitahu dan senang menggoda Zidane.
Nama Naira sangat semangat perbedaan dengan pembantu sebelumnya, naluri Nyonya Monica memang tidak pernah salah. Dan berharap Zidan bisa jatuh cinta dengan Naira.
"Tidak apa-apa. Saya justru senang kamu banyak perkembangan di kota ini. Aku izinkan, tapi kamu harus menyelesaikan tugasmu di rumah, khususnya mengurus Zidan sebelum berangkat kerja dan pulang kerja.
"Pasti nyonya, Pasti."
"Kalau kontrak kerjamu di sini sudah habis, kamu boleh mengajar di yayasan sekolah milik saya." ucap Nyonya Monica
"Tapi saya pastikan sebelum kontrak kerjamu di sini habis, Zidan dan dirimu sudah menikah." batin Nyonya Monica. Nyonya Monica sangat berharap Naira menjadi menantunya.
"Terima kasih Nyonya Terima kasih atas kepercayaannya."Nyonya Monica mengangguk dan keduanya tersenyum.
Malam hari menjelang, Naira empersiapkan semuanya, menyiapkan keperluannya untuk esok hari di kampusnya nanti.
Naira membuka lemarinya dan mengambil kemeja Putih dan celana panjang hitam miliknya. Kemeja dan celana yang ia bawa dari kampung, warnanya sedikit pudar tapi baginya itu masih sangat bagus.
Sebenarnya ia bisa saja membeli yang baru dari gaji beberapa bulan terakhir. Akan tetapi Naira tetaplah Naira yang tidak akan pernah membeli sebelum barang itu benar-benar rusak, dan ia tabung untuk masa depannya nanti.
Naira sadar, Dia tidak memiliki apa-apa kecuali Ibu Zubaidah. Hidupnya benar-benar sederhana dan ia belajar dari ibu Zubaidah. Entahlah, apa yang terjadi di kehidupan Naira jika Ibu Zubaidah tidak ada. Sungguh sulit kala itu, Tapi saat ini, Naira benar-benar bertekad ingin merebut kembali apa yang menjadi haknya dari omnya.
Kemauan yang dulu ia rasakan sewaktu kecil hanya akan menjadi kenangan saja. Diam-diam saat ia pulang dari belanjanya singgah ke rumahnya yang dulu. Naira hanya bisa melihatnya dari kejauhan dan ingatannya kembali di masa lalu.
Harapan hanyalah, berharap ia bisa menginjakkan kakinya di rumahnya yang dulu. itu hanya sebuah harapan. Entah terwujud atau tidak, yang pasti naira hanya dapat berusaha.
Pagi harinya, Naira bangun lebih pagi. Dan mempersiapkan semuanya seperti memasak untuk Nyonya Monica. Karena Ibu Zubaidah belum kembali. Tidak lupa, ia menyiapkan sarapan untuk Zidane. Seperti kopi, lalu membawanya ke kamar. Entah mengapa, beberapa hari ini Zidan lebih suka sarapan di kamarnya.
Zidan yang masih tidur pun terbangun saat mencium aroma kopi dan sandwich buatan Naira. Zidan melihat sekeliling kamarnya dan melihat Naira sedang mengambil baju kotor Zidan yang berserakan di lantai.
Zidan memang mempunyai kebiasaan jika tidur, sering membuka baju dan melempar ke sembarangan arah. Hanya saja, tidur di kamar Naira tempo lalu saja, Zidan masih mengenakan kaosnya.
Zidan bangun lalu minum air satu gelas. kemudian Ia turun dari tempat tidur. setelahnya Zidane berjalan menghampiri Naira yang sedang membuka tirai jendela, kemudian dengan tiba-tiba jadi memeluk Naira dari belakang. Naira terkejut dan memberontak
"Tuan, lepaskan! Tuan jangan seperti ini." Naira terus memberontak,namun Zidan dengan erat memeluknya.
"Sebentar saja Naira, sebentar saja." Naira kemudian diam dan tidak berani bergerak. Zidan benar-benar aneh, namun Naira merasa ada sesuatu yang salah pada diri Zidan. Nafasnya terasa panas dan suhu tubuhnya meningkat.
"Tuan sakit?" Zidan hanya diam dan masih memeluk Naira, dan menggeleng. Kemudian melepaskan pelukannya dan memberikan tubuh Naira.
"Naira, aku tanya sesuatu?
"Hennmm, apa Tuan?
"Kalau pacar atau pasanganmu berkhianat apa yang akan kamu lakukan?"
"Emmm... Saya tidak tahu Tuan, karena saya tidak pernah pacaran. Tapi jika itu terjadi, ya lepaskan saja. Untuk apa kita mempertahankan penghianat. Carilah pasangan yang mencintai kita, menghargai kita, menghargai hubungan yang sudah dijalani. Terlebih Nanti kalau sudah menikah.
"Begitu?
"Hmmm.
Zidan lantas duduk di sofa mengingat sebuah foto yang dikirimkan padanya dari seseorang, entah siapa seseorang itu. Foto yang memperlihatkan kekasihnya Melisa dengan Mario, yang sedang bermesraan di sebuah Cafe. Akan tetapi Zidan masih berpikir positif dan ingin menanyakan langsung pada Melisa sang kekasih.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Amy
jangan Tanya ama melisa Zidan, pasti dia akan mengelak, Selidiki sendiri
2023-09-12
0
sundusiyah86
lanjut Thor lanjut ..AQ suka
2023-09-12
0