BAB 16. TANGIS NAIRA PECAH

Dengan langkah terseok-seok, Naira mengikuti langkah Zidane. Nyonya Monica yang baru saja keluar kamar hanya menggelengkan kepalanya dan memaklumi kedua muda-mudi tersebut. Nyonya Monica mengira mereka sudah menjalin hubungan, karena mendengar Naira meruah panggilannya pada Zidane.

Zidane terus menarik Naira sampai ke kamarnya, sampai ke kamarnya, Naira Ia hempaskan ke tempat tidur. Naira bingung, heran dan juga ketakutan.

"Mas, Mau ngapain?"Naira berusaha bangkit dari tempat tidur dengan rasa takut, akan tetapi Zidane mendorongnya. Dengan kasar Zidan ******* bibir Naira. Naira memberontak dan memukul-mukul dada bidang Zidane, akan tetapi orang yang ia pukul tak bergeming dan tidak merasa sakit.

Zidane melampiaskan semua amarahnya pada Naira. Tanpa memikirkan siapa Naira sebenarnya, Zidan sepertinya tidak memikirkan perasaan orang yang ada di bawahnya.

Cukup lama Zidane ******* bibir Naira, hingga Naira pasrah. Percuma saja Naira melawan Zidane yang terus menindihnya, hanya buang-buang energi dan tenaga saja, akhirnya Naira sedikit membalas Zidan, lalu menggigit bibirnya.

"Awh!! Pekik Zidane. Secepat kilat Naira mendorong tubuh Zidane, lalu ia bangkit dan menampar Zidan dengan keras. Naira melihat Zidan dengan linangan air mata. Kemudian Naira berlari keluar dari kamar Zidane.

"Haaaaaah!!!!" teriak Zidan meluapkan emosinya, dan ia juga baru menyesali perbuatannya pada Naira. Kemudian Zidan menjatuhkan diri di atas tempat tidur.

Sementara di tempat lain, Naira hanya menangis sejadi-jadinya di kamar, tidak menyangka tindakan Zidane akan sejauh itu. Padahal selama ini, Naira sangat menghormati Zidan. Naira juga tidak menyangka Kenapa majikannya bisa seperti itu. Entah setan apa yang merasuki hati dan pikiran sang majikan, sehingga bisa berbuat yang tidak semestinya pada Naira.

Emosi Zidan mulai mereda, dan memutuskan untuk berendam. Kini pikirannya melayang memikirkan Naira, Naira sudah pasti marah besar padanya. Bahkan bisa saja meninggalkannya. Karena dirinya sudah berbuat Di luar batas.

"Astaga! apa yang aku lakukan pada Naira? kenapa aku bisa gelap mata seperti ini? Ya Tuhan!!"ucapnya penuh penyesalan

Malam harinya di meja makan tampak hening. Zidan makan sendiri tanpa Naira melayaninya. Naira beralasan sakit pada ibu Zubaidah. Ibu Zubaidah baru sampai sore hari yang baru datang dari kampung.

Ibu Zubaidah membawa nampan berisikan makanan. Ibu Zubaidah ingin mengantarkan makanan tersebut ke kamar Naira, karena naira belum makan malam. Melihat ibu Zubaidah membuat nampan, Zidan tau pasti itu untuk Naira.

"Bi, biar saya saja mengantar makanan untuk Naira."ucap Zidane, saat melihat ibu Zubaidah membawa nampan ke arah kamar yang ditempati oleh Naira.

"Tapi Tuan, Naira membutuhkan Bibi, dia kalau sakit suka manja."ucap Ibu Zubaidah kepada Zidane yang sudah langsung meraih nampannya.

"Tidak apa-apa bi, Bibi baru sampai dari kampung, Bibi pasti capek. Naira pasti mengerti."Ibu Zubaidah hanya percaya pada Zidan dan membiarkan Zidane membawa makanan tersebut ke kamar Naira.

Di kamar Naira baru selesai mandi. Dari siang, setelah Zidan melakukan hal yang menurutnya tidak pantas, Ia hanya menangis sampai ketiduran dan bangun setelah Ibu Zubaidah melihatnya. Naira pun beralasan sakit pada ibu Zubaidah, dia tidak ingin Ibu Zubaidah mengetahui apa yang dilakukan sang majikan terhadapnya.

Zidane membuka pintu kamar Naira dengan hati-hati. Zidan melihat Naira sedang duduk di kursi di depan cermin, dan sedang menyisir rambutnya. Naira yang mengetahui kedatangan Zidane hanya melihat sekilas dan menatapnya dengan horor, lalu melanjutkan menyisir rambutnya.

Zidan meletakkan makanannya di meja. lalu berjalan menghampiri Naira yang duduk di meja. Zidan merebut sisir dari tangan Naira, Kemudian membantu Naira menyisir rambutnya. Naira diam dan tidak mengucapkan sepatah kata pun, dia seperti anak kecil yang lagi merajuk. Tatapan Naira menatap Zidane dengan tatapan tajam.

Tapi Zidan tetap melakukannya dan merapikan rambut Naira.

"Selesai ini makan."ucap Zidane meletakkan sisirnya di meja.

"Nggak mau!"jawab Naira seperti anak kecil.

"Kamu masih marah sama aku?"

"Menurut Mas?"Naira berangkat dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi untuk meletakkan handuknya di kamar mandi. sedangkan Zidan duduk di tepi tempat tidur Naira.

"Naira, aku minta maaf soal tadi siang, aku khilaf dan aku lagi emosi."

"BUGH!!

Naira melemparkan bantal ke arah Zidan. Dengan mudahnya Zidan meminta maaf kepada Naira dan Seperti hal kecil baginya. Mungkin itu hal biasa untuk Zidan, tapi tidak untuk Naira yang baru pertama kali itu pun dipaksa.

"Naira, Tolong maafkan aku!"Zidan menghampiri Naira dan berdiri di hadapannya.

"Mas, Mas gampang banget minta maaf setelah kejadian tadi siang yang membikin aku syok, Mas nggak mikirin perasaan aku, apa Mas nggak memikirkan apa yang Mas lakuin itu kepadaku? Mas tau nggak, apa yang Mas lakuin itu, nantinya bisa bikin orang sakit hati. Coba Naira tanya, apa salah Naira Mas? sampai Mas melampiaskan emosi Mas sama aku. Aku sendiri aja nggak tahu masalah Mas apa? dengar ya, Mas. Aku sudah nurutin kamu Mas, untuk merubah panggilan Tuan menjadi Mas, biar kita lebih santai. Dan Mas juga bilang buat ngomong pakai bahasa biasa aja, dan nggak pakai bahasa formal. Mas, kita ini nggak ada hubungan spesial, hubungan kita hanya sebatas majikan dan pembantu, aku sudah menjaga batasanku tapi masih sudah kelewat batas!! cerocos Naira

Zidan masih terdiam, dan melihat serta mendengarkan ocehan Naira. Zidan juga sadar, Ia merasa bersalah sudah berbuat tidak semestinya yang ia lakuin pada Naira. Akan tetapi ia juga tidak tahan jika mendengar orang mengoceh panjang kali lebar.

"Maksud Mas apa, ngelakuin itu sama aku?" tanya Naira.

Zidan masih melihat Naira yang sudah berkaca-kaca, Naira benar-benar seperti anak kecil jika sedang marah atau sedang sakit dan seolah sifat aslinya yang cerewet keluar begitu saja.

Zidane menarik lembut bahu Naira lalu memeluknya. Zidan tau ada hal lain yang dipendam Naira, bukan hanya masalah Zidan mengecupnya. Tapi sesuatu yang tidak mengerti. Mungkin saja Naira kelelahan.

"Maaf?"ucap Zidan lagi.

"Jujur, aku tidak bermaksud ingin melukaimu."

"Tapi hatiku sakit."Naira kini justru menangis di pelukan Zidan, benar dugaan Zidan, kalau Naira mempunyai masalah lain. Tiba-tiba Naira teringat almarhum kedua orang tuanya.

"Papa!"ucap Naira lirih. Hal itu membuat Zidan mengeratkan pelukannya, Zidan mengerti saat ini Naira merindukan Papanya.

"Kenapa Papa pergi ninggalin Naira sama Bibi Zubaidah pa, Naira butuh papa,"ucap Naira lirik di pelukan Zidan, Zidane merasakan pilunya hati Naira. Karena ia juga merasakan kehilangan Papa.

"Sssst!"sudah. semua pasti baik-baik saja,"Zidane menatap Naira, lalu mengusap punggungnya dengan lembut. Seolah memberi semangat pada Naira.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!