BAB 8. SALAH PAHAM

Aaaa!!!!

Naira berteriak.

"Sssst"Zidane melempar handuk ke kepala Naira. Kemudian masuk ke dalam bathtub,Naira merasa jika Zidan sudah berendam, Naira membuka handuk dari kepalanya. Kemudian meletakkan di tempatnya. Wajahnya bersemu merah melihat dada bidang Zidane. Sekilas ia memegang pipinya sendiri, lalu hendak melangkah keluar. Akan tetapi Zidane menarik pergelangan tangannya.

"Tolong pijat pundakku."ujar Zidan dengan perasaan malu, Naira hanya menurutinya. Zidane sedikit maju dan Naira duduk di ujung tepi bathtub. Dengan hati-hati, Naira memijat pundak Zidane.

"Hemm, pijatan kamu enak Naira."gumam Zidane. Naira hanya diam, dan terus memijat pundaknya.

"Geser sedikit, Hemm... enak Naira, lebih kuat lagi,"

"Tuan, jangan banyak bergerak. Diam dan nikmati aja."

Nyonya Monica yang mendengar percakapan mereka, di balik pintu pun menjadi salah paham. Kemudian dengan kasar, Nyonya Monica membuka pintu kamar mandi Zidan .

"Ngapain kalian!!"Zidan dan Naira terkejut, mereka berdua terdiam melihat orang yang membuka pintu. Naira segera beranjak dari duduknya dan berdiri menunduk.

"Mama ngapain? tanya Zidan heran

"Ah, tidak. Naira kamu siapkan saja makan malam."ucap Nyonya Monica malu. Nyonya Monica malu karena sudah berpikir yang tidak tidak tentang anaknya dan juga Naira.

"Baik nyonya."Naira bergegas keluar dan melupakan paper bag miliknya.

Setelah Naira keluar. Zidane pun menyudahi berendamnya. Sang mama hanya mengulum senyum mengingat pikirannya sendiri. Kemudian mereka keluar dari kamar mandi.

"Zidane, mama tunggu di meja makan. Hari ini Naira memasak masakan kesukaan kamu sop daging!"jelas sang mama, Zidan hanya mengangguk sambil memakai baju tidur.

Nyonya Monica turun dari lantai atas dan menuju ruang makan. Di ruang makan Naira dan ibu Zubaidah menyiapkan makan malam untuk sang majikan. Nyonya Monica memperhatikan Naira dari tempat duduknya, melihat Naira dari atas sampai bawah.

Setelah diperhatikan wajah Naira tidak begitu asing bagi nyonya Monica, wajah Naira mengingatkan Nyonya monica pada salah satu sahabatnya, yang sudah meninggal. Akan tetapi, ia menepis bayangan itu. Nyonya Monica tahu sahabatnya dan anaknya serta suami dari sahabatnya itu, meninggal karena insiden kecelakaan.

"Naira!" Panggil Nyonya Monica.

"Iya, nyonya."

"Nanti setelah makan, tolong pijat kaki saya sebentar, ya."pinta Nyonya Monica.

"Baik nyonya."Naira tersenyum.

Zidane berjalan menuju ruang makan dan duduk di tempat biasanya. Naira melayani seperti biasa. Suasana ruang makan hening saat mereka berdua makan.

Sedangkan Ibu Zubaidah sedang berada di dapur, Naira masih setia berdiri di samping Zidan. Naira menuangkan air putih ke dalam gelas Zidan saat air minumnya habis. Dia juga mengambilkan sop dagingnya lagi saat Zidane memintanya.

Nyonya Monica mengakui masakan Naira sangatlah lezat. Pantas saja putranya begitu bernafsu saat makan, makanan buatan Naira. Padahal sebelum-sebelumnya, Zidane tidak pernah makan selahap ini. Jika pun ia makan, itu karena terpaksa, karena masakan pembantu yang sebelum-sebelumnya tidak pas di lidahnya.

Setelah selesai makan, Naira mengikuti langkah Nyonya Monica menuju ruang tengah. Sesuai dengan permintaan Nyonya Monica, dia memijat kaki sang majikan dengan hati-hati.

Zidane melihat Naira sedang memijat kaki mamanya. Zidane melihat Naia dari lantai atas. Zidan melihat sang Mama tertawa bersama Naira. Terlihat mereka sepertinya sudah saling akrab. Jarang sekali Nyonya Monica seakrab itu dengan pembantunya, selain Hanya ibu Zubaidah.

Zidan membayangkan jika Melisa bisa akrab dengan sang mama, pastilah dia sudah menikahi Melisa sedari Dulu. Tapi pasalnya, hingga Berapa lama mereka menjalin hubungan, Melisa belum bisa mengambil hati nyonya Monica. Mengingat Melisa, Ia juga teringat, Jika ia belum mengabari Melisa jika dirinya sudah pulang. Kemudian Ia memutuskan ke kamar dan mengambil ponsel hendak menghubungi Melisa.

Tiba-tiba Zidan mengurungkan niatnya lagi. Zidan memutuskan ingin memberikan kejutan saja pada Melisa dan memberikan tas keluaran terbaru dari merek ternama.

Zidan meletakkan kembali ponselnya dan pergi menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Tidak sengaja matanya melihat pepper bag milik Naira yang tertinggal di kamar mandi. Lalu memutuskan untuk mencuci wajahnya lebih dulu, kemudian baru mengantarkan paper bag itu ke kamar Naira.

Saat membuka pintu kamar Naira, ternyata Naira sedang membaca buku, posisi Naira sedang bersandar di sandaran tempat tidur dan menggunakan kacamata. Tubuhnya ia balut dengan selimut tebal sampai leher. Zidane ingin sekali tertawa melihat Nayla, namun ia tahan.

Zidan mengetuk pintu, lalu ia masuk ke dalam kamar Naira. Naira yang melihat sang tuannya masuk pun dengan susah payah membuka selimutnya. Kemudian berdiri dan menunduk saat Zidan berdiri di hadapannya.

"Ada yang bisa saya bantu Tuan."

"Ini ketinggalan di kamar mandi aku."

"Oh iya, Maaf Tuan. Saya lupa membawanya dan terima kasih."

"Coba kamu pakai."perintah Zidan menyuruh Naira memakai jaket pemberiannya. Naira dengan patuh membuka paper bag, kemudian melihat jaketnya.

"Jaket."batin Naira. lalu Ia memakainya di depan Zidane. Jaket tersebut sangat pas untuk Naira. Naira tersenyum sekilas melihat.

"Pas dan cocok buat kamu." kata Zidan dan sedikit merapikan lengan jaket Naira.

"Pakai, saja biar kamu tidak kedinginan saat tidur."

"Iya Tuan, Terima kasih."Zidan mengangguk lalu sekilas membaca judul buku yang dibaca Naira yaitu, metode mengajar anak-anak di usia dini. Kemudian Zidan keluar dari kamar Naira.

Naira tersenyum saat Zidane keluar dari kamarnya. Ia sangat senang sang Tuan perhatian dengannya. Namun, Naira menganggap perhatian itu hanya sekedar majikan dan pembantu tidak lebih. Naira tidak berani terlalu tinggi. Ia hanya fokus mengumpulkan uang untuk melanjutkan kuliah S2 nya.

****

Tiga bulan sudah berlalu, Naira bekerja di rumah utama keluarga Zidane. Zidane juga sudah mulai terbiasa dengan pembantu barunya itu. Naira melakukan tugasnya dengan baik. Dari mulai bangun tidur sampai mau tidur kembali. Mereka juga sudah tidak canggung untuk sesekali, Zidane menganggap Naira seperti adiknya, begitu juga Naira menganggap Zidane sebagai kakak.

Walaupun panggilan Naira pada Zidan tetap tidak berubah. Terkadang jika Zidan sedang libur dan tidak bekerja, Zidan mengajak Naira duduk di teras balkon kamarnya, untuk ngobrol panjang di malam hari, sampai pagi dan tidur di teras balkon. Mereka tidur di sofa yang berbeda.

Seperti saat ini. Mereka tertidur di teras balkon kamar Zidane, dan jam setengah tujuh mereka baru bangun, karena sinar mentari menerpa mereka. Zidan bangun lebih awal dan melihat Naira masih tertidur pulas. Wajar saja jika Naira masih tertidur, pasalnya mereka tidur jam dua dini hari. Nyonya Monica mengetahui hal itu. Dan membiarkan mereka, akan tetapi Nyonya Monica selalu berpesan pada anaknya agar tahu batasannya, dan harus menjaga wanita tidak boleh merusaknya.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!