BAB 10. AMARAH ZIDAN

Zidan semakin hari semakin kagum dengan Naira, mungkin rasa kagum Zidane adalah bentuk rasa jatuh cintanya pada Naira. Namun, ia tidak menyadari perasaannya sendiri, Nyonya Monica juga semakin hari semakin menyukai Naira.

Naira yang penurut, sabar, dan mudah mengerti adalah tipe menantu yang diinginkan Nyonya Monica. Akan tetapi, di mata Nyonya Monica, Zidane sepertinya belum menunjukkan rasa suka pada Naira.

Mereka sudah selesai sarapan. Kemudian Zidan pamit pada mamanya untuk ke kantor. Selain itu, Zidan juga berpesan pada Naira, jika pulang nanti ia akan pulang sepupu dan anaknya yang berusia sekitar 5 tahun. Jadi Naira harus memasak sedikit lebih banyak.

Di kantor, Zidan bekerja seperti biasa, dan mengingat ucapan Naira, jika harus mempercayai karyawannya, agar ia sendiri tidak kewalahan. Ucapan Naira bagai sugesti bagi Zidan, Zidan nampak tenang dan santai dalam bekerja, namun masih tetap waspada.

Zidane sudah menyelesaikan separuh pekerjaannya, tiba-tiba ia merindukan Melisa yang sudah dua hari tidak masuk bekerja karena sedang berada di luar kota, mengurusi pekerjaan dari kantor. Zidane memutuskan untuk menghubungi Melisa.

"Halo sayang," sapa Zidan

"Hai sayang"

"Bagaimana kabarmu?"Zidane berdiri lalu melihat keluar jendela.

"Aku baik-baik saja sayang, kamu sendiri bagaimana?

"Baik. Oh iya kapan bisa pulang, aku kangen banget nih." Melisa tertawa kecil di balik sambungan ponselnya.

"Masih dua atau tiga hari lagi sayang, sabar. aku juga kangen banget sama kamu."

"Hemm, pintar gombalnya sekarang ya.'

"Kan, kamu sendiri yang ngajarin sayang."

"Kamu bisa saja, Ya udah, aku lanjut kerja dulu lagi ya."

"Iya sayang, bye."

"Bye, mereka berdua mematikan sambungan telepon selulernya. Kemudian Zidane melanjutkan pekerjaannya.

Sementara di tempat lain ternyata Melisa sedang bersama kekasih gelapnya, yang juga rekan bisnis Zidan. Mereka sedang berduaan. awalnya mereka hanya membicarakan bisnis, akan tetapi Melisa dan rekan bisnis Zidan, saling bermain api, terlebih lagi Melisa yang sudah jenuh dengan Zidan yang selalu menyuruhnya untuk mendekati Nyonya Monica.

"Sayang, Siapa yang menghubungimu?"

"Zidane."balas Melisa datar. lalu membuang ponselnya di tempat tidur.

"Oh, Aku pikir kamu sudah putus sama dia."

"Mana bisa aku putus sama dia, Rio, aku kan masih jadi sekretarisnya."Mario tertawa mendengar ucapan Melisa.

"Putus ya putus aja, nggak ada hubungannya sekretaris.

"Aku belum nemu alasan yang pas buat mutusin Zidan."Mario memeluk Melisa dari belakang dan mengecup pundaknya.

"Terserah kamu, Yang penting kamu selalu ada untukku Sayang."

"Gombal, laki-laki mulutnya aja yang manis.*

"Kamu juga suka, kan?"mereka tertawa kecil. kemudian mereka melanjutkan pergumulan mereka yang tertunda. Mario seakan tidak merasa bersalah sudah menghianati Zidan terlalu dalam. Alangkah baiknya Melisa berterus terang, jika sudah tidak ingin bersama Zidan. Mungkin itu lebih baik dan lebih terhormat daripada memancing singa yang sedang tidur.

Melisa tidak tahu jika selama ini nyonya Monica terus mengawasi gerak-geriknya. Kini Nyonya Monica semakin yakin jika melihat tidak baik untuk putranya. Nyonya Monica masih diam dan membiarkan Zidan mengetahui sendiri bagaimana Melisa yang sebenarnya.

Sore harinya Zidan pulang bersama sepupunya Anisa, suami Anisa bernama Matteo dan putrinya Laura. Mereka semua masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tengah. Zidan sekilas mencari keberadaan Naira, namun tidak mendapati Naira.

"Nisa, aku ke atas ya."

"Hemm, Oh iya, tante mana?

"Mungkin di kamar."Zidan kemudian hendak naik tangga. Namun, langkahnya terhenti melihat Naira keluar dari kamar Nyonya Monica dan terlihat cemas. Naira melihat Zidane pun langsung menghampirinya.

"Tuan Maaf Nyonya sakit."ucap Naira begitu.

"Apa? Mama sakit? sakit kenapa? Kenapa kamu tidak menghubungiku?"pertanyaan demi pertanyaan beruntun dilontarkan oleh Zidan kepada Naira. Membuat Naira takut Dan panik, Zidan bergegas menuju kamar Nyonya Monica diikuti Nayla dan sepupu serta suami sepupunya yang menggendong Laura.

"Mama, Mama sakit apa? kenapa bisa seperti ini, Ayo ke rumah sakit mah."lagi lagi Zidane tidak memberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan pada lawan bicaranya.

"Naira! kamu belum menjawab pertanyaanku tadi, kenapa Mama bisa sakit?"nada tinggi jidan menggema di kamar mamanya dan melihat tajam ke arah Naira. Naira ketakutan melihat sorot matanya, secepatnya ia menunduk.

"Jawab!!

Nyonya jatuh di kamar mandi, saya sudah puluhan kali menghubungi anda, tetapi tidak Tuan angkat, pesan yang saya kirimkan ke nomor Tuan juga tidak Tuan buka, jadi saya hanya bisa menghubungi dokter pribadi rumah ini."Naira menjelaskan sambil berlinang air mata. Anisa dan Matteo hanya saling pandang dan menghela nafas. Mereka sudah hafal Bagaimana Zidane jika menyangkut sang mama. Pasti reaksinya berlebihan.

"Zidane, Mama udah nggak apa-apa, justru Naira yang nolong mama, tapi Naira takut, jadi dia terus menghubungimu. Tapi nggak kamu angkat, Mama juga sudah ditangani dokter. sudah jangan marah-marah sama dia."ujar Nyonya Monica, Nyonya Monica kasihan melihat Nayla yang terkena marah oleh Zidan.

Naira pasti takut melihat Zidane marah . Zidane melihat Naira yang menunduk dan meneteskan air mata. Saat Zidane hendak menghampiri Naira, Naira justru pamit keluar.

"saya permisi Nyonya, Tuan."Naira bergegas keluar menuju dapur. Ternyata Laura mengikutinya. bocah empat tahun itu tidak tega melihat orang menangis, Laura mencoba menghibur Naira di dapur

"Tante, tante jangan nangis."ucap Laura di depan Naira yang duduk di lantai dapur. Naira tersenyum dan menghapus air matanya, lalu mengusap lembut pipi Laura.

"Enggak sayang, tante nggak nangis. Tante hanya takut terjadi sesuatu sama oma Monica.

"Beneran nggak apa-apa. Nanti kalau Om Zidan marahin tante Naira, biar Laura yang ganti marahin Om Zidan."Naira tertawa kecil melihat tingkah bocah empat tahun itu, Laura sudah dua kali bertemu Naira dan mereka sangat akrab. Naira menarik. lembut Laura dan memangkumyan

"Sudah. tidak perlu, nanti biar tante saja yang marahin Om balik, Kalau Om marahin tante."Laura memeluk leher Naira dan melihat wajah cantik pembantu omnya itu, bocah empat tahun itu sudah bisa merasa ketulusan hati Naira yang mengkhawatirkan keadaan sang omah.

"Oh iya, tante bikin puding loh, kamu mau nggak?".

"Mau dong tante, puding buatan tante pasti sangat enak. Laura tahu itu."bocah-bocah umur empat tahun itu sambil tersenyum.

Naira kemudian mengambil puding untuk Laura dan mengajaknya duduk di ruang makan, tanpa mereka sadari Mateo dan Anisa serta Zidan mendengar pembicaraan mereka. Zidan merasa bersalah sudah bernada tinggi pada Naira. Namun, ia malu untuk meminta maaf di depan sepupunya. Dan dia mengurungkan waktu meminta maaf kepada Naira

Bersambung

Terpopuler

Comments

Sophia Aya

Sophia Aya

lanjut thor

2023-09-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!